TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Varian Delta Kaburkan Target Pemulihan Ekonomi Dunia

Delta dominan di banyak negara dan pengaruhi sentimen pasar

ilustrasi seorang pasien (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Jakarta, IDN Times – Para ahli strategi memperingatkan bahwa penyebaran varian delta yang cepat telah mengaburkan prospek pertumbuhan ekonomi. Namun mereka juga mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan bagaimana pasar akan bereaksi.

Pada Senin (12/7/2021), Prancis, Belanda, dan Spanyol mengumumkan pembatasan baru dalam upaya untuk menekan lonjakan kasus varian yang sangat menular itu. Sementara Inggris telah berkomitmen untuk mencabut fase terakhir pembatasan COVID-19 pada 19 Juli, meskipun ada peningkatan kasus.

Baca Juga: Kembali Bermutasi, Virus Corona Varian Delta Berubah Jadi 'Delta Plus'

1. Varian delta mendominasi

Perdana Menteri Inggris Boris Johson berada di luar ruangan dimana para teknisi membuat vaksin COVID-19 AstraZeneca di Oxford Biomedica, di Oxford, Inggris (ANTARA FOTO/Heathcliff O'Malley/Pool via REUTERS/WSJ)

Dalam sebuah catatan penelitian pada Senin, Oxford Economics mengatakan bahwa meski kasus COVID-19 global tetap relatif rendah, namun jumlah ekonomi yang melaporkan urutan varian delta telah naik menjadi 89 negara, di mana saat ini semakin banyak di antaranya yang mengidentifikasi varian ini sebagai strain dominan. Varian ini sendiri telah terdeteksi di lebih dari 100 negara.

Ben May, direktur Riset Makro Global Oxford Economics, mengatakan kekhawatiran pasar tentang dampak varian ini pada ekonomi global adalah hal pasti. Ia juga memperingatkan bahwa vaksin saja tidak akan bisa menjamin jalan mulus menuju normalitas ekonomi.

Baca Juga: Ada Varian Delta, Pemulihan Ekonomi RI Bakal Terganggu

2. Ekonomi berkembang bisa terdampak

Ilustrasi pandemik COVID-19. (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

May mengatakan kenaikan tajam yang terlihat di Inggris dapat menunjukkan bahwa jenis baru akan merusak ekonomi pasar negara berkembang karena program inokulasi yang kurang maju. Sebab, kenaikan kasus pun bahkan terjadi di Inggris yang peluncuran vaksinasinyabg telah dianggap mencapai kesuksesan. 

Ia juga memperingatkan bahwa langkah negara-negara yang berencana melakukan pembukaan kembali tanpa memvaksinasi penuh mayoritas populasinya lebih dulu, akan sangat berbahaya.

“Meskipun demikian jika ekonomi dibuka kembali dan memungkinkan kasus melonjak, kenaikan ekonomi dapat terbukti ilusi jika ketidakhadiran terkait COVID memicu gangguan besar pada bisnis dan kasus yang lebih tinggi mendorong jarak sosial sukarela yang lebih besar,” tambah May.

“Perkembangan yang sedang berlangsung di Inggris dapat memberikan lebih banyak wawasan tentang risiko ini. Tapi untuk saat ini, buktinya tidak meyakinkan,” tambahnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya