Stafsus Nadiem, Fiona Handayani Pulang Usai Hampir 11 Jam Diperiksa

- Fiona Handayani selesai diperiksa selama hampir 11 jam sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbud.
- Fiona total dicecar 70 pertanyaan dalam empat kali pemeriksaan terkait komunikasi dengan empat tersangka Chromebook.
- Kejagung menetapkan empat tersangka, termasuk dua yang ditahan di rutan karena diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,9 triliun.
Jakarta, IDN Times - Staf khusus (stafsus) mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim, Fiona Handayani akhirnya selesai menjalani pemeriksaan keempat kalinya sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbud pada hari ini (5/8/2025).
Pantauan IDN Times, Fiona menjalani pemeriksaan selama hampir 11 jam sejak datang pukul 09.00 hingga keluar Gedung Bundar, Kejagung pukul 19.55 WIB.
Pengacara Fiona, Indra Haposan Sihombing menjelaskan, dalam pemeriksaan ini kliennya didalami soal komunikasi antara Fiona dengan empat tersangka kasus Chromebook.
“Jadi bagaimana komunikasinya selama bekerja, kemudian ya hanya sebatas bagaimana bentuk komunikasi selama bekerja dalam pemilihan Chromebook,” kata Indra di samping Fiona setelah pemeriksaan.
Selama empat kali pemeriksaan, Fiona total dicecar 70 pertanyaan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW), Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL).
Kemudian, Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS) dan Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengatakan, dua tersangka, yakni Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, ditahan di rutan. Sementara Ibrahim menjadi tahanan kota karena memiliki sakit jantung dan Jurist Tan masih berada di luar negeri.
Kasus ini disebut berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan pada 2019-2022 dan diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,9 triliun. Kejagung menjerat keempat tersangka dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.