Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fakta vs Mitos: Helm Terlalu Berat Bisa Picu Nyeri Leher Saat Touring

ilustrasi menggunakan helm
ilustrasi menggunakan helm (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Isu tentang helm berat yang memicu nyeri leher saat touring selalu menjadi perdebatan panjang di kalangan pengendara. Banyak yang merasa bahwa bobot helm adalah faktor utama ketidaknyamanan, padahal kenyataannya masalah tersebut jauh lebih kompleks. Faktor ergonomi tubuh, kekuatan otot leher, kualitas busa helm, hingga durasi berkendara seringkali berperan lebih besar daripada sekadar angka berat pada spesifikasi helm.

Selain itu, persepsi tentang rasa berat acapkali dipengaruhi oleh posisi duduk, kondisi jalan, dan stabilitas helm ketika melawan angin. Pemahaman yang lebih menyeluruh akan membantu pengendara menilai apakah helm benar-benar menjadi penyebab nyeri leher atau hanya mitos yang beredar dari pengalaman yang kurang akurat. Supaya perjalanan tetap nyaman dan aman, yuk selami fakta dan mitosnya secara lebih bijak lewat uraian berikut!

1. Helm berat bukan satu-satunya pemicu nyeri leher

ilustrasi pria nyeri leher
ilustrasi pria nyeri leher (pexels.com/Kindel Media)

Banyak pengendara beranggapan bahwa helm berat otomatis menyebabkan nyeri leher, padahal realitasnya gak sesederhana itu. Struktur otot leher yang kurang terlatih dan posisi tubuh yang salah sering lebih berpengaruh terhadap munculnya rasa nyeri. Bahkan helm dengan bobot standar tetap dapat menimbulkan ketidaknyamanan jika dipakai dalam waktu panjang tanpa jeda.

Selain faktor fisik, kualitas helm juga berperan besar dalam memberi rasa nyaman selama perjalanan. Helm yang kurang pas atau terlalu longgar bisa menambah beban distribusi sehingga terasa lebih berat di satu sisi. Situasi seperti ini membuat pengendara menyalahkan bobot helm, meski penyebab utamanya justru berasal dari ketidaksesuaian ukuran.

2. Distribusi beban lebih penting daripada bobot total

ilustrasi touring motor (unsplash.com/Leon Andov)
ilustrasi touring motor (unsplash.com/Leon Andov)

Distribusi beban yang merata sering kali menjadi faktor utama yang menentukan kenyamanan, bukan berat helm itu sendiri. Helm dengan struktur busa yang baik dan cangkang seimbang akan terasa lebih ringan meski bobotnya sebenarnya lebih tinggi. Tanpa distribusi yang optimal, tekanan pada area tertentu bisa menyebabkan nyeri leher dan kepala.

Teknologi dalam desain helm full face atau modular kini banyak memprioritaskan keseimbangan bobot untuk mengurangi titik tekan. Produsen menggunakan material composite atau fiberglass yang kuat namun tetap dapat mengatur distribusi berat secara presisi. Karena itu, memilih helm dengan keseimbangan beban sering lebih efektif daripada fokus pada angka gram di keterangan produk.

3. Posisi berkendara memengaruhi persepsi berat helm

ilustrasi touring motor (unsplash.com/Anthony Parker)
ilustrasi touring motor (unsplash.com/Anthony Parker)

Posisi berkendara menentukan seberapa besar tekanan yang diterima leher selama perjalanan. Ketika posisi duduk terlalu menunduk atau tubuh kurang rileks, helm yang sebenarnya ringan dapat terasa lebih berat. Faktor angin saat melaju di kecepatan tinggi juga dapat meningkatkan tekanan pada leher sehingga rasa berat semakin terasa.

Selain itu, ergonomi motor juga memegang peran penting. Motor dengan posisi stang rendah seperti sport bike memberi tekanan lebih besar pada leher dibanding motor touring atau adventure. Karena itu, memperbaiki postur saat berkendara sering menjadi solusi yang lebih efektif daripada mengganti helm.

4. Istirahat berkala membantu mencegah ketegangan otot leher

ilustrasi mengendarai motor
ilustrasi mengendarai motor (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Mengendarai motor dalam waktu panjang tanpa istirahat sering menjadi penyebab utama nyeri leher. Otot leher membutuhkan waktu untuk kembali rileks setelah menahan tekanan helm sekaligus tekanan angin di jalan. Mengabaikan jeda istirahat membuat otot semakin kaku sehingga keluhan nyeri semakin kuat.

Selain merilekskan leher, istirahat berkala juga membantu memperbaiki sirkulasi dan mengurangi rasa lelah secara keseluruhan. Banyak pengendara meremehkan pentingnya peregangan ringan, padahal gerakan sederhana seperti memutar leher atau menurunkan bahu dapat membantu menghilangkan ketegangan. Rutinitas kecil ini akan memberikan kenyamanan yang signifikan selama touring panjang.

5. Kualitas helm menentukan kenyamanan jangka panjang

ilustrasi helm full face
ilustrasi helm full face (pexels.com/Nur Andi Ravsanjani Gusma)

Helm dengan kualitas rendah sering memiliki busa yang cepat gepeng dan tali pengikat yang kurang stabil sehingga membuat distribusi beban berubah selama perjalanan. Kondisi seperti ini membuat helm terasa semakin berat meski bobotnya tidak berubah sedikit pun. Semakin buruk kualitas konstruksinya, semakin besar kemungkinan pengendara mengalami nyeri leher.

Material premium dan konstruksi yang baik mampu memberikan kenyamanan lebih stabil dalam jangka panjang. Helm yang dirancang dengan mempertimbangkan aerodinamika serta keamanan berlapis akan terasa lebih seimbang menghadapi tekanan angin saat melaju. Dengan kualitas yang tepat, pengalaman touring bisa jauh lebih nyaman tanpa keluhan pada leher.

Perdebatan tentang helm berat dan nyeri leher memang sering muncul, tetapi faktanya penyebab utama jarang hanya berasal dari bobot helm semata. Variabel seperti distribusi beban, postur berkendara, dan kualitas helm sering memainkan peran jauh lebih dominan. Pada akhirnya, pemahaman yang tepat akan membantu pengendara membuat keputusan lebih bijak agar perjalanan tetap aman dan nyaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us

Latest in Automotive

See More

Fakta vs Mitos: Helm Terlalu Berat Bisa Picu Nyeri Leher Saat Touring

10 Des 2025, 21:05 WIBAutomotive