Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Film yang Bakal Ubah Opinimu tentang Kemiskinan

Straw (dok. Netflix/Straw)
Intinya sih...
  • Bicycle Thieves (1948) mengajarkan bahwa keluar dari kemiskinan tidak hanya bermodal rajin, tapi juga memerlukan modal dan kesempatan.
  • Straw (2025) membuktikan kompleksnya konsep kemiskinan melalui kisah seorang ibu tunggal yang harus berurusan dengan polisi.
  • Man Push Cart (2005) menyoroti keterbatasan peluang dan ketidaksetaraan akses yang memengaruhi hidup seorang imigran Pakistan di Amerika Serikat.

Sempat atau masih menganggap kemiskinan berbanding lurus dengan kemalasan? Anggapan ini ternyata sudah terpatahkan lewat berbagai penelitian dan fakta empirik di lapangan. Gak perlu jauh-jauh melihat orang lain. Mayoritas yang masih tinggal dan bekerja di negara berkembang nyatanya belum memiliki kekayaan selevel dengan penduduk negara maju.

Padahal jam kerja kita relatif lebih panjang dengan jatah cuti yang juga lebih sedikit dibanding mereka. Ini saja sudah jadi bukti kalau ada banyak faktor eksternal yang memengaruhi kondisi ekonomi seseorang. Supaya makin jelas dan nyata, coba tonton delapan film berikut. Dijamin kamu bakal terdorong untuk merevisi opini pribadimu tentang kemiskinan.

1. Bicycle Thieves (1948)

Bicycle Thieves (dok. Janus Films/Bicycle Thieves)

Bicycle Thieves bisa jadi film pertama yang bisa jadi rujukan untuk memulai diskusi tentang kemiskinan. Berlatarkan Italia setelah Perang Dunia II, film berorbit pada Antonio (Lamberto Maggiorani), suami sekaligus ayah yang berhasil dapat kerja sebagai kurir bermodal sepeda ontel yang baru ditebusnya dari pegadaian. Ironis, pada hari pertamanya kerja, sepedanya dicuri. Ia pun harus berjibaku dengan waktu dan birokrasi ruwet untuk mendapatkan kembali sepeda itu. Secara tak langsung, Bicycle Thieves kalau keluar dari kemiskinan pun tak bisa hanya bermodal rajin. Ada modal dan kesempatan yang harus seseorang miliki dulu untuk bekerja, dan gak semua orang beruntung memilikinya.

2. Straw (2025)

Straw (dok. Netflix/Straw)

Setelah nonton Straw, keyakinanmu tentang korelasi miskin dan malas bakal terbantahkan. Film ini tentang Janiyah (Taraji P. Henson), ibu tunggal dengan putri yang butuh perhatian khusus karena kondisi klinis tertentu. Setiap hari, Janiyah harus melakoni peran ganda: mencari nafkah dan mengurus putrinya. Satu hari, saat sedang menuntut haknya kepada atasannya, Janiyah justru tak sengaja terlibat dalam sebuah insiden di tempat kerja. Ini memperunyam hidupnya karena Janiyah jadi harus berurusan dengan polisi. Rasa frustrasi dan gusarnya Janiyah dalam Straw benar-benar menyusup keluar layar. Setelah nonton, kamu bakal sadar betapa kompleksnya konsep kemiskinan.

3. Man Push Cart (2005)

Man Push Cart (dok. Criterion/Man Push Cart)

Keterbatasan peluang dan ketidaksetaraan akses juga mempengaruhi hidup Ahmad (Ahmad Razvi), imigran Pakistan di New York, Amerika Serikat. Film ini awalnya tampak seperti keseharian monotonnya sebagai pedagang kaki lima. Namun, beberapa detail soal hidupnya bakal mengubah perspektifmu selamanya. Mulai dari fakta bahwa ia sempat jadi penyanyi dengan prospek karier bagus di Pakistan sampai pengalamannya jadi korban rasisme gara-gara peristiwa 9/11. Dikenal sebagai penganut setia aliran realisme, sutradara Ramin Bahrami mencoba memberi Ahmad secercah harapan, tetapi dikemasnya proporsional sehingga tak kelewat utopis.

4. Shoplifters (2018)

Shoplifters (dok. Magnolia Pictures/Shoplifters)

Bergelar nomine Oscar, Shoplifters juga menyimpan banyak detail yang bisa didiskusikan. Film ini mengikuti dinamika relasi sebuah keluarga miskin di Jepang. Menariknya, seiring bergulirnya film, terungkap fakta kalau mereka sama sekali tak punya hubungan darah langsung. Mirisnya lagi, mereka punya backstory yang menjelaskan mengapa mereka bisa berada dalam kondisi sulit tersebut. Ada yang sejak kecil ditelantarkan orangtuanya, mengalami kecelakaan kerja dan tak bisa bekerja lagi, korban KDRT suaminya, dan lain sebagainya. Ketiadaan dukungan pemerintah dan akses pekerjaan yang layak untuk hidup pun mendorong mereka melakukan tindak kriminal.

5. Rosie (2018)

Rosie (dok. Element Pictures/Rosie)

Bukan malas, faktor yang bikin sebuah keluarga di Irlandia kehilangan rumahnya dalam film Rosie adalah kenaikan harga sewa yang semakin tak terjangkau. Isu ini dibahas dengan cukup gamblang dan nampol. Sang ayah dan ibu bukan pemalas, mereka punya pekerjaan dan bertanggung jawab atas kemaslahatan anak-anak mereka. Masalahnya, mereka harus berlomba dengan waktu untuk bisa segera dapat rumah. Ini mengingat pengeluaran justru akan terus membengkak bila mereka harus berpindah penginapan dan tinggal di mobil.

6. Winter's Bone (2010)

Winter's Bone (dok. Lionsgate/Winter's Bone)

Korelasi kemiskinan dengan kecanduan narkoba adalah tema utama film Winter’s Bone. Film ini berlatarkan sebuah kawasan permukiman yang kebanyakan warganya terjebak dalam adiksi zat terlarang karena kesulitan hidup. Bak lingkaran setan, korbannya adalah keturunan mereka yang harus menanggung berbagai konsekuensi fatal. Salah satunya diwujudkan oleh karakter Ree (Jennifer Lawrence), remaja 17 tahun yang harus berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan rumah yang jadi satu-satunya aset keluarganya. Ini semua gara-gara kecerobohan ayahnya yang gila narkoba.

7. Happy as Lazzaro (2019)

Happy as Lazzaro (dok. Netflix/Happy as Lazzaro)

Kebalikan dari malas, para penduduk desa di tempat Lazzaro (Adriano Tardiolo) hidup adalah petani yang rajin, tekun, dan loyal. Sayangnya, mereka terjebak dalam sistem feodal yang membuat mereka tak bisa keluar dari jurang kemiskinan itu. Anak-anak tak dapat pendidikan dan mereka dibuat tak bisa keluar dari desa itu. Sampai satu hari, pihak berwajib menemukan desa itu dan membebaskan para penduduk desa. Mirisnya, setelah bebas pun, penduduk desa tak serta merta bisa memperbaiki nasibnya.

8. City of God (2002)

City of God (dok. O2 Filmes/City of God)

City of God adalah film brilian asal Brasil yang memotret kehidupan keras di sebuah pemukiman padat penduduk di Rio de Janeiro. Dikenal dengan istilah favela, orang-orang di sana hidup tanpa dukungan langsung dari pemerintah. Sebagai konsekuensinya, sebuah sistem khusus pun terbentuk di situ. Masalahnya, sistem itu jauh dari ideal, yakni bertumpu pada kekerasan alias moto “siapa kuat, dia berkuasa”. Alhasil, penduduk dengan berbagai keterbatasan tadi pada akhirnya terpaksa berkontribusi melanggengkan sistem tak adil tersebut.

Ada banyak film yang memotret kemiskinan. Namun, 8 film di atas bisa dibilang yang paling akurat dan realistis, termasuk menyuguhkan pencerahan soal faktor-faktor yang menciptakan dan melanggengkan kemiskinan. Jadi, masih percaya kalau kemiskinan itu disebabkan kemalasan belaka?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha
EditorYudha
Follow Us