Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pernah Diabaikan Secara Emosional? 6 Hal Ini Akan Membantu Pemulihanmu

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)

Diabaikan secara emosional saat kecil bukanlah sesuatu yang mudah dilupakan. Ketika kebutuhan emosional tidak direspons oleh orang tua atau pengasuh, anak bisa tumbuh menjadi dewasa yang merasa hampa, tidak mampu mengenali perasaannya sendiri, bahkan kesulitan menjalin koneksi yang sehat dengan orang lain.

Namun kabar baiknya, pemulihan dari luka ini sangat mungkin dilakukan lewat kebiasaan-kebiasaan sederhana tapi bermakna. Untuk membantu proses pemulihan, berikut enam kebiasaan sehat yang bisa kamu praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Cek, yuk!

1. Sadari dan rasakan emosimu sendiri

ilustrasi seorang anak menangis sendirian (pexels.com/pixabay)

Saat tumbuh dalam lingkungan yang cuek terhadap emosi, kamu terbiasa menekan apa yang kamu rasakan. Maka dari itu, langkah pertama dalam pemulihan adalah menyambut kembali emosi ke dalam hidupmu. Latih diri untuk memperhatikan apa yang kamu rasakan dalam berbagai situasi—marah, sedih, cemas, atau senang.

“Pengabaian emosional kronis dapat membentuk pola emosional seseorang saat dewasa, memengaruhi harga diri, dan merusak kemampuan dalam menjalin hubungan interpersonal,” kata Daniel Rinaldi, MHC, seorang terapis, dilansir Verywell Mind.

Dengan menjadi lebih sadar akan perasaanmu, kamu bisa belajar menangkap pesan yang disampaikan emosi tersebut. Hal ini penting agar kamu bisa membuat keputusan yang lebih otentik dan mengenal dirimu dengan lebih dalam. Kesadaran emosional adalah fondasi dari koneksi yang sehat dengan diri sendiri maupun orang lain.

2. Dengarkan suara hatimu sebelum mendengarkan orang lain

ilustrasi seorang anak perempuan bersedih (pexels.com/liza-summer)

Karena terbiasa mengabaikan diri sendiri, kamu mungkin sering mengandalkan pendapat orang lain untuk mengambil keputusan. Kebiasaan ini membuatmu tidak percaya pada intuisi sendiri. Untuk itu, biasakan menanyakan pendapat pada dirimu sendiri dulu sebelum mendengar orang lain.

Kamu tetap boleh meminta saran atau referensi dari luar, tapi pastikan keputusan akhirnya adalah milikmu sendiri. Percayalah bahwa kamu bisa menjadi sumber jawaban terbaik untuk hidupmu.

3. Carilah hal-hal yang memberi rasa senang

ilustrasi makan bersama (pexels.com/fauxels)

Salah satu dampak pengabaian emosional adalah ketidakmampuan merasakan kenikmatan atau kesenangan. Penelitian dari Duke University menemukan bahwa anak-anak yang mengalami pengabaian memiliki bagian otak bernama ventral striatum yang kurang berkembang, bagian ini berfungsi memproses rasa reward atau kepuasan. Namun kabar baiknya, bagian ini bisa dilatih dan ditumbuhkan di masa dewasa.

“Usaha untuk menyembuhkan luka ini adalah tanda keberanian, dan itu bisa dilakukan di usia berapa pun,” jelas Aurisha Smolarski, LMFT, pendiri Cooperative Coparenting, dilansir Verywell Mind.

Caranya adalah dengan menyadari dan memperhatikan apa yang membuatmu merasa senang. Jangan ragu untuk menjadwalkan hal-hal menyenangkan ke dalam harimu, sekecil apa pun itu. Meluangkan waktu untuk kesenangan bukan egois, justru merupakan bentuk perawatan diri yang penting untuk kesehatan mentalmu.

4. Belajar mengatur impuls dengan sadar

ilustrasi seorang ayah yang menenangkan anaknya bersedih (pexels.com/pavel-danilyuk)

Emosi yang tidak diatur sejak kecil bisa membuatmu bertindak impulsif saat dewasa. Kamu mungkin sering mengambil keputusan secara emosional tanpa berpikir panjang, lalu menyesal di kemudian hari. Untuk itu, penting belajar menunda reaksi dan melatih pengendalian diri.

Mengatur impuls bukan berarti menekan emosi, melainkan memberikan ruang agar kamu bisa memilih respons terbaik. Coba praktikkan teknik seperti pernapasan dalam atau grounding saat merasa kewalahan.

5. Bangun kebiasaan berbicara pada diri sendiri secara positif

ilustrasi menenangkan diri (pexels.com/freestockpro)

Self-talk atau berbicara pada diri sendiri bisa menjadi alat yang ampuh untuk melewati situasi sulit. Alih-alih mengkritik diri saat gagal, cobalah mengatakan kalimat-kalimat positif seperti “Aku bisa melewatinya” atau “Perasaanku valid dan berharga.” Kata-kata ini terdengar sederhana, tapi bisa sangat menenangkan dalam momen-momen rentan.

Self-talk bukan sekadar afirmasi kosong, melainkan latihan untuk membangun kembali hubungan yang suportif dengan dirimu sendiri. Kamu sedang belajar menjadi sosok pendukung yang mungkin dulu tidak kamu miliki saat kecil.

Menurut Ethan Kross, profesor psikologi di University of Michigan, dilansir New York Times, ketika kita berbicara kepada diri sendiri, kita sedang mencoba melihat situasi secara lebih objektif. Selain itu, berbicara pada diri sendiri secara sehat juga dapat meningkatkan regulasi emosi dan mengurangi stres.

6. Belajar mengatakan “tidak” sebagai bentuk batasan diri

ilustrasi barista dan planggan (pexels.com/olly)

Orang yang mengalami pengabaian emosional sering kesulitan mengatakan “tidak” karena takut dianggap egois atau tidak menyenangkan. Padahal, mengatakan “tidak” adalah bentuk penting dari menetapkan batas sehat. Kamu tidak perlu merasa bersalah karena menolak sesuatu yang mengganggu kenyamananmu.

Semakin sering kamu melatih kemampuan ini, semakin mudah rasanya menetapkan batasan dalam hubungan. Ingat, kamu berhak memilih apa yang kamu inginkan dan tidak inginkan dalam hidupmu.

Menghadapi luka akibat pengabaian emosional memang butuh waktu. Tapi bukan berarti kamu harus terus terjebak di masa lalu. Dengan membangun kebiasaan yang sehat dan penuh kasih, kamu bisa pulih dan belajar menyayangi dirimu sendiri mulai hari ini.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us