Siapa Saja yang Bertanggung Jawab Kerusuhan Mei, Ini Kata Hermawan Sulistyo

- Para pejabat yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa kerusuhan Mei 1998, termasuk Prabowo, Wiranto, dan Pangdam Jaya.
- Tidak ada satu pun nama dalam laporan TGPF yang diadili terkait peristiwa Mei 1998. Bahkan Prabowo hanya disidang karena penculikan aktivis, bukan kerusuhan.
- Presiden ke-3 BJ Habibie ikut berutang budi kepada Soeharto dan mencegah proses peradilan atas tindak kejahatan mantan Presiden tersebut.
Jakarta, IDN Times - Ketua tim asistensi TGPF peristiwa Mei 1998, Hermawan Sulistyo mengungkap sejumlah nama yang seharusnya bertanggung jawab dalam tragedi memilukan 27 tahun lalu itu. Beberapa nama sudah sempat disebut di dalam laporan akhir TGPF Mei 1998 dan sudah dimintai kesaksiannya. Namun, Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab) ketika itu, Jenderal (Purn) Wiranto tidak disebut ikut dimintai kesaksiannya.
"Itu numpang banyak kalau ditanya siapa yang harus bertanggung jawab. Banyak yang harus bertanggung jawab. Prabowo jelas, Wiranto jelas," ujar Hermawan ketika berbicara di program 'Real Talk' With Uni Lubis 1000 Persen Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan dan tayang di YouTube IDN Times pada 20 Juni 2025 lalu.
Meski begitu, Hermawan tak menampik Wiranto mengaku keberatan namanya ikut disebut-sebut bertanggung jawab terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998 lalu. Bahkan, instansi ABRI turut dikaitkan dalam peristiwa 27 tahun lalu.
Pria yang akrab disapa Kiki itu menyebut keterlibatan Wiranto lantaran ia tidak melakukan apapun ketika kerusuhan terjadi. Dia malah membiarkan Jakarta ketika itu porak-poranda akibat kerusuhan.
"Dia gak ngapa-ngapain kok. Padahal, dia bisa lakukan itu (untuk meredam). Kerusuhan dan pelanggaran HAM itu kan ada dua by commission atau by ommission. Melakukan pelanggaran HAM atau kerusuhan, itu sudah pasti tindak kejahatan. Tapi, dia pada fungsi dan posisi untuk mengamankan, tidak melakukan fungsi itu, itu juga kejahatan HAM," tutur dia.
1. Para pejabat yang dianggap bertanggung jawab pada peristiwa kerusuhan Mei 1998

Lebih lanjut, ketika Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis menegaskan kembali siapa saja individu yang seharusnya dimintai pertanggung jawabannya terkait peristiwa kerusuhan Mei 1998, Hermawan hanya menyebut jabatan para individu ketika itu. Ia menyebut Pangdam Jaya, Pangkostrad hingga Panglima ABRI.
"Semua lah ketika itu bertanggung jawab. Siapa yang menjabat Pangdam Jaya ketika itu? Siapa yang jadi Pangkostrad? siapa yang jadi Panglima ABRI? Panglima ABRI ketika itu turut menyangkut polisi ya waktu itu. Itu aja semua. Nama-namanya ada semua (di laporan TGPF)," kata Hermawan.
Berdasarkan laporan TGPF, Pangdam Jaya pada 1998 dijabat oleh Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Kemudian, Panglima ABRI diisi oleh Jenderal TNI Wiranto dan Pangkostrad ketika itu dijabat oleh Letjen TNI Prabowo Subianto.
Ketiga individu itu kini berada di lingkar kekuasaan saat ini. Bahkan, Prabowo kini menjabat sebagai Presiden ke-8 Indonesia. Berikut daftar lengkap individu yang dimintai kesaksiannya oleh tim yang dipimpin oleh Hermawan:
Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin (Pangdam Jaya)
Mayjen Pol Hamami Nata (Kapolda Meto Jaya saat terjadi kerusuhan)
Mayjen TNI Sutiyoso (Gubernur DKI Jakarta)
Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim (KaBIA)
Mayjen TNI (Mar) Soeharto (Dankomar)
Letjen TNI Prabowo Subianto (Pangkostrad pada saat kerusuhan)
Fahmi Idris (Tokoh masyarakat)
Brigjen TNI Sudi Silalahi (Kastaf Kodam Jaya)
Kol Inf Tri Tamtomo (Asops Kodam Jaya)
Jenderal TNI Subagyo HS (KASAD)
2. Tidak pernah ada yang diadili dalam peristiwa Mei 1998

Hermawan pun menyebut tidak ada satu pun nama di dalam laporan akhir TGPF itu yang berhasil diseret ke meja hijau. Prabowo pun disidang di Dewan Kehormatan Perwira karena terbukti terlibat dalam penculikan aktivis pro demokrasi pada Mei 1998.
"Iya, Prabowo disidang dalam konteks penculikan (aktivis) bukan (kerusuhan) Mei 1998," kata Hermawan.
Ia menambahkan muara peristiwa Mei 1998 adalah mantan Presiden Soeharto. Namun, ketika itu tidak ada yang berani secara terang-terangan menyebut Soeharto.
"Karena kan semua orang utang budi sama Pak Harto. Ada yang dijadikan Panglima, dijadikan Pangdam, dan segala macam. Jadi, mereka semua (memegang prinsip) mikul duwur mendem jero. Jadi, mendem," tutur dia.
3. Presiden ke-3 BJ Habibie ikut berutang budi ke Soeharto

Hermawan pun menyayangkan proses peradilan bagi mantan Presiden Soeharto tidak pernah terwujud. Padahal, ruang persidangannya sudah disiapkan di Kementerian Pertanian. Tetapi, presiden ketika itu, BJ Habibie mencegah agar Soeharto tidak diadili atas tindak kejahatannya selama 32 tahun memimpin.
"Termasuk BJ Habibie kan utang budi kepada Pak Soeharto," kata Hermawan.
Ia juga mengamini pernyataan Uni Lubis soal laporan investigasi yang pernah dilakukannya ketika mengungkap kebocoran pembicaraan telepon antara Presiden ke-3 BJ Habibie dengan mantan Jaksa Agung, Muhammad Andi Ghalib. Habibie ketika itu terungkap meminta kepada Jagung Ghalib agar persidangan terkait kasus korupsi Soeharto tidak dibuka.
"Betul, sampai sekarang Presiden Soeharto tidak pernah diadili. Alasannya pun aneh, sakit. Kondisi sakitnya pun berlangsung selama 9 tahun. Masak sakit gak pernah ada sembuhnya? Apalagi penyakitnya bukan tipikal penyakit permanen yang gak bisa disembuhkan," tutur dia.