PKP Nonaktifkan 11 Pegawai Terkait Kasus Hukum di Program Perumahan

- Inspektorat lakukan pemeriksaan di masing-masing inspektorat
- Lima kasus dilaporkan, termasuk rumah khusus di Maluku Tengah senilai Rp2,8 miliar
- Pengawasan internal jadi ujung tombak dalam menemukan kasus-kasus tersebut
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) telah menonaktifkan 11 pegawai di lingkungan kementeriannya yang terlibat dalam sejumlah dugaan penyimpangan. Inspektur Jenderal (Irjen) PKP Heri Jerman mengatakan langkah itu diambil setelah beberapa kasus dilaporkan ke aparat penegak hukum.
"Berapa jumlah pegawai terkait dengan apa yang kami laporkan ini? Sampai saat ini kami total sudah ada 11 pegawai aktif yang sudah kita nonaktifkan," kata dia saat menerima tim redaksi IDN Times di Kantor Kementerian PKP, Jakarta, dikutip Rabu (20/8/2025).
1. Inspektorat telah lakukan sejumlah pemeriksaan

Heri menjelaskan, kegiatan pemeriksaan tengah dilaksanakan di masing-masing inspektorat. Inspektorat I tercatat sudah melaksanakan 11 kali, Inspektorat II sebanyak 8 kali, Inspektorat III sebanyak 6 kali, dan Inspektorat Investigasi sebanyak 8 kali.
Menurutnya, melalui kegiatan tersebut pihaknya ingin menunjukkan keseriusan dalam mencegah penyelewengan. Hingga Agustus 2025, total ada lima kasus yang sudah diserahkan ke aparat penegak hukum.
"Kami ingin menunjukkan bahwa kami betul-betul serius menjaga supaya kita ada penyelewengan, maka sampai dengan Agustus ini sudah ada 5 kasus yang sudah kami serahkan ke aparat penegak hukum," jelasnya.
2. Lima kasus yang dilaporkan

Heri menjelaskan, kasus pertama adalah rumah khusus di Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat senilai Rp2,8 miliar yang kini ditangani Kejati Maluku dan sudah ada pihak yang dipidana. Kasus kedua terkait rumah khusus eks Pejuang Timor Timur di NTT dengan nilai Rp420 miliar.
Proyek tersebut masih diselidiki Kejati NTT dan melibatkan tiga BUMN konstruksi, yakni Adhi Karya, Nindya Karya, dan Brantas Abipraya.
"Kemudian rusus Pejuang TimTim senilai Rp420 miliar dan sekarang masih berproses di Kejaksaan Tinggi NTT di mana ini melibatkan 3 BUMN besar yaitu PT Adhi Karya, Nindya Karya dan PT Berantas Abipraya," jelasnya.
Selanjutnya, kasus program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Sumenep sebesar Rp109,8 miliar yang kini dalam tahap penyidikan Kejati Jawa Timur.
Kasus keempat berupa dugaan perjalanan dinas fiktif di Balai Sulawesi III dengan nilai Rp1,1 miliar, ditangani Kejati Sulawesi Selatan. Terakhir, dugaan tipikor di BP3KP Sumatera II senilai Rp6,5 miliar yang melibatkan oknum kasatker berinisial YM dan sedang diproses Kejati Sumut.
3. Pengawasan internal jadi ujung tombak

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan sejumlah kasus yang dilaporkan bukan hasil temuan dari aparat penegak hukum melainkan dari pengawasan internal kementerian.
"Kan biasanya kalau sebuah kasus itu di departemen, kebanyakan yang menemukan itu kalau nggak KPK, polisi, jaksa, bukan irjennya. Nah ini irjennya yang menemukan," ujar Maruarar.
Dia juga menyampaikan, tingkat korupsi di sektor infrastruktur tergolong tinggi sehingga pihaknya menyiapkan tim pengawasan yang kuat. Irjen berasal dari Kejaksaan Agung, sementara jajaran inspektorat terdiri dari unsur KPK, kepolisian, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).