Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pelabuhan peti kemas (freepik.com)

Jakarta, IDN Times - Ketegangan dalam hubungan dagang antarnegara sering kali memunculkan kebijakan balasan yang dikenal sebagai retaliasi. Istilah tersebut kembali mencuat seiring meningkatnya praktik proteksionisme yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara baru-baru ini.

Retaliasi menjadi alat strategis yang digunakan negara untuk mempertahankan kepentingan ekonominya ketika menghadapi kebijakan perdagangan yang dianggap diskriminatif atau merugikan.

Namun, di balik tujuannya yang defensif, retaliasi juga menyimpan risiko besar terhadap stabilitas ekonomi internasional.

1. Pengertian retaliasi perdagangan

Ilustrasi impor (Pixabay.com/Pexels)

Dikutip dari berbagai sumber, retaliasi atau tindakan balasan adalah respons suatu negara terhadap kebijakan perdagangan negara lain yang dianggap merugikan.

Dalam konteks ekonomi dan perdagangan internasional, retaliasi biasanya berupa pemberlakuan tarif atau hambatan dagang lainnya. Hal itu dilakukan sebagai balasan atas tindakan proteksionis seperti tarif impor tinggi, subsidi ekspor, atau larangan perdagangan yang diberlakukan terlebih dahulu oleh negara mitra.

Retaliasi merupakan salah satu mekanisme legal yang dapat digunakan negara sebagai bentuk penegakan haknya dalam sistem perdagangan multilateral, terutama jika penyelesaian sengketa secara diplomatik tidak membuahkan hasil.

2. Contoh praktik retaliasi

ilustrasi ekspor (pexels.com/Kai Pilger)

Salah satu contoh nyata retaliasi terjadi dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China pada 2018-2019.

Ketika AS menerapkan tarif tinggi terhadap produk-produk Tiongkok senilai ratusan miliar dolar, China membalas dengan mengenakan tarif serupa terhadap barang-barang asal AS, mulai dari kedelai hingga mobil.

Aksi saling balas tersebut dikenal sebagai tit-for-tat retaliation yang memicu ketidakpastian pasar global dan menekan pertumbuhan ekonomi dunia.

3. Dampak retaliasi terhadap ekonomi

ilustrasi ekspor impor (pexels.com/Samuel Wölfl)

Retaliasi memiliki dampak luas, baik bagi negara yang menerapkan maupun negara yang menjadi target. Dampaknya meliputi:

  • Kenaikan harga barang: Tarif impor membuat harga barang naik bagi konsumen domestik.
  • Gangguan rantai pasok global: Perusahaan yang bergantung pada komponen impor terdampak biaya produksi lebih tinggi.
  • Penurunan ekspor: Negara yang menjadi sasaran retaliasi akan kehilangan akses pasar dan menghadapi penurunan permintaan.
  • Ketidakpastian investasi: Investor cenderung menahan ekspansi karena risiko kebijakan yang tidak stabil.

Namun, dalam jangka pendek, retaliasi bisa digunakan sebagai alat negosiasi untuk menekan negara lain agar mengubah kebijakan perdagangannya.

4. Aspek hukum dan regulasi

ilustrasi ekspor-impor menggunakan kapal (pexels.com/Pixabay)

Di bawah peraturan WTO, tindakan retaliasi hanya diperbolehkan setelah melalui proses penyelesaian sengketa yang sah dan disetujui oleh Dispute Settlement Body (DSB). Tujuannya adalah menjaga agar sistem perdagangan tetap adil dan terukur, serta menghindari eskalasi yang merusak stabilitas ekonomi global.

Jadi, dapat disimpulkan retaliasi adalah strategi kebijakan yang bersifat defensif, namun berisiko memicu konflik dagang yang berkepanjangan. Meski legal dalam kerangka WTO, penerapannya perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian nasional maupun global.

Editorial Team