Negara dengan Populasi Mobil Toyota Paling Sedikit di Dunia

- Korea Utara: dominasi mobil lokal dan blokade imporKorea Utara memiliki populasi mobil Toyota paling sedikit karena sistem ekonomi tertutup dan kontrol ketat pemerintah terhadap barang impor. Mobil buatan Soviet, Rusia, atau China lebih mendominasi jalanan Pyongyang.
- Kuba: embargo panjang dan ketergantungan pada mobil lamaEmbargo perdagangan Amerika Serikat membuat Kuba sulit mengakses produk otomotif modern, termasuk Toyota. Jalanan Havana lebih identik dengan mobil klasik buatan Amerika era 1950-an atau mobil Rusia.
- Bhutan: regulasi ketat dan preferensi unikBhutan menerapkan kebijakan impor kendaraan dengan seleksi ketat untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Meskipun Toyota
Ketika berbicara soal mobil, nama Toyota hampir selalu muncul. Brand asal Jepang ini dikenal sebagai raksasa otomotif global dengan jaringan distribusi yang merambah hampir semua benua. Dari Asia, Afrika, hingga Amerika, Toyota hadir dengan reputasi mobil tangguh, awet, dan bernilai jual tinggi.
Namun, meskipun begitu dominan, ternyata ada juga negara-negara di dunia yang justru memiliki populasi mobil Toyota sangat sedikit. Fenomena ini sering kali bukan karena kualitas produk, melainkan karena faktor politik, ekonomi, dan bahkan ideologi.
Ada negara yang tidak mengizinkan impor bebas, ada pula yang lebih memilih merek mobil tertentu karena alasan kerja sama dagang. Hal inilah yang membuat Toyota—meskipun populer di hampir semua tempat—tidak selalu jadi pilihan utama di setiap negara.
1. Korea Utara: dominasi mobil lokal dan blokade impor

Korea Utara dikenal sebagai salah satu negara dengan populasi mobil Toyota paling sedikit di dunia. Hal ini terjadi karena sistem ekonomi tertutup dan kontrol ketat pemerintah terhadap barang impor. Jalanan Pyongyang lebih sering dipenuhi oleh mobil buatan Soviet, Rusia, atau China, seperti merek Lada dan BYD.
Toyota hampir tidak terlihat karena impor mobil Jepang dianggap tidak sejalan dengan arah politik negara. Meski ada laporan segelintir Toyota Land Cruiser yang digunakan pejabat atau militer, jumlahnya sangat terbatas dan tidak bisa dibandingkan dengan negara lain.
2. Kuba: embargo panjang dan ketergantungan pada mobil lama

Kuba juga menjadi contoh negara dengan jumlah Toyota yang sangat kecil. Embargo perdagangan yang dijatuhkan Amerika Serikat sejak awal 1960-an membuat Kuba sulit mengakses produk otomotif modern, termasuk Toyota. Akibatnya, jalanan Havana lebih identik dengan mobil klasik buatan Amerika era 1950-an atau mobil Rusia seperti Lada dan Moskvitch. Baru pada dekade terakhir Toyota mulai masuk melalui jalur terbatas, tetapi jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan dominasi mobil tua dan kendaraan buatan Eropa Timur.
3. Bhutan: regulasi ketat dan preferensi unik

Bhutan, negara kecil di Himalaya, juga dikenal memiliki populasi mobil Toyota yang relatif sedikit. Pemerintah Bhutan menerapkan kebijakan impor kendaraan dengan seleksi ketat untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan mengurangi polusi. Mobil listrik dari merek tertentu kini lebih banyak didorong masuk, sedangkan kendaraan bermesin konvensional jumlahnya dibatasi. Toyota memang ada, terutama dalam bentuk SUV untuk kebutuhan medan pegunungan, tetapi secara populasi jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga seperti India atau Nepal.
Kisah negara-negara dengan populasi mobil Toyota paling sedikit menunjukkan bahwa dominasi global sebuah merek otomotif tidak selalu berlaku merata. Faktor politik, embargo, kebijakan impor, hingga preferensi lokal bisa membuat suatu merek besar seperti Toyota hanya hadir dalam jumlah kecil. Korea Utara dengan sistem tertutup, Kuba dengan embargo panjang, dan Bhutan dengan regulasi unik jadi bukti bahwa otomotif bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal geopolitik dan budaya. Di satu sisi, hal ini memperkaya cerita dunia otomotif, sekaligus mengingatkan kita bahwa popularitas global selalu punya pengecualian.