Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Dampak Oversharing yang Sering Diabaikan Padahal Bikin Kamu Capek

ilustrasi sesama perempuan sedang bercerita (pexels.com/Ron Lach)
ilustrasi sesama perempuan sedang bercerita (pexels.com/Ron Lach)

Kebiasaan oversharing sering kali menimbulkan dampak negatif secara emosional. Apalagi di era media sosial seperti ini berbagai cerita sudah seperti menjadi hal yang sulit dipisahkan dalam aktivitas sehari-hari. Rasanya seperti kurang lengkap jika tidak update story di sosmed atau menceritakannya secara langsung kepada orang lain.

Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa kebiasaan oversharing dapat membuat seseorang mudah lelah. Bahkan, rasanya begitu sulit membedakan mana sesuatu yang layak dibagikan atau sebaliknya. Berikut adalah beberapa dampak oversharing yang jarang disadari tapi dapat menguras mental diam-diam. Stay tuned!

1. Sulit menikmati momen karena terbiasa menceritakannya kepada orang lain

ilustrasi percakapan sesama perempuan (pexels.com/Tim Douglas)
ilustrasi percakapan sesama perempuan (pexels.com/Tim Douglas)

Kebiasaan oversharing sering kali membuat seseorang kehilangan momen itu sendiri. Alih-alih menikmati ketenangan, namun justru sibuk memikirkan angle foto yang tepat untuk dibagikan di media sosial. Padahal, momen seperti inilah yang terasa berharga jika kamu menikmati sepenuhnya.

Tanpa sadar, oversharing sering membuat seseorang selalu memprioritaskan validasi eksternal daripada koneksi diri yang lebih dalam. Hal inilah yang membuatmu dapat kehilangan ketenangan dalam diri. Ibaratnya, ragamu memang hadir, tapi jiwamu sedang sibuk memikirkan caption panjang sebagai pemanis konten.

2. Menyulut perbandingan sosial serta rasa iri, baik bagi diri sendiri maupun orang lain

ilustrasi dua orang sedang membicarakan temannya (pexels.com/Keira Burton)
ilustrasi dua orang sedang membicarakan temannya (pexels.com/Keira Burton)

Setiap cerita yang dibagikan tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Namun, faktanya orang lain belum tentu bisa memahami unggahan tersebut dengan tepat sekalipun niatmu memang baik. Bisa jadi momen bahagia yang kamu unggah menjadikan orang lain merasa gagal atau bahkan tertinggal.

Faktanya, hidup memang tidak semanis narasi digital. Tidak semua tawa yang mereka bagikan adalah momen abadi penuh bahagia. Mungkin saja, banyak hal yang tidak diunggah namun mereka meluapkannya dengan air mata di balik layar.

3. Kehilangan batas karena privasi kurang terjaga

ilustrasi percakapan antara dua orang (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi percakapan antara dua orang (pexels.com/Helena Lopes)

Semakin kamu terbuka pada orang lain, maka semakin sulit untuk membatasi antara yang personal dan publik. Terkadang curhat memang terasa ringan, namun jika bertemu dengan orang yang salah maka dampaknya bisa besar. Hal yang seharusnya menjadi refleksi terkadang bisa menjadi konten yang disebarkan oleh orang lain.

Batas privasi adalah sebuah bentuk perlindungan. Hal inilah yang nantinya akan memberimu ruang aman untuk mengolah emosi tanpa sorotan orang lain. Menjaga privasi bukan berarti tertutup, melainkan paham waktu dan kepada siapa kamu akan bercerita.

4. Sulit menarik dari dari eksistensi publik

ilustrasi seseorang harus tampil sempurna (pexels.com/Alexis Ricardo Alaurin)
ilustrasi seseorang harus tampil sempurna (pexels.com/Alexis Ricardo Alaurin)

Terbiasa oversharing sering kali menimbulkan rasa keterikatan terhadap versi diri yang kamu tampilkan di publik. Disinilah pikirkan menuntutmu untuk selalu tampil sempurna. Bahkan, takut jika ada yang berkomentar negatif tentang hidupmu.

Secara tidak sadar oversharing apat menciptakan tekanan tersendiri. Dituntut selalu produktif dan tampil sempurna membuatmu terlalu sibuk membangun citra daripada merawat diri sendiri. Lama-kelamaan hal inilah yang dapat menjadi beban kerena harus selalu perfect, padahal manusia juga ingin didengar atas rasa lelahnya.

Tidak semua hal harus menjadi konsumsi publik agar menjadi lebih bermakna. Oversharing memang terasa ringan di awal, namun dampak buruknya bisa mengusik rasa tenang jika tidak berhati-hati. Belajarlah lebih bijak atas pilihan hidup yang sekiranya layak dibagikan dan mana saja yang perlu di simpan sendiri. Sebab, terkadang rasa tenang justru akan didapatkan jika kita tidak bergantung pada validasi orang lain.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us