Kisah dan Fakta di Balik Koridor 9 Transjakarta Disebut Jalur Terkutuk

- Penumpang Koridor 9 mengalami kesulitan
- Banyak pengalihan rute dan kecelakaan truk terguling
- Koridor 9 sudah dikaji, tapi masih sering terganggu
Jakarta, IDN Times - Koridor 9 TransJakarta (Pluit-Pinang Ranti) kembali menjadi sorotan tajam publik, bahkan sempat viral di media sosial. Jalur ini seakan tak lepas dari insiden dan gangguan layanan, mulai dari pembatas jalur yang hancur ditabrak, truk terguling yang memblokir jalan, hingga pengalihan rute mendadak yang membuat layanan terganggu berulang kali.
Berdasarkan data resmi PT TransJakarta, sejak awal Juli hingga pertengahan Agustus 2025, jalur Koridor 9 setidaknya tujuh kali terganggu berbagai insiden. Gangguan paling sering disebabkan kendaraan pribadi dan truk yang menabrak pembatas (separator) atau median beton (MCB), serta pekerjaan perbaikan jalur. Lokasi yang terdampak mencakup Halte Kemanggisan, Tanjung Duren, Jembatan Tiga, Kota Bambu, Tebet Eco Park, dan Ciliwung.
Salah satu insiden yang paling banyak menyita perhatian terjadi pada 22 Juli 2025. Sebuah truk terguling di dekat Halte Tebet Eco Park setelah menabrak MCB, menyebabkan layanan arah Pinang Ranti tidak melayani halte Tebet Eco Park dan Cikoko. Foto dan video kejadian ini tersebar luas di platform X dan Instagram, memicu keluhan penumpang yang harus mencari transportasi alternatif.
Masalah serupa kembali muncul pada 13 Agustus 2025. PT TransJakarta mengumumkan pengalihan rute arah Pinang Ranti akibat pekerjaan perbaikan jalan di Jalan Layang Jembatan Dua. Layanan sementara tidak berhenti di Halte Jembatan Tiga dan Jembatan Dua.
Gangguan ini membuat resah penumpang TransJakarta, bahkan ada yang menyebut jalur ini 'Jalur Terkutuk', terutama di jam pulang kerja.
1. Menangis di dalam bus

Penumpang setia jalur Koridor 9, Benedicta menceritakan salah satu pengalaman buruk saat naik TransJakarta Koridor 9.
Saat itu hujan deras mengguyur Jakarta. Jarum jam sudah melewati pukul 19.00, namun Benedicta masih berdiri di dalam bus TransJakarta Koridor 9, rute Pluit-Pinang Ranti.
Badannya lelah selepas bekerja seharian, pun kakinya tak mendapat kesempatan beristirahat. Bus tak bergerak. Macet mengunci kawasan Pancoran.
“Dua jam saya berdiri. Hujan deras, badan capek, nggak ada tempat duduk. Saking nggak kuatnya, saya sampai nangis,” ucapnya saat berbincang kepada IDN Times, Rabu (13/5/2025).
Benedicta juga mengeluhkan banyak pengalihan rute di Koridor 9 akibat berbagai peristiwa. Salah satu saat ada truk terbalik yang menghalangi jalur. Akibatnya ia harus turun di halte yang belum menjadi tujuannya.
"Saya jadi naik ojek kan lebih mahal. Kalau ikut bus yang dialihkan rute akan lebih makan waktu di jalan," katanya.
2. Azzahra sebut jalur terkutuk

Benedicta bukan satu-satunya. Azzahra, warga Cawang, pun punya cerita yang membuatnya enggan melupakan perjalanan di Koridor 9 sepulang kerja dari daerah Petamburan. Dia pernah terjebak saat perjalanan dari Semanggi menuju Pancoran. Selama 30 menit bus tak bergeser sedikit pun.
“Buat saya, koridor 9 itu jalur terkutuk. Padahal pulang kerja kita cuma mau cepat sampai rumah. Saat itu pingin banget turun tapi tidak bisa," ujarnya, kesal.
Azzahra berharap jalur TransJakarta bisa steril dan memiliki jalur sendiri karena di beberapa titik jalur TransJakarta harus berbaur dengan pengguna kendaraan lain, seperti di Jalan Gatot Subroto. Akibatnya, penumpang bus TransJakarta juga merasakan macet saat jam sibuk, terutama saat pulang kerja.
"Busnya banyak dan headway cepat tapi selalu penuh. Jadi jalur kalau bisa steril semuanya jangan dicampur," ujarnya.
3. Insiden didebankan human error

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, Koridor 9 memiliki panjang lintasan total dua arah 55,57 kilometer. Dari total tersebut, sebanyak 23,19 kilometer atau 41,73 persen sudah dilengkapi separator khusus untuk jalur bus Transjakarta.
Berdasarkan laporan PT Transjakarta, sejumlah kecelakaan lalu lintas terjadi di koridor ini pada waktu yang bervariasi, baik siang maupun malam. Mayoritas insiden melibatkan kendaraan berat seperti truk yang menabrak separator.
“Penyebab utamanya adalah human error, seperti kelelahan, mengantuk, hingga tidak membawa dokumen identitas kendaraan dan legalitas mengemudi. Untuk kondisi lingkungan, penerangan jalan sudah tersedia,” jelas Syafrin, saat dikonfirmasi IDN Times, Rabu, 13 Agustus 2025.
4. Tindakan Dishub DKI

Sebagai tindak lanjut hasil evaluasi bersama, Dishub dan PT Transjakarta telah melakukan penanganan di sejumlah titik rawan dengan memasang tujuh rambu chevron di ujung separator, antara lain di Gerbang Tol Semanggi, MT Haryono Signature Park, RS Dharmais, DPR RI, Halte Gerbang Pemuda, Exit Tol Cawang Halim, dan Halte Pancoran.
"Kami juga memasang paku marka jalan solar cell di ujung separator RS Tebet,” ujarnya.
Syafrin mengimbau para pengendara agar selalu mematuhi rambu lalu lintas, menjaga jarak aman, fokus berkendara, menyesuaikan kecepatan, dan memahami karakteristik jalan.
“Kedisiplinan pengguna jalan adalah kunci untuk menghindari kecelakaan lalu lintas,” tegasnya.
5. Jalur Koridor 9 sudah dikaji

Pengamat transportasi sekaligus Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Ki Darmaningtyas banyaknya insiden kendaraan yang menabrak separator di jalur Koridor 9 Transjakarta adalah kelalaian pengendara.Meski demikian, Darmaningtyas menyarankan agar ujung separator terutama di halte diberikan tanda khusus.
“Kalau separator ditabrak kan bukan salahnya separator, tapi salahnya yang nabrak. Namun memang sebaiknya di ujung separator, terutama yang masuk, sebaiknya dicat putih supaya kalau malam tampak. Dengan begitu bisa meminimalisir penabrakan,” kata Darmaningtyas, Sabtu (16/8/2025).
Ia menyebut, jalur Transjakarta Koridor 9 sudah sesuai karena dilakukan kajian sebelum diterapkan. Termasuk dalam layanan, Transjakarta sudah melakukan sejumlah modifikasi layanan.
“Misalnya ada layanan PGC–Grogol. Jadi orang yang mau melakukan perjalanan sampai Grogol saja bisa naik 9A. Nah, itu sebetulnya bisa mengurangi pengguna koridor 9,” katanya.
Meski begitu, ia mengingatkan, masalah kemacetan di jalur Transjakarta harus menjadi perhatian serius. Menurut dia, pembenahan jalur Transjakarta membutuhkan sinergi antara Dinas Perhubungan dan kepolisian.
“Kalau soal kemacetan, saya kira itu kewenangan Dinas Perhubungan dan kepolisian untuk menciptakan sterilisasi jalur Transjakarta. Memang sebaiknya jalur Transjakarta harus steril. Jadi tidak boleh lagi campur aduk seperti sekarang. Sebab kalau mixed traffic, selain waktu tempuhnya tidak jelas, juga bikin pusing pengemudi. Probabilitas terjadinya pelanggaran lalu lintas pun sangat besar,” jelasnya.