DPR Desak Dukcapil Pecat Pegawai Terlibat Perdagangan Bayi ke Singapura

- Pelaku harus dipecat secara tidak hormat
- Kemendagri diminta ambil langkah tegas dan melakukan audit internal
- Modus dan kronologi sindikat perdagangan 25 bayi ke Singapura
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, menyangkan adanya kasus keterlibatan pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dalam jaringan perdagangan bayi lintas negara.
Politikus PKB itu mengatakan, keterlibatan aparatur negara dalam praktik kejahatan kemanusiaan merupakan pengkhianatan terhadap amanat undang-undang dan kepercayaan publik.
1. Pelaku harus dipecat secara tidak hormat

Indrajaya mendorong agar pelaku di lingkungan Dukcapil itu harus dipecat secara tidak hormat, dan mendapat hukuman berat. Menurutnya, perdagangan bayi ini adalah kasus kejahatan serius.
“Perdagangan bayi adalah kejahatan serius. Apalagi jika dilakukan oleh pegawai Dukcapil yang seharusnya menjaga data kependudukan. Tidak ada alasan untuk mentolerir. Mereka harus dipecat secara tidak hormat dan dihukum seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku,” kata dia dalam keterangannya, dikutip Selasa (22/7/2025).
2. Kemendagri diminta ambil langkah tegas dan melakukan audit internal

Menurut Indrajaya, kasus ini bukan hanya mencoreng integritas Dukcapil, tetapi juga berpotensi merusak sistem administrasi kependudukan yang menjadi basis pelayanan publik.
Dia mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama pemerintah daerah, untuk segera mengambil langkah tegas, termasuk melakukan audit internal dan memperketat pengawasan terhadap seluruh jajaran Dukcapil, agar kejadian serupa tidak terulang.
“Ini harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh. Jangan sampai ada celah yang dimanfaatkan oknum untuk kepentingan kriminal,” tutur Indrajaya.
3. Modus dan kronologi sindikat perdagangan 25 bayi ke Singapura

Sebelumnya, sindikat perdagangan bayi asal Jawa Barat ke Singapura telah diungkap Polda Jabar. Kasus ini mulanya diungkap berdasarkan laporan dari salah seorang keluarga yang akan melakukan jual beli dengan tersangka.
Dalam kasus ini, sebanyak 13 orang dan tiga daftar pencarian orang (DPO) dinyatakan sebagai tersangka. Kabid Humas Polda Jawa Barat, Hendra Rochmawan membeberkan modus dan kronologi perdagangan bayi ilegal ke Singapura ini. Dia mengatakan, kejadian ini terungkap sejak awal April 2025. Tepatnya pada 3 April 2025, pelapor berinisial DH masuk ke grup Facebook Adopsi Harapan Amanah. Kemudian pada 4 April 2025, pelapor menemukan unggahan akun lain yang mencari bayi untuk diadopsi.
"Isi postingannya adalah saya adopter mencari bayi yang persyaratannya gak ribet. Kemudian pelapor menanggapi di kolom postingan atas tersebut. Ada L bulan April jika laki-laki. Ini pada postingan-nya dideteksi oleh penyidik pada pukul 20.55 WIB," kata Hendra di Mapolda Jabar, Kamis, 17 Juli 2025.
Saat itu, tersangka Astri Fitrinika, 26 tahun, atau AF melihat komentar pelapor dan mengirim pesan Facebook untuk menanyakan syarat adopsi. Setelah itu, berlanjut dengan bertukar nomor telepon hingga percakapan pun lebih intens terjadi via apliasi WhatsApp.
Kemudian pada 5 April 2025, Hendra memaparkan, tersangka AF bersamaan dengan tersangka NY datang ke rumah pelapor untuk membicarakan proses adopsi.
"Tersangka AF mengaku ingin mengadopsi bayi tersebut untuk tujuan pribadi, dengan alasan sudah menikah lama dan belum dikaruniai anak. Ini modusnya seperti itu," katanya.
Selanjutnya, pada 6 April 2025, tersangka AF membawa istri pelapor ke bidan untuk diperiksa kandungan yang saat itu sudah pembukaan tiga. Sore harinya, lanjut Hendra, tersangka AF bersama dengan tersangka NY datang ke bidan untuk mendampingi proses lahiran.
Pada 9 April 2025, tersangka AF bersamaan dengan tersangka NY datang ke rumah untuk mengambil bayi yang kemudian diserahkan kepada tersangka DHH. Tersangka DHH sudah membawa saudari C, seorang klien yang hendak mengadopsi dengan membayar Rp11 juta kepada AF yang pembagiannya Rp5 juta kepada korban, Rp2,3 juta untuk membayar biaya persalinan, Rp600 ribu transfer transportasi pelapor ke bidan, dan Rp300 ribu upah tersangka DHH," jelasnya.
Setelah itu, Rp400 ribu diberikan sebagai upah tersangka YN; Rp60 ribu biaya periksa bidan; Rp50 ribu tersangka AF memberi kepada istri pelapor; dan Rp2,2 juta untuk tersangka AF. Total seluruhnya berkisar di angka Rp11 juta.
"Tersangka AF telah diamankan di rumahnya di Kabupaten Bandung, dan sejak 3 Juli 2025 tersangka telah dilakukan penahanan di Polda Jabar. Selanjutnya YN, DHH dan EM diamankan 6 Juli 2025," tuturnya.
Berdasarkan fakta-fakta di lapangan, bayi itu oleh tersangka lainnya dipindahkan ke Pontianak untuk dibuatkan dokumen yang berkaitan dengan jati diri bayi, seperti akta dan paspor. Dan di sana ditemukan banyak bayi lainnya dengan modus serupa.
Adapun selama berada di penampungan di Pontianak, bayi-bayi tersebut diasuh beberapa pengasuh yang berada di bawah kendali dua tersangka lainnya.
"Pengasuh-pengasuh tersebut mendapatkan bayaran Rp2,5 juta dan Rp1 juta untuk biaya anaknya tersebut.
Selain membuat akte lahir, paspor, dan dokumen, proses pembuatan dokumen tersebut tersangka berinisial S memalsukan surat keterangan lahir dan KK. Selanjutnya, S turut mencarikan orangtua kandung palsu untuk bayi dengan cara memasukkan identitas bayi dalam KK orang, maupun menjadi orangtua palsu.
"Honor atau imbalan yang diberikan ke oran tua palsu antara Rp5-6 juta. Kemudian bayi-bayi ini selanjutnya diadopsi secara ilegal di Singapura," katanya.
Sementara, 13 tersangka ini antaralain Siu Ha alias Eni (59 tahun) berperan sebagai agen pembuat dokumen palsu dan pencari orangtua palsu; Maryani (33 tahun) perantara atau penampung; Yenti (37 tahun) penampung; Yenni (42 tahun) penampung dan pengasuh bayi; Djap Fie Khim (52 tahun) pengantar ke Singapura dan pengasuh bayi; Anyet (26 tahun) pengantar ke Singapura dan pengasuh bayi; hingga Fie Sian (46 tahun) pengantar ke Singapura dan pengasuh Bayi, Devi Wulandari (26 tahun) pengantar ke Singapura sekaligus pengasuh.
Ada pula Anisah (31 tahun) pengantar ke Singapura pengasuh bayi dan orangtua palsu; A Kiau (58 tahun) pengantar dari Jakarta ke Kalimantan dan pengasuh bayi; Astri Fitrinika (26 tahun) perekrut bayi; Djaka Hamdani Hutabarat (35 tahun) perekrut bayi, Elin Marlina (38 tahun) perekrut bayi.
Meski 13 pelaku tersebut sudah ditangkap, sebenarnya ada tiga tersangka lainnya di luar jumlah tersebut yang statusnya masih buron. Ketiganya ialah Lie Siu Luan alias Lili alias Popo (69 tahun) yang berperan sebagai agen Indonesia; Wiwit perantara; dan Yuyun Yuningsih (46 tahun) perekrut bayi.
Jika dilihat berdasarkan bagan alur kasus ini, Lie Siu Luan merupakan pihak yang banyak berperan dan turut memberikan gaji kepada para pengasuh hingga perekrut bayi-bayi tersebut.