Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penjualan Mobil LCGC Drop, Benarkah karena Mobil Listrik?

Toyota Calya(toyota.astra.co.id) dan Daihatsu Sigra(tunasdaihatsu.com)
Toyota Calya(toyota.astra.co.id) dan Daihatsu Sigra(tunasdaihatsu.com)
Intinya sih...
  • Mobil listrik semakin terjangkau dengan harga mulai dari Rp 243 jutaan, membuatnya menjadi alternatif menarik bagi konsumen yang sebelumnya memilih LCGC.
  • Perubahan preferensi konsumen, terutama generasi muda, yang lebih peduli pada isu lingkungan dan tertarik pada teknologi ramah lingkungan, membuat mobil listrik lebih diminati daripada LCGC.
  • Data penjualan LCGC menurun hampir 40–47 persen di tahun 2025 dibanding tahun sebelumnya, menunjukkan tekanan bagi industri LCGC dalam menghadapi persaingan dengan mobil listrik.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pasar otomotif Indonesia sedang mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Kehadiran mobil listrik dengan harga yang semakin terjangkau membuat konsumen mulai membandingkannya dengan mobil Low Cost Green Car (LCGC) yang selama ini dikenal sebagai mobil murah.

Jika dulu LCGC dianggap pilihan paling masuk akal untuk mobil pertama, kini muncul alternatif menarik dari mobil listrik seperti Wuling Air EV hingga BYD Atto 1 yang dipasarkan dengan harga kompetitif. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah penjualan LCGC kini tertekan karena tren mobil listrik yang kian populer?

Sejak diperkenalkan pada 2013, LCGC memang berhasil menyedot perhatian pasar karena harganya yang rendah dan efisiensi bahan bakar. Namun, data Gaikindo menunjukkan penjualan LCGC belakangan terus menurun, bahkan anjlok hampir 40–47 persen di 2025 dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini tidak bisa dilepaskan dari faktor daya beli, kenaikan harga, dan tentu saja persaingan baru dari mobil listrik yang mulai menancapkan kuku di pasar otomotif nasional.

1. Mobil listrik makin terjangkau

Wuling Air Ev (wuling.id)
Wuling Air Ev (wuling.id)

Beberapa tahun lalu, mobil listrik masih dianggap barang mewah dengan harga di atas Rp 600 juta. Namun sekarang, pilihan mobil listrik murah semakin banyak. Wuling Air EV misalnya, dibanderol mulai dari Rp 243 jutaan. Bahkan, BYD Atto 1 yang diluncurkan di segmen entry level juga hadir dengan harga kompetitif, membuat konsumen mulai meliriknya sebagai alternatif mobil pertama. Dengan dukungan insentif pemerintah berupa bebas pajak dan subsidi PPN, mobil listrik menjadi semakin menarik.

Bila dibandingkan dengan LCGC yang kini harganya sudah menembus Rp 190–200 juta, selisih harga dengan mobil listrik entry level tidak terlalu jauh. Konsumen pun mulai berpikir ulang: menambah sedikit biaya, mereka bisa mendapatkan kendaraan nol emisi dengan teknologi terbaru dan citra yang lebih modern.

2. Perubahan preferensi konsumen

BYD Sealion 7 (byd.com)
BYD Sealion 7 (byd.com)

Selain soal harga, faktor tren dan gaya hidup juga memengaruhi. Generasi muda kini lebih peduli pada isu lingkungan dan tertarik pada teknologi ramah lingkungan. Mobil listrik tidak hanya menawarkan biaya operasional lebih murah (karena pengisian daya lebih hemat dibanding BBM), tetapi juga memberi citra prestisius bagi penggunanya. Hal ini membuat sebagian konsumen yang sebelumnya calon pembeli LCGC kini beralih ke mobil listrik.

LCGC yang dirancang sederhana mulai kehilangan pamornya karena dianggap tidak lagi sesuai dengan kebutuhan gaya hidup modern. Meski tetap irit bahan bakar, citra “murah” tidak sekuat dulu karena harganya sudah mendekati mobil listrik yang lebih menarik secara teknologi. Akibatnya, segmen LCGC mulai terhimpit di tengah pasar yang berubah cepat.

3. Tekanan bagi industri LCGC

Toyota Agya (dok. Toyota Astra)
Toyota Agya (dok. Toyota Astra)

Data penjualan yang menurun jelas menjadi sinyal bahwa LCGC kini berada dalam posisi sulit. Produsen harus menghadapi kenyataan bahwa keunggulan harga mereka semakin tipis. Sementara itu, produsen mobil listrik terus berlomba menghadirkan varian baru dengan harga yang lebih rendah. Jika tren ini berlanjut, LCGC bisa semakin tertekan dan kehilangan pangsa pasarnya.

Namun, LCGC masih punya peluang jika mampu mempertahankan biaya operasional rendah, memperbaiki fitur, dan menjaga harga tetap lebih kompetitif dibanding mobil listrik. Selain itu, ketersediaan infrastruktur charging yang masih terbatas bisa membuat sebagian konsumen tetap bertahan memilih LCGC untuk sementara waktu.

Hadirnya mobil listrik murah seperti Wuling Air EV dan BYD Atto 1 memang memberi tekanan nyata pada pasar LCGC. Dengan selisih harga yang semakin tipis dan tren konsumen yang bergeser ke arah kendaraan ramah lingkungan, posisi LCGC semakin sulit dipertahankan.

Meski begitu, LCGC masih bisa bertahan di segmen tertentu, terutama bagi konsumen yang mengutamakan kepraktisan dan belum siap beralih ke kendaraan listrik karena keterbatasan infrastruktur. Ke depan, persaingan antara LCGC dan mobil listrik akan semakin menentukan arah industri otomotif Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in Automotive

See More

Ciri Shockbreaker Mobil Bocor dan Gejalanya

09 Okt 2025, 14:06 WIBAutomotive