Penyebab Anjloknya Penjualan Mobil LCGC

- Melemahnya daya beli masyarakat menjadi faktor utama penurunan penjualan LCGC, terutama di kelas menengah ke bawah.
- Harga LCGC yang terus naik membuat perbedaan harga dengan mobil non-LCGC semakin tipis, mengurangi daya tarik konsumen.
- Pergeseran tren dan preferensi konsumen membuat LCGC sulit bersaing dengan mobil yang menawarkan teknologi baru dan fitur modern.
Mobil Low Cost Green Car (LCGC) dulunya menjadi primadona pasar otomotif Indonesia. Dengan harga yang lebih terjangkau dibanding mobil non-LCGC, segmen ini berhasil menarik konsumen dari kelas menengah ke bawah yang ingin memiliki kendaraan roda empat pertama mereka. Program LCGC juga didukung pemerintah lewat insentif pajak, sehingga permintaan terus meningkat sejak pertama kali diluncurkan. Namun, data terbaru justru menunjukkan penjualan LCGC sedang mengalami penurunan tajam, jauh dari masa jayanya.
Fenomena ini tentu mengejutkan banyak pihak, terutama karena LCGC dianggap sebagai tulang punggung pasar mobil murah di tanah air. Penurunan yang terjadi tidak hanya sekadar fluktuasi bulanan, tetapi berlanjut sepanjang 2024 hingga 2025. Distribusi dari pabrikan ke dealer menurun hampir separuh dibanding tahun sebelumnya, menjadi sinyal kuat bahwa daya tarik LCGC kian meredup. Lantas, apa yang sebenarnya membuat penjualan LCGC di Indonesia anjlok drastis?
1. Daya beli masyarakat melemah

Salah satu faktor utama yang membuat penjualan LCGC turun adalah melemahnya daya beli masyarakat. LCGC memang menyasar konsumen kelas menengah ke bawah, kelompok yang paling terdampak oleh inflasi dan kenaikan biaya hidup. Ketika kebutuhan pokok semakin mahal, membeli mobil baru bukan lagi prioritas.
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan pada Agustus 2025, penjualan LCGC hanya 8.270 unit, turun 47 persen dibanding Agustus 2024 yang mencapai 15.693 unit. Penurunan ini mencerminkan bahwa target pasar LCGC kini lebih memilih menunda pembelian atau beralih ke mobil bekas yang lebih ramah di kantong.
2. Harganya terus naik

Meskipun masih dipasarkan sebagai “mobil murah”, harga LCGC kini tidak semenarik dulu. Kenaikan biaya produksi dan komponen otomotif membuat produsen terpaksa menyesuaikan harga jual. Akibatnya, jarak harga antara LCGC dan mobil non-LCGC semakin tipis.
Hal ini membuat konsumen mulai mempertimbangkan opsi lain dengan fitur lebih lengkap. Pada semester pertama 2025, total penjualan LCGC hanya 64.063 unit, turun 28,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Data tersebut menunjukkan konsumen tak lagi melihat LCGC sebagai pilihan paling menguntungkan, terutama jika harga tidak jauh berbeda dengan model entry level lainnya.
3. Pergeseran tren dan preferensi konsumen

Selain faktor ekonomi, perubahan tren juga memengaruhi. Konsumen sekarang lebih tertarik dengan mobil yang menawarkan teknologi baru, fitur keamanan modern, hingga pilihan ramah lingkungan seperti kendaraan listrik. LCGC yang relatif minim fitur semakin sulit bersaing dengan mobil yang memberikan nilai tambah lebih besar.
Menurut laporan media otomotif, penjualan LCGC di Juli 2025 bahkan anjlok sekitar 40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, memperkuat sinyal bahwa segmen ini mulai ditinggalkan. Bila tren ini berlanjut, pasar mobil murah bisa makin tertekan, dan konsumen kelas menengah ke bawah akan semakin sulit menemukan mobil baru dengan harga benar-benar terjangkau.
Penurunan penjualan LCGC di Indonesia merupakan kombinasi dari melemahnya daya beli masyarakat, naiknya harga yang mengikis daya tarik “murah”, serta perubahan tren konsumen. Data resmi Gaikindo dan laporan media seperti iNews, DetikOto, dan RMOL menegaskan bahwa anjloknya penjualan ini bukan sekadar kebetulan. Ke depan, produsen perlu merespons dengan inovasi yang lebih relevan, sementara pemerintah mungkin harus mengevaluasi kembali kebijakan insentif agar segmen mobil terjangkau tetap hidup di pasar otomotif Indonesia.