TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Begini Perang Rusia-Ukraina Akan Menghantam Perdagangan China

Perang mengganggu pertumbuhan di mitra dagang utama China

Pertemuan antara Presiden Rusia, Vladimir Putin (kiri), dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, (kanan), di Beijing, Tiongkok, pada Jumat, 4 Februari 2022, waktu setempat. (Twitter.com/KremlinRussia_E)

Jakarta, IDN Times – Surplus perdagangan China melonjak ke level tertinggi dalam sejarah selama pandemik karena orang-orang mengonsumsi lebih banyak barang daripada sebelumnya, tetapi para analis mengatakan perang Rusia-Ukraina akan mengubahnya.

Menurut perkiraan dari ANZ Research, surplus perdagangan raksasa manufaktur Asia itu bisa turun menjadi 238 miliar dolar Amerika Serikat (AS) tahun ini atau hanya sekitar 35 persen dari 676 miliar dolar AS yang dicapai tahun lalu.

“Perang di Ukraina akan segera mulai membebani perdagangan bersih karena permintaan asing yang lebih lemah dan biaya impor yang lebih tinggi,” kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di perusahaan riset Capital Economics, sebagaimana dikutip dari CNBC, Jumat (18/3/2022).

Baca Juga: IMF: Ekonomi Ukraina Bisa Runtuh jika Perang Berlarut-Larut

1. Gangguan pertumbuhan di mitra dagang utama China

Presiden Dewan Eropa Charles Michel (kiri) berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (Tengah). (Independent)

Ekonom senior China di ANZ Research, Betty Wang, mengatakan perang dapat menyebabkan perlambatan yang lebih luas dalam ekonomi global, terutama di Eropa.

Uni Eropa (UE) adalah mitra dagang terbesar kedua China, menyumbang sekitar 15 persen dari total ekspor negara Asia itu. Menurut ANZ Research, ekspor ke UE telah melonjak lebih tinggi tahun lalu, mencapai 16 persen dari total 30 persen pertumbuhan ekspor China.

“Secara statistik, pertumbuhan ekonomi UE memiliki korelasi tinggi dengan total pertumbuhan ekspor China,” kata Wang. Ia menambahkan bahwa untuk setiap penurunan 1 poin persentase dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) UE, total pertumbuhan ekspor China akan turun sebesar 0,3 poin persentase.

Baca Juga: Apa Penyebab Harga Minyak Dunia Anjlok?

2. Gangguan chip dan kekhawatiran seputar nikel

Personel militer dari Divisi Lintas Udara ke-82 dan Korps Lintas Udara ke-18 menaiki pesawat angkut C-17 untuk dikirim ke Eropa Timur, di tengah meningkatnya ketegangan antara Ukraina dan Rusia, di Fort Bragg, Carolina Utara, AS, Kamis (3/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Bryan Woolston/WSJ.

ANZ Research juga mengatakan perang Rusia dan Ukraina akan semakin mengganggu rantai pasokan semikonduktor yang sudah mengalami gangguan parah. Ini jelas akan berdampak pada China yang sangat bergantung pada ekspor elektroniknya.

Menurut perusahaan riset tersebut, ekspor barang elektronik berkontribusi 17,1 poin persentase terhadap pertumbuhan ekspor 30 persen China pada 2021.

Analis juga mencatat baik Ukraina dan Rusia memainkan peran penting dalam rantai pasokan semikonduktor global.

Ukraina memasok gas langka yang dimurnikan seperti neon dan kripton, keduanya penting dalam pembuatan semikonduktor. Negara ini juga menghasilkan logam mulia yang digunakan untuk membuat chip, smartphone dan kendaraan listrik.

Laporan TS Lombard yang diterbitkan Senin lalu juga menyebut bahwa China termasuk di antara pasar negara berkembang yang rentan terhadap kekurangan komoditas yang disebabkan oleh perang. Secara khusus, China sensitif terhadap gangguan pasokan nikel, kata laporan itu.

Pekan lalu, London Metal Exchange menghentikan perdagangan nikel setelah harga naik lebih dari dua kali lipat menyusul kekhawatiran gangguan pasokan akibat perang. Rusia adalah produsen nikel terbesar ketiga di dunia.

Nikel adalah bahan baku utama dalam baterai kendaraan listrik dan China adalah produsen kendaraan listrik terbesar di dunia. Jumlah kendaraan listrik yang diekspor ke negara lain melonjak 2,6 kali menjadi hampir 500 ribu tahun lalu, lebih banyak dari negara lain mana pun di dunia, menurut laporan Nikkei pekan lalu.

Menurut sebuah penelitian, kendaraan listrik buatan China menyumbang sekitar 44 persen dari kendaraan listrik yang diproduksi dari 2010 hingga 2020.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya