Kawasan terminal logistik di kompleks Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (IDN Times/Dok Humas Pelindo Subholding Tanjung Emas)
Usulan ketiga terkait dengan kebijakan nasional berbasis supply chain guna efisiensi sektor logistik dan melindungi pengemudi.
Menurut Djoko, kebijakan logistik nasional berbasis supply chain harus dirancang sebagai kerangka induk tata kelola sektor logistik yang mencerminkan karakter alaminya sebagai sistem interdependen, lintas sektor, dan lintas wilayah yang menopang aliran barang, informasi, dan nilai ekonomi.
Karakter ini menjadikan logistik tidak dapat diatur secara sektoral atau terpisah-pisah, melainkan harus melalui pendekatan integratif yang menghubungkan hulu-hilir kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu menjadi rujukan utama bagi harmonisasi regulasi sektoral lintas kementerian dan lembaga, serta fondasi bagi penyusunan sistem logistik nasional yang efisien, resilien, dan berdaya saing.
Djoko mengatakan, truk bukan sekadar alat distribusi. Mereka adalah manusia yang bekerja dengan tekun mencari nafkah halal untuk keluarganya. Mereka adalah simpul vital dalam rantai pasok industri nasional.
Namun, sistem logistik saat ini memperlakukan mereka seperti mesin industri yang bisa terus terusan dieksploitasi. Oleh karena hal tersebut sudah sistemik, maka jika negara ingin hadir menyelamatkan warga negaranya yang berprofesi sebagai sopir truk, maka harus ada pendekatan sistemik melalui kebijakan logistik yang berbasis supply chain mencakup semua kegiatan ekonomi.
"Kebijakan logistik nasional berbasis supply chain yang menggabungkan regulasi transportasi, , perindustrian, perdagangan, dan ketenagakerjaan. Penetapan standar gaji, jam kerja, dan perlindungan hukum bagi sopir. Pengakuan formal terhadap profesi pengemudi sebagai pilar sistem ekonomi logistik nasional," ujar Djoko.