Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Potensi padi hibrida perlu dimaksimalkan. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengeluarkan beberapa rekomendasi kepada pemerintah.
"Padi hibrida perlu dimasukkan dalam prioritas perencanaan pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)," ungkap Peneliti CIPS Indra Krishnamurti di Jakarta, Selasa (6/8).
Baca Juga: Padi Hibrida Bisa Jadi Alternatif Peningkatan Produksi Beras
1. Padi hibrida kurang diprioritaskan
IDN Times/Arifin Al Alamudi Menurut Indra, padi hibrida kurang diprioritaskan karena statistik kuantitas produksi beras nasional di Indonesia telah lama dibesar-besarkan. Baru belakangan data ini dikoreksi menggunakan metode Kerangka Sampel Area.
"Dengan statistik resmi yang menunjukkan tingkat produksi beras mencukupi, pembuat kebijakan tidak terdorong untuk berfokus pada peningkatan produktivitas," ungkapnya.
Hal itu mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pengembangan padi hibrida. Oleh sebab itu, tidak mengherankan pemerintah tidak memiliki program signifikan untuk meningkatkan penerimaan padi hibrida oleh petani.
2. Benih padi hibrida perlu diimpor
Selain itu, kata Indra, perlu dilakukan impor benih padi hibrida. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 127 tahun 2014 pasal 5 (1) b tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih Tanaman menyatakan bahwa benih padi hibrida F1 diizinkan untuk diimpor selama tiga tahun setelah pelepasan varietas.
"Namun, beberapa perusahaan tidak dapat melakukan impor ini. Menurut pasal 10 Peraturan ini, impor demikian tergantung pada adanya kekurangan pasokan benih dalam negeri, tetapi tidak ada pembedaan jelas antara benih inbrida dan hibrida," ungkapnya.
3. Pemerintah bisa memblokir impor F1 hibrida
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Akibatnya, pemerintah bisa memblokir impor F1 hibrida, dengan alasan bahwa tidak ada kekurangan benih di dalam negeri. Indonesia adalah salah satu konsumen beras terbanyak di dunia, dengan perkiraan tingkat konsumsi 97,6 kg per kapita per tahun pada tahun 2017.
Dengan jumlah penduduk yang besar (264 juta jiwa pada tahun 2018) dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,27 persen per tahun (2018), Indonesia harus menyediakan cukup banyak beras untuk memastikan ketahanan pangan di masa depan.
"Jumlah total beras yang dikonsumsi oleh orang Indonesia terus meningkat dan diproyeksikan akan meningkat 1,5 persen setiap tahunnya menjadi 99,08 kg per kapita per tahun pada tahun 2025. Jumlah ini diperkirakan akan kembali meningkat sebesar 2 persen per tahun menjadi 99,55 kg per kapita pada tahun 2045," kata Indra.
4. Padi hibrida bisa jadi alternatif peningkatan produktivitas beras nasional
IDN Times/Arifin Al Alamudi Padi hibrida dapat menjadi alternatif peningkatan produktivitas beras nasional. Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Krishnamurti, produktivitas padi hibrida memiliki potensi besar untuk ditingkatkan.
Padi hibrida memiliki produktivitas musiman rata-rata 7 ton/ha. Hal itu lebih tinggi kalau dibandingkan dengan produktivitas padi inbrida yang hanya mencapai 5,15 ton/ha.
"Namun, luas tanam padi hibrida hanya kurang dari satu persen dari total luas tanam padi di Indonesia dan telah mengalami stagnasi selama beberapa tahun," ungkap Indra.
Baca Juga: Peningkatan Mutu Benih Penting untuk Dorong Produksi Tanaman Pangan