TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kurangi Emisi Gas, RI Targetkan 23 Persen Energi Terbarukan di 2030

Penggunaan EBT ditargetkan meningkat pada 2030

Energi Baru Terbarukan di Bendungan Jatibarang Semarang_Bendungan Jatibarang_Dhana Kencana (IDN Times/Dhana Kencana)

Jakarta, IDN Times - Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di ASEAN dalam hal konsumsi energi. Bahkan jumlahnya terus meningkat pesat. Pemerintah pun telah menargetkan proporsi penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2030, serta 31 persen pada 2050.

Dalam diskusi berjudul ‘Unlocking Renewable Energy Demand from Commercial and Industrial Buyers for Green Economy’, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Harris mengatakan Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 2030 sebesar 29 persen tanpa bantuan dan 41 persen dengan dukungan internasional.

"Tentunya ini termasuk dari sektor energi, pemerintah telah mencanangkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton CO2 di tahun 2030. Estimasi kebutuhan investasi untuk menurunkan emisi sebesar 314 juta CO2 adalah Rp3.500 triliun," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (25/9/2020).

Baca Juga: Tri Mumpuni: Indonesia Butuh Peran Millennial untuk Energi Terbarukan 

1. Penggunaan EBT ditargetkan dapat turunkan emisi gas

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bidang Pembangkit Listrik EBT ditargetkan dapat berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 156,6 juta ton CO2 (atau 49,8 persen dari total aksi mitigasi sektor energi) dengan kebutuhan investasi sebesar Rp1.690 triliun.

Dalam kacamata ekonomi, pengurangan biaya pada sistem energi, dikombinasikan dengan pengurangan polusi udara dan emisi karbon dioksida, akan menghemat hingga US$53 miliar per tahun, atau diperkirakan 1,7 persen dari GDP Indonesia pada 2030. Artinya, percepatan penggunaan energi terbarukan dapat meningkatkan GDP Indonesia sebanyak 1,3 persen pada 2030 (International Renewable Energy Agency, 2017).

Dari seluruh sektor, industri memiliki kebutuhan energi terbesar diikuti oleh sektor transportasi, rumah tangga, sektor komersial dan lain-lain. Mengubah sistem energi konvensional ke energi terbarukan tentunya membutuhkan investasi. Jika penggunaan energi baru dan terbarukan dipercepat, investasi yang harus dikeluarkan tidak lagi menjadi masalah, apalagi biaya energi terbarukan kini sudah lebih rendah.

“Menurunnya biaya energi terbarukan telah menciptakan peluang baru untuk pemanfaatannya, termasuk di sektor komersial dan industri. Karena permintaan energi bersih terus meningkat di negara berkembang, sektor industri telah memimpin komitmen untuk menggunakan energi bersih dalam operasinya,” ujar President Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Shinta Kamdani.

2. Perusahaan anggota IBCSD berkomitmen gunakan energi terbarukan

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (IDN Times/Martin L Tobing)

Perusahaan anggota IBCSD yang menjadi thought leader dalam penggunaan energi terbarukan antara lain adalah Coca-Cola Amatil Indonesia, salah satu perusahaan pembotolan terbesar dan distributor minuman non-alkohol di Indonesia.

Direktur Public Affairs, Communications dan Sustainability Amatil Indonesia Lucia Karina menjelaskan, sejak 2017, Coca-Cola Amatil telah mendeklarasikan komitmen publik untuk target keberlanjutan yang akan dicapai di 2020. Salah satu di antaranya adalah tentang perubahan iklim dan energi.

Coca-Cola Amatil menargetkan untuk menggunakan setidaknya 60 persen dari kebutuhan energi dari energi terbarukan dan rendah karbon. Komitmen ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbon dioksida atau CO2 pada tahun 2030.

Sejalan dengan inisiatif berkelanjutan yang telah dilaksanakan, di awal 2019, Coca-Cola Amatil Indonesia telah memulai pemasangan atap panel surya di pabrik terbesarnya di Indonesia di Cikarang Barat.

Lucia mengungkapkan bila Amatil Indonesia juga terus berinvestasi dalam program efisiensi energi di semua operasi, termasuk mentransformasi lemari es yang digunakan pelanggan dengan model yang lebih hemat energi, mengubah sistem pencahayaan ke LED sejak tahun 2016 di seluruh pabrik dan gudang, menjalankan konversi boiler, pembangkit listrik, dan energi forklift dari matahari menjadi gas alam dan gas alam terkompresi sejak tahun 2008. Di samping itu, selama tiga tahun terakhir, CCAI telah mengganti solar dengan energi yang lebih ramah lingkungan, yaitu LNG dan LPG.

“Berbagai investasi telah digulirkan Amatil Indonesia untuk keberlanjutan lingkungan merupakan bukti konkret komitmen kami untuk keberlanjutan lingkungan dan meninggalkan warisan positif. Capaian Amatil Indonesia dalam mentransformasi operasi bisnis ke arah yang lebih ramah lingkungan, merefleksikan komitmen kami untuk secara aktif melibatkan karyawan, pelanggan, komunitas lokal, pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang,” jelas dia.

Baca Juga: Siapkah Indonesia Beralih dari Energi Fosil ke Energi Terbarukan?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya