Tak Menampik Potensi Resesi, Trump Sebut Ekonomi AS dalam Transisi

- Trump menolak prediksi resesi ekonomi akibat tarif perdagangannya
- Kebijakan tarifnya memicu gejolak pasar saham AS dan berisiko menekan pertumbuhan ekonomi
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menolak memberikan kepastian terkait kemungkinan resesi ekonomi di negaranya akibat kebijakan tarif perdagangannya yang penuh gejolak.
Dalam wawancara dengan Fox News pada Minggu (9/3/2025), Trump menyatakan, ekonomi AS sedang dalam periode transisi dan menghindari prediksi terkait resesi serta dampak inflasi dari kebijakan tarifnya.
“Kami sedang melakukan sesuatu yang sangat besar. Kami membawa kembali kekayaan ke Amerika. Itu hal besar,” ujar Trump dalam wawancara dengan Sunday Morning Futures di Fox News.
“Saya benci memprediksi hal-hal seperti itu. Akan selalu ada periode yang membutuhkan waktu, tapi saya pikir ini akan baik bagi kita,” lanjutnya.
1. Kebijakan tarif Trump memicu ketidakpastian pasar

Kebijakan tarif Trump terhadap Kanada, Meksiko, dan China telah memicu gejolak di pasar saham AS. Pada awal pekan lalu, pemerintahannya menerapkan tarif 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada, namun kemudian memberikan kelonggaran selama 30 hari bagi produk yang memenuhi syarat dalam perjanjian USMCA. Sementara itu, tarif untuk China dinaikkan menjadi 20 persen setelah sebelumnya berada di level 10 persen.
Ketidakpastian ini membuat pasar saham AS kehilangan seluruh kenaikan yang diperoleh sejak pemilu November lalu. Investor semakin khawatir dengan kebijakan tarif yang terus berubah, sementara ekonom menilai ketidakpastian ini bisa menekan pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, Trump menganggap volatilitas pasar bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
“Anda harus melakukan hal yang benar,” katanya.
2. The Fed mengindikasikan potensi resesi

Sementara Trump bersikap hati-hati dalam membahas resesi, Federal Reserve Bank of Atlanta mengindikasikan ekonomi AS berisiko mengalami kontraksi pada kuartal I tahun ini. Jika tren ini berlanjut, AS bisa memasuki resesi, yang akan menjadi pukulan besar bagi ekonomi terbesar di dunia itu.
Dilansir dari The Guardian, Pada 2018, Trump pernah menulis di Twitter (sekarang X), “perang dagang itu baik, dan mudah dimenangkan,” meskipun pernyataan itu tidak didukung oleh banyak pakar ekonomi dan keuangan.
Namun, dalam wawancara terbarunya, Trump lebih berhati-hati, bertolak belakang dengan janjinya selama kampanye bahwa kebijakannya akan segera membawa pertumbuhan pesat bagi ekonomi AS. Di sisi lain, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menepis kekhawatiran soal resesi.
“Tidak akan ada resesi di Amerika,” ujarnya dalam program Meet the Press di NBC.
Ia menjelaskan, mereka yang meragukan kebijakan Trump kemungkinan besar akan kecewa.
3. Ketegangan dengan Kanada kian memanas

Selain ketidakpastian pasar, hubungan perdagangan AS-Kanada juga semakin memanas akibat kebijakan tarif Trump.
Dilansir dari The Independent, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau secara terbuka mengecam kebijakan tarif AS dengan menyebutnya sebagai langkah yang bodoh. Pernyataan itu merujuk pada editorial di The Wall Street Journal yang juga mengkritik Trump atas keputusan tarifnya.
Dalam wawancara di NBC, Lutnick mengaitkan ketegangan antara kedua negara dengan perdagangan fentanyl, obat opioid yang banyak diselundupkan ke AS.
“Jika fentanyl berakhir, saya pikir tarif ini akan dicabut. Tapi jika tidak, dia (Trump) akan tetap bertahan dengan kebijakan ini sampai merasa yakin,” ujarnya.
Sementara itu, pemerintah Kanada berencana melanjutkan kebijakan tarif balasan terhadap produk AS, termasuk listrik. Beberapa pemimpin lokal di Ontario bahkan mendorong agar toko-toko menghapus produk AS dari rak mereka dan lebih mengutamakan produk domestik.
Trump dan Trudeau dikabarkan melakukan panggilan telepon yang berlangsung panas dan diwarnai kata-kata kasar terkait kebijakan tarif ini. Ketegangan ini semakin memperumit hubungan dagang kedua negara dan berpotensi memperburuk ketidakstabilan ekonomi di kawasan Amerika Utara.