TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menkeu Sri Mulyani: Indonesia akan Bergabung dengan di FATF 

RI berpeluang tumbuhkan gerakan perangi pencucian uang

Berkolaborasi dengan The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Business 20 (B20) Integrity and Compliance Task Force sukses menyelenggarakan konferensi pada 28 September. (Dok. B20 Kadin)

Jakarta, IDN Times - Berkolaborasi dengan The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Business 20 (B20) Integrity and Compliance Task Force sukses menyelenggarakan konferensi pada 28 September, dengan menghadirkan pakar dari ICAEW, His Majesty’s Revenue and Customs, Bank Central Asia, Bank Negara Indonesia, EY, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK).

Konferensi yang dilaksanakan secara hybrid ini membahas penanggulangan terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme, dengan menyoroti rekomendasi kebijakan yang dibuat oleh task force B20 untuk mendorong geliat memerangi kejahatan ekonomi ini.

Indonesia’s B20 Integrity and Compliance Task Force, yang memantau isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat ditindaklanjuti untuk mengatasi tantangan bisnis seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia.

Terkait tingkat risiko, korupsi dan pencucian uang masih menjadi isu utama dalam diskusi seputar ESG. ICAEW adalah anggota utama dari task force B20 yang berkomitmen penuh untuk fokus terhadap topik ini dengan memperkenalkan rekomendasi kebijakan utama dan mendukung perjalanan Indonesia untuk bergabung ke dalam Financial Action Task Force (FATF), yang akan menjadi platform tepat untuk mengembangkan sistem keuangan dalam melawan kejahatan ekonomi.

Baca Juga: B20-G20 Dorong Inklusivitas Perdagangan dan Investasi Berkelanjutan

1. Penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama melakukan tindakan pencegahan yang kuat terhadap kejahatan ekonomi

Ilustrasi jabat tangan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam pidato pembukaannya, Mark Billington, selaku Managing Director International ICAEW, mengatakan, ICAEW melihat bahwa kepresidenan G20 Indonesia pada tahun 2022 ini adalah waktu yang ideal bagi pemerintah untuk mewujudkan tindakan nyata terhadap kejahatan ekonomi, terutama pencucian uang. Sementara negara-negara berada dalam fase pemulihan pasca pandemi, mereka akan menghadapi tantangan ekonomi dan teknologi baru yang berisiko untuk menimbulkan tindak kejahatan.

Dengan begitu, penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama melakukan tindakan pencegahan yang kuat terhadap kejahatan ekonomi. Kami telah berupaya keras memberikan panduan dan sumber daya kepada anggota kami dan negara-negara di seluruh dunia, serta pengawasan anti pencucian uang yang kuat melalui pendekatan berbasis risiko, dan kami akan terus melakukannya.

Sebagai perwakilan dari Pemerintah Republik Indonesia, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia, menyampaikan dukungannya melalui pidato terkait tindak kejahatan ekonomi.

“Sebagai anggota Komite AML CFT, Kementerian Keuangan terus meningkatkan kualitas pencegahan pencucian uang atau yang terkait dengan pembiayaan ilegal dan juga mendukung upaya sektor keuangan dalam membangun kredibilitas dan integritas pengelolaan perbendaharaan negara. Untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan ekonomi, tahun lalu Kementerian Keuangan dan PPATK telah menandatangani nota kesepahaman pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Nota kesepahaman antara Kementerian Keuangan dan PPATK ini juga merupakan tanda dukungan penuh pemerintah terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Selain itu. nota kesepahaman ini juga menjadi pedoman dalam melaksanakan kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan PPATK. Ruang lingkup nota kesepahaman kami juga mencakup pertukaran data dan informasi," tutur Menkeu.

2. Sangat berarti bagi Indonesia untuk dapat menjadi anggota tetap dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)

Berkolaborasi dengan The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Business 20 (B20) Integrity and Compliance Task Force sukses menyelenggarakan konferensi pada 28 September (Dok. KADIN B20),

Untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, Indonesia membentuk PPATK pada tahun 2002. PPATK merupakan unit intelijen keuangan independen negara yang didirikan untuk memerangi kejahatan keuangan.

Unit ini juga memiliki peran penting dalam proses Indonesia menjadi anggota penuh FATF. Misi yang dilakukan oleh PPATK sejalan dengan arahan Presiden Republik Indonesia pada peringatan dua dekade Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT) di Indonesia.

Tuti Wahyuningsih, Direktur Stategi dan Kerjasama Internasional Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK), yang turut hadir dalam konferensi mengatakan percaya bahwa memberikan rekomendasi yang mampu membangun langkah-langkah tepat dalam menanggulangi serta memerangi pencucian uang dan kejahatan ekonomi merupakan bagian dari gugus tugas B20 yang memiliki kepentingan strategis dalam meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan guna memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme.

“Dengan mengikuti rekomendasi tersebut, akan sangat berarti bagi Indonesia untuk dapat menjadi anggota tetap dari Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), terutama dalam mendorong kerjasama antara lembaga pemerintah dan pelapor dalam Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT),” tutur Tuti.

Tuti Wahyuningsih juga menambahkan bahwa PPATK terus berupaya menjalankan peranannya sebagai bagian dari sistem APU/PPT di Indonesia secara maksimal, dengan adanya pengembangan berbagai langkah strategis dari PPATK dalam mendorong pengembangan upaya memerangi pencucian uang dan kejahatan ekonomi.

Pertama, PPATK telah meluncurkan Penilaian Risiko Nasional Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme/Pendanaan Proliferasi pada tahun 2021. Penilaian Risiko Nasional ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi berbagai risiko pencucian uang, pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal dalam ruang lingkup risiko domestik dan mancanegara.

Kedua, PPATK telah melaksanakan aksi kolektif terkait integritas keuangan dengan menginisiasi pembentukan Kerjasama Pemerintah-Swasta atau dikenal sebagai Public-Private Partnership (PPP). Tujuan dari pembentukan PPP pada APU/PPT di Indonesia adalah untuk membangun wadah diskusi antara pemerintah dan pihak swasta untuk dapat lebih efektif dan efisien dalam menangani pencucian uang dan pemulihan aset.

Hal yang tak kalah pentingnya, PPATK telah mendorong langkah-langkah yang lebih kuat dalam memerangi risiko pencucian uang/pendanaan terorisme dengan menggunakan sistem teknologi informasi terkini, antara lain GoAML, SIPENDAR, SIPESAT, dan SEJATI.

Sementara itu, Haryanto T Budiman, Chair of the B20 Integrity and Compliance Task Force, mengatakan bahwa pada tanggal 18 Agustus 2022 pihaknya menyelenggarakan dialog B20/G20 untuk memperkenalkan secara resmi tentang rekomendasi kebijakan ini kepada perwakilan dan publik G20.

“Hal yang pertama adalah tentang promosi tata kelola yang berkelanjutan dalam bisnis untuk mendukung inisiatif ESG. Rekomendasi kebijakan kedua adalah mendorong tindakan kolektif untuk mengurangi risiko integritas. Dan rekomendasi kebijakan ketiga adalah tentang dukungan terhadap gerakan pencegahan untuk memerangi risiko pencucian uang/pendanaan teroris. Dan inilah topik utama pada diskusi hari ini. Sedangkan rekomendasi kebijakan keempat adalah penguatan tata kelola untuk memitigasi risiko kejahatan dunia maya yang semakin meluas,” tutur Haryanto.

“Karena itu, ada kebutuhan nyata bagi kami untuk menyesuaikan dan meningkatkan kerangka kerja integritas kami berdasarkan lanskap risiko pencucian uang yang berubah yang disebabkan oleh digitalisasi dan cara kerja baru bersamaan dengan peningkatan tata kelola dan kerja kolaboratif untuk mempromosikan efektivitas langkah-langkah penanggulangan baru. B20 Integrity and Compliance Task Force menyadari tantangan ini dan menempatkan masalah khusus ini di bawah tindakan kebijakan pertama dari rekomendasi kebijakan ketiga. Kita perlu fokus pada identifikasi faktor risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme dengan meningkatkan kemampuan dan efisiensi identifikasi risiko ini. Kita perlu melakukan ini secara efektif dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko yang relevan dan spesifik untuk setiap industri dan konteks kelembagaan. Oleh karena itu, penilaian risiko pendanaan terorisme pencucian uang nasional, sektoral dan institusional perlu dimutakhirkan dengan mempertimbangkan perubahan aspek sosial ekonomi, teknologi, dan perilaku,” tambahnya.

Baca Juga: Dialog B20 G20, Integritas & Kepatuhan Kunci Bisnis Berkelanjutan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya