TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ekspor Indonesia Perlu Beralih dari Komoditas ke Produk Olahan

Kontribusi ekspor Indonesia masih stagnan diangka 0,9 persen

Ilustrasi Ekspor (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Saat ini, Indonesia masih menggantungkan sekitar 45 persen ekspornya pada produk-produk komoditas. Padahal harga komoditas lebih fluktuatif dan sangat bergantung pada dinamika yang sedang terjadi di seluruh dunia.

Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Deasy Pane, mengatakan bahwa Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk olahan dan tidak menggantungkan ekspornya pada komoditas. Oleh karena itu, diperlukan upaya terstruktur untuk dapat menggeser komoditas sebagai andalan ekspor .

“Bergantung pada komoditas menyebabkan kinerja perdagangan dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia,” jelas Pane.

Baca Juga: Ekspor Pertanian Balikpapan Didominasi Produk Olahan Kelapa Sawit

1. Harga komoditas akan memengaruhi nilai perdagangan Indonesia

Harga komoditas bahan bumbu dapur rumah tangga di Aceh (IDN Times/Saifullah)

Konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina secara tidak langsung ikut memengaruhi pergerakan harga komoditas yang juga berpengaruh pada nilai perdagangan Indonesia. Tingginya harga komoditas akan berpengaruh pada capaian ekspor Indonesia.

"Namun hal itu tidak mencerminkan kualitas dan daya saing produk Indonesia, serta hanya bersifat sementara," ujarnya.

Baca Juga: Perdagangan Indonesia-Ukraina Tembus US$1,46 Miliar di 2021

2. Impor bahan baku masih tetap dibutuhkan

Ilustrasi pekerja mengolah kedelai untuk produksi tahu dan tempe (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Dalam 2 dekade terakhir kontribusi ekspor Indonesia ke dunia masih stagnan di angka 0,9 persen. Pelaku usaha industri yang terlibat dalam kegiatan ekspor juga hanya sekitar 18 persen.

"Hal itu menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha Indonesia lebih berorientasi pada pasar domestik," kata Pane.

Indonesia masih tetap membutuhkan impor bahan baku yang tidak dapat dipenuhi di dalam negeri untuk memberikan nilai tambah pada produk lokal. Nilai impor yang menurun, kata dia, justru menandakan adanya penurunan kinerja industri dalam negeri.

Baca Juga: INDEF: Harga Komoditas Melonjak karena Mahalnya BBM Dunia

3. Ada pengaruh dari aktivitas perdagangan internasional

Ilustrasi ekspor impor (IDN Times/Arief Rahmat)

Tingginya aktivitas perdagangan internasional, kata Pane, akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas nasional. Defisit neraca perdagangan memang dapat berdampak negatif pada kestabilan moneter Indonesia.

Namun, bila aktivitas perdagangan baik impor maupun ekspor dibatasi akan berpengaruh pada aktivitas pelaku usaha dan industri serta daya beli masyarakat.

4. Dibutuhkan komitmen pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang mendukung

Ilustrasi investasi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Pane melanjutkan bahwa pemerintah harus memberi perhatian pada persoalan tersebut. Pelaku usaha perlu mendapat dorongan dari pemerintah agar berani bersaing di pasar domestik maupun internasional.

"Peningkatan produktivitas dan kualitas yang memenuhi standar internasional merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan," ujarnya.

Di samping itu, pemerintah juga perlu berkomitmen untuk menciptakan iklim investasi yang mendukung, iklim persaingan usaha yang sehat, peningkatan kapasitas tenaga kerja dan infrastruktur yang mendukung.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya