Ribuan Warga Kamboja Demo Dukung Pemerintah di Tengah Sengketa Perbatasan

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Kamboja memadati jalanan Phnom Penh pada Rabu (18/6/2025) untuk mendukung pemerintah menghadapi sengketa perbatasan dengan Thailand yang kian memanas.
Ketegangan meningkat setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan bersenjata di perbatasan pada Mei lalu, memicu krisis diplomatik dan militer antara kedua negara.
Aksi bertajuk "Solidarity March" ini melibatkan pelajar, biksu, dan pejabat, yang mengibarkan bendera nasional dan membawa potret Perdana Menteri Hun Manet serta mantan Perdana Menteri Hun Sen. Aksi ini mencerminkan semangat nasionalisme tinggi di tengah upaya Kamboja menggugat Thailand ke Mahkamah Internasional (ICJ).
1. Sengketa lama yang kembali memanas
Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand telah berlangsung puluhan tahun, terutama di sepanjang garis 820 kilometer yang belum sepenuhnya disepakati. Insiden terbaru terjadi pada Selasa (27/5/2025) di kawasan Emerald Triangle, pertemuan perbatasan Kamboja, Thailand, dan Laos.
Seorang tentara Kamboja tewas dalam baku tembak yang memicu saling tuding antara kedua negara. Kamboja menuduh Thailand melakukan agresi, sementara Thailand mengklaim bertindak membela diri.
Wilayah sengketa meliputi empat lokasi utama, termasuk kuil kuno Ta Moan Thom, Ta Moan Tauch, Ta Krabei, dan area Mom Bei. Kamboja merujuk pada peta kolonial Prancis tahun 1907, sementara Thailand menolaknya karena dianggap tidak akurat. Konflik serupa juga pernah pecah pada 2008 dan 2011, menewaskan puluhan orang dan menyebabkan pengungsian massal.
“Kami tidak menginginkan perang, tapi kami wajib mempertahankan kedaulatan. Mengajukan sengketa ke ICJ adalah cara terbaik menjaga perdamaian dan hubungan baik dengan Thailand,” ujar Perdana Menteri Hun Manet, dikutip dari Channel News Asia.
2. Dukungan rakyat menguat
Unjuk rasa pada Rabu (18/6/2025) dipimpin Wakil Perdana Menteri Hun Many, adik Hun Manet. Massa berjalan menuju Monumen Kemerdekaan sambil meneriakkan slogan nasionalis seperti, “Tanah Kamboja! Kami tidak mengambil milik orang lain, kami pertahankan tanah kami!”
Puluhan ribu warga dari berbagai latar belakang, termasuk biksu dan pelajar, turut serta. Potret Hun Sen juga banyak terlihat, mencerminkan peran sentralnya meski kini menjabat Presiden Senat. Aksi ini menunjukkan dukungan publik yang solid terhadap langkah pemerintah.
“Kami di sini menunjukkan kepada dunia bahwa Kamboja bersatu. Tanah kami bukan untuk direbut,” kata Sokha, seorang mahasiswa peserta aksi, dilansir dari Associated Press.
3. Diplomasi dan tantangan mendatang
Kamboja resmi mengajukan gugatan ke ICJ pada Minggu (15/6/2025), menyusul gagalnya pertemuan Komisi Batas Bersama (JBC) pada 14-15 Juni di Phnom Penh mencapai kesepakatan. Thailand menolak langkah ini, lebih memilih penyelesaian bilateral.
Sebagai respons, Kamboja melarang impor buah dan sayuran dari Thailand serta menghentikan penayangan konten hiburan Thailand mulai Selasa (17/6/2025). Thailand pun memperketat perbatasan, termasuk larangan kerja bagi warga Thailand di kota kasino Kamboja, yang berdampak pada aktivitas ekonomi lintas negara.
“Thailand tidak akan tunduk pada intimidasi. Kami tetap terbuka untuk dialog bilateral demi stabilitas kawasan,” ujar Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra, dikutip dari Al Jazeera.
Meski kedua negara menyatakan komitmen pada perdamaian, pengerahan militer di perbatasan meningkatkan risiko eskalasi konflik.