Hizbullah Tolak Lucuti Senjata Sampai Israel Mundur dari Lebanon

Jakarta, IDN Times - Pemimpin Hizbullah, Naim Qassem, menyatakan kelompoknya tidak akan melucuti senjata sampai Israel menarik seluruh pasukannya dari Lebanon selatan. Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah pidato pada Minggu (6/7/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Asyura.
Sikap tersebut merupakan respons atas meningkatnya tekanan internasional dan domestik untuk pelucutan senjata. Sementara itu, Israel masih rutin menyerang Lebanon meskipun ada gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat (AS) sejak November 2024.
1. Syarat Hizbullah sebelum memulai pelucutan
Hizbullah mensyaratkan penarikan penuh pasukan Israel dari lima titik perbatasan strategis yang saat ini masih diduduki. Selain itu, kelompok tersebut menuntut penghentian total semua serangan udara yang terus dilancarkan oleh Israel.
Syarat lainnya mencakup pembebasan para tahanan Lebanon serta dimulainya proses rekonstruksi di wilayah yang terdampak perang. Qassem menyebut pemenuhan semua syarat ini sebagai tahap pertama sebelum diskusi lebih lanjut bisa dilakukan.
Qassem juga menolak segala bentuk normalisasi hubungan dengan Israel di masa depan. Ia mengatakan kelompoknya tidak akan menjadi bagian dari upaya untuk melegitimasi pendudukan Israel di Lebanon dan kawasan sekitarnya.
"Bagaimana kami bisa menghadapi Israel ketika ia menyerang kami jika kami tidak memiliki senjata? Siapa yang akan mencegah Israel memasuki desa-desa dan membunuh kaum muda, wanita serta anak-anak di dalam rumah mereka kecuali kami memiliki senjata dan kemampuan yang setidaknya mampu melakukan pertahanan?" tanya Qassem, dilansir CTV News.
2. Israel ribuan kali melanggar gencatan senjata dengan Lebanon
Gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 dilaporkan sangat rapuh. Otoritas Lebanon mengungkap adanya hampir 3 ribu pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Israel sejak perjanjian tersebut ditandatangani, dilansir Anadolu Agency.
Serangan Israel ini telah menimbulkan korban jiwa yang signifikan. Setidaknya 250 orang tewas dan lebih dari 500 lainnya mengalami luka-luka di pihak Lebanon.
Israel juga belum mematuhi kewajibannya untuk menarik pasukan secara penuh. Menurut perjanjian, Israel seharusnya sudah melakukan penarikan sejak Januari lalu.
"Bagaimana Anda bisa mengharapkan kami untuk tidak berdiri tegar sementara Israel melanjutkan agresinya, terus menduduki lima titik, dan terus memasuki wilayah kami dan membunuh? Kami tidak akan menjadi bagian dari legitimasi pendudukan di Lebanon dan kawasan ini," ujar Qassem, dilansir Al Jazeera.
3. Agresi Israel menghambat pelucutan
Di tengah situasi ini, AS terus menekan Hizbullah untuk segera melucuti senjata. Utusan khusus AS, Tom Barrack, dijadwalkan mengunjungi Beirut untuk membahas rencana tersebut secara langsung.
Pemerintah Lebanon sendiri berada dalam posisi yang sulit, meskipun setuju semua senjata memang harus berada di bawah kendali negara. Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengatakan kepada pejabat Inggris bahwa pendudukan Israel telah mempersulit upaya penegakan kedaulatan dan proses pelucutan senjata.
Aoun juga menggambarkan isu pelucutan senjata ini sebagai masalah yang sangat sensitif dan rumit. Menurutnya, penyelesaian isu tersebut memerlukan dialog berkelanjutan serta terciptanya kondisi politik yang tepat dan kondusif.