Bolehkah Konsultasi Masalah Kesehatan Pakai ChatGPT?

Kehadiran ChatGPT kini membawa cara baru dalam mencari informasi. Jika dulunya orang harus membuka buku dan membaca artikel panjang, sekarang kamu cukup mengetik pertanyaan yang ingin dicari jawabannya lewat chatbot ini. Gak cuma buat mencari informasi umum saja, kini banyak orang juga mulai memanfaatkan ChatGPT untuk melakukan konsultasi, termasuk seputar masalah kesehatan.
ChatGPT memang menawarkan kemudahan dan kepraktisan dengan memberikan jawaban secara instan sehingga banyak pengguna jadi merasa terbantu. Namun, mengingat kesehatan merupakan hal sensitif yang membutuhkan keakuratan informasi, apakah konsultasi masalah kesehatan pakai ChatGPT bisa jadi solusi aman dan boleh dilakukan? Yuk, cari tahu jawabannya biar kamu gak sembarangan diagnosis kesehatan lagi!
1. Saran medis yang diberikan ChatGPT gak selalu benar maupun salah

Bisa dibilang, saran medis dari ChatGPT gak selalu sepenuhnya benar maupun salah. Akurasi jawaban ini sangat bergantung pada kualitas data yang digunakan selama proses pelatihan AI. LLM seperti ChatGPT sendiri biasanya dilatih menggunakan beragam informasi yang tersedia di internet. Masalahnya, gak semua sumber di internet memiliki tingkat kevalidan yang baik sehingga informasi yang salah atau kedaluwarsa bisa turut memengaruhi jawaban ChatGPT.
Selain itu, AI juga belum mampu membuat penilaian kontekstual seperti manusia. Sebaliknya, sistem ini cuma mempelajari pola dari data dan memprediksi kata berikutnya yang kemungkinan besar bakal muncul. ChatGPT belum dibekali kemampuan buat membedakan mana informasi terbaru dan paling valid. Hal ini tentu menimbulkan risiko yang cukup besar kalau digunakan untuk pengambilan keputusan medis.
2. ChatGPT belum cukup andal buat menggantikan tenaga medis profesional

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Western University pada tahun 2024 menguji kemampuan ChatGPT 3.5 dalam menangani kasus medis. Pada penelitian tersebut, ChatGPT dihadapkan pada 150 skenario yang mencakup riwayat pasien, gejala, hingga data hasil uji laboratorium. Selanjutnya, chatbot ini kemudian diminta buat memberikan diagnosis dan menyusun rencana perawatan berdasarkan informasi yang tersedia.
Hasilnya ternyata menunjukkan kalau performa ChatGPT masih jauh dari optimal. AI ini baru mampu memberikan diagnosis dan rencana perawatan yang benar sekitar 49 persen, angka yang tergolong rendah kalau mau digunakan sebagai alat medis. Para peneliti menyimpulkan bahwa meskipun ChatGPT dilatih dengan banyak data, informasi yang diberikan gak selalu akurat. Hal ini membuatnya belum bisa dijadikan pengganti tenaga profesional di bidang kesehatan.
3. Kemenkes imbau gunakan ChatGPT cuma untuk referensi awal saja

Kemenkes imbau gunakan ChatGPT cuma untuk referensi awal saja dan gak menyarankan menjadikannya sebagai pengganti konsultasi medis. Meski gak bisa dipungkiri kalau AI memang mempermudah dalam pencarian informasi secara instan, perlu kamu ketahui kalau jawaban yang diberikan gak selalu seratus persen benar. Oleh karena itu, pastikan buat selalu memverifikasi ulang hasil saran medis ChatGPT melalui tenaga kesehatan profesional.
Jangan lupa juga buat selalu membandingkan jawaban hasil dari AI untuk mencari kebenarannya. Informasi yang cenderung gak konsisten bisa menjadi indikasi kalau sumber tersebut kurang bisa diandalkan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan medis. Sejalan dengan rekomendasi WHO, pastikan untuk tetap melakukan konsultasi dengan dokter supaya mendapakan hasil diagnosis yang lebih akurat.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan kalau konsultasi masalah kesehatan pakai ChatGPT sebaiknya gak dijadikan pedoman utama dalam mengambil keputusan medis. Sebagai LLM, ChatGPT menghasilkan respons berdasarkan data yang dipelajari dari berbagai sumber di internet, termasuk informasi yang terkadang kurang valid atau sudah kedaluwarsa. Oleh karena itu, pastikan verifikasi jawaban ChatGPT ke tenaga medis profesional dan gak sembarangan diagnosis masalah kesehatan sendiri, ya!