Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ferrari yang Terus Dilanda Rentetan Kesialan di Formula 1 2025

potret mobil Ferrari SF-25 (commons.wikimedia.org/wiki/User:Liauzh)
potret mobil Ferrari SF-25 (commons.wikimedia.org/wiki/User:Liauzh)
Intinya sih...
  • Charles Leclerc dan Lewis Hamilton kesulitan menemukan performa maksimal
  • Masalah mobil SF-25 kerap muncul secara tidak terduga
  • Bukan hanya di lintasan, tekanan justru semakin besar datang dari luar
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Charles Leclerc tampil menjanjikan pada awal GP Hungaria 2025 dengan start dari posisi terdepan dan memimpin balapan selama 28 lap. Namun, harapan kemenangan pertama Ferrari musim ini sirna setelah mobil SF-25 mengalami gangguan pada sasis yang membuatnya tak lagi kompetitif. Leclerc pun harus merelakan posisi podium dan menyaksikan pesaingnya melaju tanpa perlawanan berarti.

Sementara itu, Lewis Hamilton mengalami akhir pekan yang tidak kalah mengecewakan. Setelah gagal menembus Q2 pada sesi kualifikasi, ia hanya finis di posisi ke-12 saat race. Kekacauan di Hungaroring menggambarkan betapa rentetan kesialan dan keputusan keliru yang terus membayangi Ferrari sepanjang paruh pertama musim, mulai dari masalah teknis SF-25 yang sensitif hingga strategi tim yang membingungkan.

1. Charles Leclerc dan Lewis Hamilton kesulitan menemukan performa maksimal

Musim 2025 seharusnya menjadi awal yang menjanjikan bagi Ferrari yang ditandai kedatangan Lewis Hamilton, sang juara dunia pembalap F1 tujuh kali. Akan tetapi, ekspektasi itu seketika hancur berantakan begitu roda kompetisi bergulir. Ferrari terjerumus ke posisi keempat klasemen konstruktor dengan hanya mengumpulkan 94 poin dalam enam balapan awal, bahkan tertinggal dari akumulasi poin pembalap tunggal seperti Max Verstappen.

Hamilton yang seharusnya menjadi ujung tombak baru tim, justru kesulitan menjinakkan SF-25. Menurut PlanetF1, Ia hanya mampu mengalahkan Charles Leclerc satu kali dalam lima sesi kualifikasi penuh dan secara rata-rata tertinggal 0,327 detik dari rekannya. Lebih menyakitkan lagi, ia belum pernah unggul dari Leclerc dalam balapan penuh sepanjang musim ini dan hanya memimpin 12,5 persen total lap yang dijalani bersama.

Sementara itu, Leclerc sendiri bukan tanpa kesulitan. Kesempatan emas untuk meraih kemenangan satu-satunya Ferrari musim ini di Sirkuit Hungaroring lenyap akibat kerusakan sasis yang membuat mobilnya susah dikemudikan. Ia kehilangan 37 detik dalam 30 lap terakhir dan harus menerima kenyataan pahit peluang menang yang tinggal angan. Kombinasi dari inkonsistensi teknis, kesalahan pengambilan keputusan, dan keretakan komunikasi internal menjadikan Ferrari lebih cocok disebut sandiwara ketimbang pesaing juara.

2. Masalah mobil SF-25 kerap muncul secara tidak terduga

Ferrari SF-25 bukan hanya mobil balap, ia adalah teka-teki mekanis yang belum terpecahkan. Mobil ini menderita ketidakstabilan ekstrem di bagian belakang, sehingga sangat sensitif terhadap perubahan setup dan tinggi kendaraan. Akibatnya, tim terpaksa menaikkan ride height untuk menghindari pelanggaran regulasi setelah insiden diskualifikasi di GP China 2025 yang ironisnya malah mengorbankan performa.

Tak hanya itu, Ferrari juga dihantui oleh masalah misterius dalam sesi kualifikasi yang berulang, tetapi tak terjelaskan. Masalah ini membuat Charles Leclerc merasa aneh karena masalahnya bukan terkait keseimbangan atau daya cengkeram ban. Masalah ini muncul secara acak, khususnya saat sesi kualifikasi dari Q2 ke Q3, yang membuat performa mereka di sesi penting menjadi sangat inkonsisten.

Di Sirkuit Imola, kedua mobil bahkan gagal masuk Q3 untuk pertama kalinya dalam sejarah tim di sirkuit itu. Data menunjukkan hilangnya waktu signifikan di sektor awal, terutama karena ketidakmampuan mobil untuk memberikan traksi yang stabil saat keluar tikungan. Dengan kombinasi desain gearbox dan suspensi belakang yang tidak fleksibel, SF-25 nampak kesulitan mencapai performa optimal yang dibutuhkan untuk bersaing secara konsisten di level tertinggi Formula 1.

3. Bukan hanya di lintasan, tekanan justru semakin besar datang dari luar

Di luar lintasan, Ferrari tidak kalah kacau. Tekanan terhadap Fred Vasseur sebagai kepala tim kian membuncah, terlebih setelah performa tim jeblok meski musim lalu hampir mengalahkan McLaren di klasemen konstruktor. Vasseur sendiri mengakui, tekanan lebih banyak datang dari luar, terutama dari media dan publik Italia, yang bisa memengaruhi moral tim secara keseluruhan.

Masalah internal semakin terdengar dari radio team Charles Leclerc yang kerap mengungkapkan rasa frustrasinya. Dalam balapan di Hungaria, Leclerc melontarkan kritik keras terhadap strategi tim dan menyebut mobilnya tidak bisa dikendarai setelah kehilangan kecepatan secara drastis. Komentar-komentar seperti ini mengisyaratkan minimnya sinkronisasi antara pembalap dan tim kru, hubungan yang seharusnya vital bagi sebuah tim.

Bahkan ketika Lewis Hamilton mencetak kemenangan sprint di China, optimisme tim langsung padam dengan hasil mengecewakan pada balapan utama. Dengan desain mobil yang tidak bisa dioptimalkan karena isu plank wear dan pengaturan suspensi yang bertabrakan dengan tuntutan performa, Ferrari tampak seperti tim yang sibuk memadamkan krisis ketimbang memburu podium. Dalam situasi seperti ini, tantangan terbesar yang harus mereka hadapi justru berasal dari dalam tim sendiri.

Paruh pertama Formula 1 2025 kembali mencerminkan kegagalan Ferrari dalam mengubah potensi menjadi prestasi. Jika tidak ada perbaikan signifikan, musim ini hanya akan menambah daftar panjang kekecewaan dalam sejarah tim kuda jingkrak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us