6 Alasan Orang Indonesia Jago Grammar tapi Gagal Ngobrol Lancar

- Fokus belajar hanya pada ujian tertulisSejak bangku sekolah, pelajaran bahasa Inggris di Indonesia cenderung menekankan aspek tulisan dan tata bahasa.
- Takut salah dan malu dianggap lebayBudaya malu sangat kuat dalam masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal berbahasa asing.
- Jarang mendengar bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hariBahasa adalah keterampilan yang tumbuh dari interaksi.
Banyak orang Indonesia sudah belajar bahasa Inggris sejak sekolah dasar, bahkan ada yang mulai dari taman kanak-kanak. Setelah bertahun-tahun belajar, banyak dari kita yang jago mengerjakan soal grammar, bisa membedakan antara past perfect dan present perfect, tahu kapan pakai 'who' dan kapan harus 'whom.' Namun ketika diminta ngobrol langsung dalam bahasa Inggris, mendadak lidah terasa kaku dan pikiran jadi kosong.
Fenomena ini ternyata bukan hal yang langka. Banyak pelajar dan profesional di Indonesia mengalami hal serupa, paham teori tapi gak luwes saat berbicara. Mengapa bisa begitu? Berikut enam alasan utama kenapa orang Indonesia sering hebat dalam grammar, tapi kesulitan saat harus mengobrol dengan lancar.
1. Fokus belajar hanya pada ujian tertulis

Sejak bangku sekolah, pelajaran bahasa Inggris di Indonesia cenderung menekankan aspek tulisan dan tata bahasa, terutama karena tujuan utamanya adalah menghadapi ujian. Siswa diminta mengerjakan soal pilihan ganda tentang tense, mencari kesalahan grammar, atau menyusun kalimat baku. Sayangnya, porsi untuk berbicara (speaking) sangat minim atau bahkan nyaris gak ada.
Akibatnya, kemampuan yang berkembang hanyalah kemampuan pasif, bukan aktif. Kita jadi terlatih untuk memahami struktur bahasa secara logis, tapi gak terbiasa menggunakannya dalam percakapan. Inilah yang menyebabkan banyak orang bisa menulis essay dalam bahasa Inggris, namun merasa gugup saat diminta ngobrol ringan seperti memperkenalkan diri atau bertanya arah.
2. Takut salah dan malu dianggap lebay

Budaya malu sangat kuat dalam masyarakat Indonesia, termasuk dalam hal berbahasa asing. Banyak orang merasa takut terlihat salah ucap atau takut ditertawakan karena logatnya dianggap aneh. Bahkan, ada yang khawatir dianggap 'sok bule' hanya karena berani ngomong Inggris di depan umum.
Ketakutan semacam ini justru menjadi penghambat terbesar dalam proses belajar berbicara. Padahal, kesalahan adalah bagian penting dari pembelajaran bahasa. Sayangnya, karena rasa malu itu, banyak orang memilih diam atau hanya berbicara dalam hati, bukan mempraktikkan kemampuan berbicara secara nyata. Akibatnya, meski teorinya dikuasai, kemampuan komunikatif tak berkembang.
3. Jarang mendengar bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari

Bahasa adalah keterampilan yang tumbuh dari interaksi. Sayangnya, bahasa Inggris belum menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di sebagian besar wilayah Indonesia. Kita jarang mendengar percakapan bahasa Inggris di lingkungan rumah, pasar, atau transportasi umum, berbeda dengan negara-negara bilingual yang membiasakan warganya mendengar dua bahasa sejak kecil.
Karena paparan terhadap suara dan struktur kalimat natural dalam bahasa Inggris sangat minim, otak kita gak terbiasa menangkap ritme percakapan yang wajar. Akibatnya, saat bicara, kita cenderung mengandalkan 'terjemahan dari kepala' alih-alih berbicara secara spontan. Proses ini memakan waktu dan membuat ucapan kita terdengar kaku dan gak mengalir.
4. Menghafal kosakata tanpa konteks

Banyak metode belajar yang mendorong siswa untuk menghafal daftar kosakata dalam jumlah besar. Meskipun niatnya baik, menghafal kata tanpa tahu cara menggunakannya dalam konteks nyata sering kali gak efektif. Misalnya, tahu arti kata 'nevertheless' atau 'thus,' tapi gak tahu bagaimana dan kapan memakainya dalam percakapan sehari-hari.
Bahasa adalah soal penggunaan dalam konteks, bukan sekadar penguasaan kamus. Tanpa latihan berbicara dan memahami konteks situasi, seseorang bisa tahu ribuan kata, tapi tetap bingung saat harus merangkainya menjadi kalimat spontan. Ini menyebabkan kemampuan speaking tertinggal jauh dibandingkan pemahaman teori.
5. Kebiasaan menerjemahkan langsung dari bahasa Indonesia

Saat mencoba berbicara dalam bahasa Inggris, banyak dari kita menerjemahkan setiap kalimat dari bahasa Indonesia terlebih dahulu. Sayangnya, struktur bahasa Indonesia sangat berbeda dari bahasa Inggris. Kalimat yang terdengar wajar dalam bahasa ibu bisa terdengar janggal atau bahkan gak masuk akal dalam bahasa Inggris.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia kita sering berkata, 'Saya lagi gak enak badan,' dan langsung diterjemahkan menjadi 'I’m not delicious body.' Padahal yang benar adalah 'I’m not feeling well.' Ketergantungan pada terjemahan harfiah membuat kalimat jadi canggung dan menyulitkan alur bicara. Ini juga memperlambat proses berpikir, karena harus dua kali kerja, berpikir dalam bahasa ibu lalu menerjemahkannya.
6. Kurangnya kesempatan dan dukungan untuk berlatih speaking

Gak semua orang punya akses ke lingkungan yang mendukung praktik berbicara bahasa Inggris. Di sekolah, mungkin gurunya gak punya waktu untuk memberi latihan speaking ke semua murid. Di rumah, gak ada teman bicara. Di media sosial, takut dibully kalau posting video speaking. Alhasil, kesempatan untuk melatih skill ini sangat terbatas.
Berbicara adalah keterampilan yang hanya bisa diasah dengan latihan langsung dan konsisten. Jika gak pernah dilatih secara nyata, kemampuan berbicara gak akan berkembang, meskipun kemampuan menulis dan memahami grammar sudah tinggi. Ketiadaan ruang aman dan komunitas belajar membuat banyak orang merasa belajar sendirian dan makin enggan mencoba.
Menguasai grammar saja gak cukup jika tujuannya adalah bisa berkomunikasi lancar dalam bahasa Inggris. Banyak faktor non-akademis seperti rasa percaya diri, kebiasaan, hingga lingkungan yang justru punya pengaruh besar terhadap kemampuan speaking seseorang.
Jika kamu merasa termasuk dalam kategori 'jago grammar tapi susah ngobrol,' jangan khawatir. Kamu hanya perlu mulai membiasakan diri mendengar, meniru, dan berani berbicara tanpa takut salah. Pelan-pelan, keterampilan bicaramu akan tumbuh, dan kamu akan merasa semakin nyaman saat menggunakan bahasa Inggris di situasi nyata. Semangat ya!