Salah satu risiko paling serius adalah mesin overheat. Kalau kamu terus-menerus membiarkan air radiator kotor atau habis, mesin bisa panas berlebihan dan mati mendadak di tengah jalan.
Overheating juga bisa bikin komponen mesin lain ikut rusak, mulai dari piston, silinder, sampai gasket kepala silinder. Kalau sudah begini, kamu bisa mengeluarkan biaya perbaikan yang sangat mahal, bahkan bisa sampai turun mesin.
Risiko lainnya adalah terjadinya karat dan korosi pada bagian dalam sistem pendingin, termasuk radiator, selang, dan pompa air. Karat ini akan menyumbat jalur cairan dan bikin aliran pendingin tidak lancar. Akibatnya, suhu mesin gak bisa dijaga optimal dan kerusakan akan meluas. Bahkan dalam kasus ekstrem, radiator bisa jebol karena tekanan panas yang tidak terkendali.
Selain itu, penurunan performa motor juga jadi risiko nyata. Mesin yang terlalu panas akan bekerja lebih keras dan tidak efisien sehingga kamu mungkin merasa motor jadi loyo dan akselerasinya berat. Dalam jangka panjang, hal ini juga bisa bikin konsumsi BBM makin boros. Nah, demi menjaga motor tetap awet dan nyaman dikendarai, jangan pernah sepelekan urusan ganti air radiator secara rutin.
Itulah jawaban ganti air radiator motor berapa bulan sekali. Hal ini memang sering diabaikan karena terlihat sepele, padahal dampaknya besar kalau kamu lalai.
Idealnya, penggantian dilakukan setiap 6—12 bulan atau mengikuti jarak tempuh sekitar 10.000—24.000 km. Terlepas dari itu, perhatikan juga tanda-tanda seperti warna coolant berubah, mesin cepat panas, atau performa motor menurun, ya. Dengan begitu, kamu bisa tahu motormu butuh perawatan.