Pemerintah Segera Ajukan Dua RUU Omnibus Law ke DPR, Ini Bocorannya
Diharapkan bisa meningkatkan daya saing dalam negeri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah akan segera mengajukan 2 (dua) Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yakni RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan. Kedua RUU Omnibus Law ini disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia.
"Ini adalah hasil evaluasi untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing kita, sesuai arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (12/12).
Baca Juga: Omnibus Law Diprediksi Picu Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen di 2020
1. Airlangga bakal sertakan hasil pembahasan omnibus law ke Presiden dan DPR
Airlangga menegaskan jika pihaknya siap menyampaikan laporan hasil pembahasan Omnibus Law kepada Presiden RI, termasuk penyelesaian Naskah Akademik dan draft RUU Omnibus Law, untuk kemudian diserahkan ke DPR RI. "Kemudian paralel dengan pembahasan bersama DPR RI nanti, kita juga akan mulai menyiapkan regulasi turunannya," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM bersama dengan Badan Legislasi DPR RI pada tanggal 5 Desember 2019 lalu telah menetapkan kedua RUU Omnibus Law ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Super Prioritas Tahun 2020.
Pemerintah pun turut mengapresiasi keterlibatan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dalam proses penyusunan dan konsultasi publik Omnibus Law. Telah dibentuk Satuan Tugas Bersama (Task Force) yang dipimpin oleh Ketua Umum KADIN, dengan anggota berasal dari unsur K/L, Pemda, Akademisi, serta dari KADIN sendiri.
"Pemerintah melibatkan KADIN dalam pembahasan Omnibus Law untuk mendapatkan masukan dan usulan agar substansi Omnibus Law selaras dengan kebutuhan pelaku usaha," tuturnya.
Selain itu Airlangga kembali menegaskan, hambatan utama dalam peningkatan investasi dan daya saing adalah terlalu banyaknya regulasi, baik pada tingkat pusat dan daerah (hiper regulasi) yang mengatur sektor atau bidang usaha. Regulasi tersebut menyebabkan terjadinya disharmoni dan tumpang tindih di tataran operasional di berbagai sektor.
Maka itu diperlukan penerapan metode omnibus law, yakni pembentukan 1 (satu) UU yang mengubah berbagai ketentuan yang diatur dalam berbagai UU lainnya. Dengan demikian, berbagai hambatan dapat diselesaikan dalam satu UU.
"Karena apabila deregulasi dilakukan secara biasa (business as usual) yaitu dengan mengubah satu persatu UU, sulit untuk menyelesaikan berbagai hambatan investasi yang ada dan membuka ruang untuk investasi baru yang lebih luas," tuturnya.
Baca Juga: Omnibus Law Digodok, Netflix Harus Bayar Pajak ke Indonesia