Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ada Rojali dan Rohana, Menko Airlangga: Isu yang Ditiup-tiup

IMG-20250730-WA0009.jpg
Menko bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Intinya sih...
  • Airlangga menyatakan daya beli masyarakat masih solid, ditunjukkan oleh inflasi inti 2,32% dan angka inflasi yang stabil di beberapa provinsi.
  • Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyatakan fenomena rojali dan rohana bukan hal baru, dengan jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan yang meningkat tanpa berkorelasi dengan jumlah transaksi.
  • APPBI menyoroti bahwa pengunjung pusat perbelanjaan lebih selektif dalam berbelanja, terutama konsumen kelas menengah bawah yang mengalami pelemahan daya beli.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto menyebut fenomena Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) yang terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan cuma isu belaka dan berbeda dengan fakta di lapangan.

Hal itu disampaikan Airlangga setelah memaparkan data kinerja keuangan perusahaan-perusahaan retail selama semester I-2025 yang positif. Di antaranya adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Map Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA).

AMRT merupakan pengelola Alfamart memperoleh pertumbuhan laba bersih 4,99 persen. Sementara MAPI dan MAPA yang bergerak di ritel sektor gaya hidup seperti ZARA, Starbucks, Adidas, dan lainnya membukukan pertumbuhan laba bersih 6,85 persen dan 12,87 persen,

"Ini menunjukkan bahwa terkait dengan isu rohana dan rojali, ini isu yang ditiup-tiup. Jadi faktanya berbeda dan tentu ini yang harus kita lihat," kata Airlangga dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

1. Inflasi inti tunjukkan solidnya daya beli

IMG-20250727-WA0056.jpg
Antrean pembelian sepatu di sebuah mal di Jakarta (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Airlangga pun menyatakan, daya beli masyarakat terutama pada kuartal II-2025 masih solid yang ditunjukkan oleh level inflasi inti di angka 2,32.

Selain itu, di beberapa provinsi juga angka inflasi berhasil dijaga pada level yang stabil.

"Artinya daya beli ataupun masyarakat di tengah ketidakpastian global masih melakukan konsumsi secara kuat Dan angka ini ditujukan oleh angka inflasi," ujar Airlangga.

2. Fenomena rojali dan rohana terjadi sejak lama

IMG-20250727-WA0052.jpg
Keramaian di sebuah foodcourt mal di Jakarta (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sebelumnya diberitakan, istilah rojali rojali dan rohana ramai dibahas dalam kegiatan belanja langsung ke toko alias belanja offline. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, fenomena itu bukanlah hal baru, dan sudah terjadi sejak lama.

"Sebetulnya kan bukan hal yang baru. Rojali itu kan bukan kali ini saja terjadi. Kan sebelum-sebelumnya sudah terjadi, cuma saja memang intensitas jumlahnya yang berbeda dari waktu ke waktu," kata Alphonzus di Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Di tengah ramainya pembahasan rojadi dan rohana, Alphonzus mengatakan, jumlah kunjungan masyarakat ke pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia terus meningkat. Sayangnya, tidak berkorelasi dengan jumlah transaksi.

"Makanya data APBBI menyatakan bahwa jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap naik, meskipun tidak signifikan. Tetapi yang berubah itu kan pola belanjanya," ujar Alphonzus.

3. Belanja jadi lebih selektif

IMG-20250727-WA0053.jpg
Pengunjung mal (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

APPBI menyoroti, saat ini pengunjung pusat perbelanjaan lebih selektif dalam berbelanja dibandingkan sebelumnya.

"Pola belanjanya, satu mereka jadi lebih selektif berbelanja. Kalau gak perlu, gak belanja. Kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuan, yang unit price-nya murah, itu yang terjadi," tutur Alphonzus.

Menurutnya, penyebab dari fenomena rojali dan rohana itu terbagi dua, berdasarkan kategori konsumen. Bagi konsumen yang berasal dari masyarakat menengah ke bawah, pelemahan daya beli jadi faktornya.

"Saya kira fenomena ini yang terjadi sekarang ini lebih karena daya beli masyarakat untuk yang kelas menengah bawah," ucap Alphonzus.

Sementara itu, konsumen kelas menengah atas lebih berhati-hati dalam belanja, karena mengutamakan dananya ke investasi.

"Jadi misalkan kalau yang di kelas menengah, atas penyebabnya misalkan mereka lebih Kehati-hatian dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global, sehingga mereka belanja atau investasi," tutur Alphonzus.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us