Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kegalauan Anak Rantau saat Anggota Keluarga sedang Sakit

ilustrasi seorang perempuan sedang bermain medsos (
ilustrasi seorang perempuan sedang bermain medsos (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Merasa bersalah karena tidak bisa mendampingi
  • Takut kehilangan tanpa sempat bertemu
  • Terpaksa menjadi kuat sendiri
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjadi anak rantau artinya siap jauh dari keluarga demi pendidikan, pekerjaan, atau masa depan. Tapi ketika kabar duka atau kondisi darurat datang dari rumah, seperti anggota keluarga yang sedang sakit, rasa galau sebagai anak rantau tak bisa dibendung.

Keterbatasan jarak, waktu, dan kondisi membuat banyak anak rantau hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, tanpa bisa hadir langsung untuk membantu. Situasi ini seringkali memunculkan pergolakan batin yang tidak semua orang pahami. Nah, berikut ini lima kegalauan anak rantau saat anggota keluarga sedang sakit. Keep scrolling!

1. Merasa bersalah karena tidak bisa mendampingi

ilustrasi seorang perempuan
ilustrasi seorang perempuan (freepik.com/freepik)

Salah satu hal paling berat adalah saat kamu tahu orangtua atau anggota keluarga sedang sakit, tapi kamu tidak bisa pulang karena pekerjaan, jarak, atau biaya. Perasaan bersalah kerap muncul, seolah-olah kamu tidak cukup hadir sebagai anak. Meski keluarga di rumah bisa memaklumi, rasa tidak tenang tetap menghantui. Anak rantau kerap mempertanyakan keputusannya. Antara harus tetap tinggal di tanah rantau atau pulang dan menetap di kampung halaman. Para anak rantau akan terus dihantui oleh rasa tidak tenang karena takut salah membuat pilihan.

2. Takut kehilangan tanpa sempat bertemu

ilustrasi berbicara dengan orangtua
ilustrasi berbicara dengan orangtua (freepik.com/freepik)

Ketika sakit yang dialami keluarga tergolong berat atau mendadak, ketakutan terbesar anak rantau adalah kehilangan orang tersayang tanpa sempat bertatap muka. Pikiran ini bisa muncul terus-menerus, apalagi jika komunikasi terbatas. Rasa panik sering muncul, terutama jika kabar terbaru tak kunjung datang atau ponsel keluarga tak bisa dihubungi. Anak rantau jadi cemas sendiri, membayangkan berbagai kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kapan saja.

3. Terpaksa menjadi kuat sendiri

Ilustrasi perempuan memakai earphone
Ilustrasi perempuan memakai earphone (freepik.com/freepik)

Jauh dari rumah berarti tidak ada pelukan ibu, tatapan tenang ayah, atau kehadiran keluarga yang bisa menguatkan. Saat ada kabar duka, anak rantau seringkali harus menahan tangis dan keluh kesah sendirian di kamar kost atau apartemen. Mereka mungkin tetap bekerja, kuliah, atau bersosialisasi seperti biasa, padahal hatinya sedang hancur. Tidak semua orang di sekelilingnya mengerti, dan itu membuat beban emosional terasa makin berat.

4. Terganggu konsentrasi di perantauan

ilustrasi seorang perempuan sedang tertekan
ilustrasi seorang perempuan sedang tertekan (freepik.com/wayhomestudio)

Mendengar kabar bahwa orangtua atau keluarga sedang sakit bisa membuat anak rantau sulit fokus pada kegiatan sehari-hari. Pikiran jadi melayang ke rumah, membuat pekerjaan atau tugas jadi terbengkalai. Kondisi ini menimbulkan rasa frustasi karena merasa tidak bisa membantu secara langsung, tapi juga tidak bisa berbuat banyak dari kejauhan. Perasaan serba salah inilah yang sering membuat anak rantau merasa tertekan dan kehilangan semangat.

5. Bimbang antara pulang atau bertahan

ilustrasi seorang perempuan galau (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
ilustrasi seorang perempuan galau (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Saat keadaan keluarga memburuk, anak rantau sering dihadapkan pada keputusan sulit yaitu haruskah pulang, atau tetap bertahan? Pulang berarti meninggalkan pekerjaan, sekolah, atau bahkan kehilangan penghasilan. Tapi tetap di perantauan berarti menahan rasa cemas yang tak menentu.

Pertimbangan logistik, keuangan, dan waktu membuat keputusan ini tidak mudah. Bahkan ketika ingin pulang, tidak semua anak rantau bisa langsung melakukannya. Keterbatasan ini semakin menambah beban psikologis.

Menjadi anak rantau memang mengajarkan banyak hal termasuk soal kehilangan, tanggung jawab, dan bagaimana menghadapi jarak dengan hati yang kuat. Kegalauan anak rantau saat anggota keluarga sedang sakit amatlah manusiawi, terutama ketika kita tidak bisa hadir secara fisik. Namun, hidup memang penuh dengan dinamika yang tak bisa kita tebak. Yang bisa kita lakukan adalah menjadi pribadi yang lebih kuat!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us