Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Faktor Ini Bikin Industri Hotel Merana

Potret karyawan hotel (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Jakarta, IDN Times - Industri perhotelan di Jakarta tidak dalam kondisi baik-baik saja. Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Khusus Jakarta (BPD PHRI DK Jakarta) mengidentifikasi faktor utama yang menyebabkan kondisi tersebut memburuk.

Pertama, penurunan tingkat hunian dan pendapatan. Dari hasil survei yang dilakukan BPD PHRI DK Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya, ditemukan bahwa 96,7 persen hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian.

Kemudian, sebanyak 66,7 persen responden menyebutkan penurunan tertinggi berasal dari segmen pasar pemerintahan. Hal tersebut sejalan dengan kebijakan pengetatan anggaran yang diterapkan oleh pemerintah.

Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik. Hal ini terjadi karena kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) terhadap kunjungan ke Jakarta masih tergolong sangat kecil.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sejak 2019 hingga 2023, rata-rata persentase kunjungan wisman hanya mencapai 1,98 persen per tahun jika dibandingkan dengan wisatawan domestik. Kondisi ini mencerminkan kurang efektifnya strategi promosi dan program pemerintah dalam mendatangkan turis mancanegara, khususnya ke Jakarta.

“Ketidakseimbangan struktur pasar menunjukkan perlunya pembenahan strategi promosi dan kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau pasar internasional,” ujar Ketua BPD PHRI DK Jakarta, Sutrisno Iwantono dalam keterangan tertulisnya, dikutip Kamis (29/5/2025).

1. Peningkatan biaya operasional

ilustrasi hotel (pexels.com/Pixabay)

Faktor kedua yang membuat industri hotel menurun adalah kenaikan biaya operasional. Tidak hanya dihadapkan pada berkurangnya pasar, pelaku usaha hotel juga harus menanggung peningkatan biaya operasional yang signifikan.

Tarif air dari PDAM mengalami kenaikan hingga 71 persen dan harga gas melonjak 20 persen. Beban ini diperberat dengan kenaikan tahunan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tercatat meningkat hingga 9 persen tahun ini.

"Dengan tekanan dari sisi pendapatan dan biaya yang tidak seimbang, banyak pelaku usaha mulai mengambil langkah-langkah antisipatif," kata Sutrisno.

Sebanyak 70 persen responden dalam survei BPD PHRI DK Jakarta menyatakan, jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan.

Responden memprediksi akan melakukan pengurangan karyawan sebanyak 10 persen-30 persen. Selain itu, 90 persen responden melakukan pengurangan daily worker dan 36,7 persen responden akan melakukan pengurangan staf.

2. Kerumitan regulasi dan sertifikasi

Ilustrasi kamar hotel. (Dok. Istimewa)

Faktor ketiga, kerumitan regulasi dan sertifikasi. Menurut Sutrisno, pelaku industri juga dihadapkan pada tantangan administratif berupa regulasi dan sertifikasi yang dinilai rumit dan memberatkan.

Ada banyak jenis izin yang harus dipenuhi, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, hingga perizinan minuman beralkohol. Selain itu, proses birokrasi yang panjang, duplikasi dokumen antarinstansi, serta biaya yang tidak transparan dinilai menghambat kelangsungan usaha.

"Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi para pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat maupun daerah. Tanpa langkah konkret dan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan sebagai salah satu tulang punggung pariwisata dan penyerap tenaga kerja berpotensi mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa meluas ke sektor lain," tutur Sutrisno.

3. Banyak hotel di Jakarta dijual

ilustrasi rumah dijual (pexels.com/Kindel Media)

Minimnya tingkat okupansi atau hunian, tingginya biaya operasional, dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal membuat banyak hotel di Jakarta masuk dalam daftar jual bahkan dengan banderol harga murah.

Penelusuran IDN Times di salah satu situs pencari properti menemukan sejumlah hotel dijual dengan harga miring. Salah satunya sebuah hotel di daerah Pademangan, Ancol, Jakarta Utara dijual dengan harga Rp50 miliar. Hotel ini memiliki luas tanah 5.775 meter persegi dan luas bangunan 6.036 meter persegi, terdiri dari 110 kamar lengkap dalam kondisi operasional.

Kemudian ada juga hotel di bilangan Grogol, Jakarta Barat yang dijual dengan harga Rp65 miliar. Hotel ini telah turun harga 18 persen setelah pada sebelumnya dibanderol dengan harga Rp80 miliar. Hotel ini memiliki luas tanah 1.156 meter persegi dan luas bangunan 4.188 meter persegi serta 96 unit kamar di dalamnya.

Lalu ada juga hotel 6 lantai di kawasan Bandengan, Jakarta Utara yang dijual dengan harga Rp80 miliar. Hotel ini memiliki luas tanah 1.174 meter persegi dan luas bangunan 2.680 meter persegi. Hotel bintang dua ini masih beroperasi dengan 88 kamar di dalamnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us