Mengenal Kebijakan Tarif Trump: Bikin Ekonomi Indonesia Makin Mandek?

- Presiden Trump menerapkan tarif impor 10% untuk semua negara, termasuk Indonesia. Negara dengan surplus perdagangan ke AS dikenai tarif tambahan hingga 32%.
- Tarif ini dianggap sebagai hukuman bagi negara yang terlalu banyak ekspor ke Amerika, seperti Indonesia. Produk ekspor seperti tekstil dan sepatu bisa kehilangan daya saing karena harga naik di pasar AS.
- Negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia juga kena tarif tinggi. Indonesia harus mempertahankan kualitas produk dan menjajaki pasar baru untuk tetap kompetitif.
Kebijakan ekonomi global makin sulit ditebak, apalagi sejak Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor yang bikin heboh dunia. Mulai dari negara besar kayak China dan Uni Eropa, sampai negara berkembang termasuk Indonesia, semua kena getahnya.
Hal yang bikin lebih mencengangkan, tarif ini disebut Trump sebagai “reciprocal tariffs” alias tarif balasan. Tapi bener gak sih, ini bisa dibilang balasan yang adil?
Buat kamu yang mungkin belum terlalu ngikutin isu ini, tarif Trump bukan cuma sebatas pajak biasa. Efeknya bisa mengubah arah perdagangan dunia, bahkan bikin ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, jadi serba sulit.
Dalam artikel ini, kamu bakal diajak kenalan lebih dekat sama kebijakan tarif Trump dan kenapa ini penting buat kita di Indonesia. Yuk, kita bahas bareng-bareng lewat poin-poin berikut ini!
1. Apa sih sebenarnya tarif Trump itu?

Jadi gini, Presiden Trump mengumumkan kebijakan baru yang menerapkan tarif impor sebesar 10 persen untuk semua negara, dan tarif tambahan untuk sekitar 60 negara yang dianggap punya surplus dagang terlalu tinggi dengan Amerika. Indonesia termasuk dalam daftar itu, lho.
Negara yang punya surplus perdagangan besar ke AS bakal dikenakan tarif tambahan berdasarkan formula tertentu. Menurut laporan CNN, tarif ini dihitung dari setengah selisih antara nilai ekspor dan impor ke AS. Misalnya, Indonesia yang punya surplus sekitar 17,88 dolar AS miliar akhirnya dikenai tarif 32 persen.
Meski dinamakan “reciprocal”, tarif ini bukan benar-benar mencerminkan tarif yang sama seperti yang negara-negara itu terapkan ke AS. Bahkan menurut Mike O’Rourke, analis pasar dari Jones Trading, perhitungannya lebih mirip hukuman buat negara yang terlalu banyak ekspor ke Amerika.
2. Indonesia kena 32 persen, dampaknya seberapa besar?

Tarif sebesar 32 persen jelas bukan angka kecil. Kalau kamu kerja di sektor ekspor atau punya usaha yang mengandalkan pasar Amerika, kebijakan ini bisa jadi pukulan telak.
Menurut KSP (Kantor Staf Presiden) seperti dilansir Antara, pemerintah Indonesia sudah tahu soal potensi tarif ini sejak awal. Bahkan, seperti disampaikan oleh Edy Priyono, pemerintah sudah mengantisipasi efeknya dengan berbagai analisis dan langkah mitigasi. Meskipun begitu, tetap aja ini bikin banyak eksportir ketar-ketir.
Hal yang harus kamu tahu, banyak produk ekspor Indonesia ke Amerika, seperti tekstil, sepatu, dan produk manufaktur lain yang bisa kehilangan daya saing karena harga jadi makin mahal di pasar AS. Dan kalau ekspor turun, efek dominonya bisa ke mana-mana: dari produksi, lapangan kerja, sampai pendapatan negara.
3. Negara Asia Tenggara juga kena imbasnya

Gak cuma Indonesia yang dibikin pusing. Negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia juga kena tarif tinggi. Vietnam bahkan kena 46 persen, sementara Thailand 36 persen dan Malaysia 24 persen.
Ini berarti kompetisi di antara negara ASEAN dalam menjual produk ke Amerika jadi sama-sama berat. Menurut ekonom dari Nationwide, Kathy Bostjancic, Asia adalah kawasan yang paling terdampak dalam kebijakan ini karena banyak negara di sini memang basis manufaktur yang besar buat pasar global.
Dengan kondisi seperti ini, Indonesia bisa dibilang masih punya peluang untuk tetap kompetitif, asal bisa mempertahankan kualitas produk dan menjajaki pasar baru. Dukungan dari pemerintah dalam bentuk insentif ekspor dan kerja sama dagang juga jadi kunci agar pelaku usaha lokal bisa bertahan di tengah tekanan tarif ini.
4. Ancaman resesi global makin nyata

Kamu mungkin berpikir, “Ini cuma soal tarif dagang, apa hubungannya sama kita?” Tapi kenyataannya, kebijakan ini bisa berdampak luas banget, lho.
Ekonom dari Moody’s Analytics, Mark Zandi, bilang bahwa kalau tarif-tarif ini terus diterapkan dan negara-negara lain juga balas dendam dengan tarif mereka sendiri, maka bisa aja dunia masuk ke resesi serius.
Ini berarti pertumbuhan ekonomi melambat, pengangguran naik, dan daya beli masyarakat turun. Di Indonesia, efek ini bisa terasa lewat naiknya harga barang impor, ketidakstabilan kurs rupiah, dan turunnya permintaan global terhadap produk lokal.
5. Langkah Indonesia: Jangan cuma diam

Untungnya, Indonesia gak tinggal diam. Menurut KSP, pemerintah udah mulai ambil langkah mitigasi dan bahkan membuka kemungkinan buat lobi ke pihak AS. Selain itu, pelemahan rupiah juga disebut bisa bantu dorong daya saing ekspor kita, meskipun di sisi lain bikin beban buat para importir.
Hal yang menarik, beberapa ahli menyarankan Indonesia buat makin aktif memperluas pasar ekspor ke negara-negara nontradisional, seperti anggota BRICS. Jadi gak cuma bergantung sama pasar Amerika yang makin proteksionis.
Kebijakan tarif Trump memang bikin banyak negara panas dingin, termasuk Indonesia. Meski pemerintah sudah bersiap, kamu sebagai warga juga perlu tahu gimana situasi ini bisa berdampak ke kehidupan sehari-hari, terutama kalau kamu kerja di sektor yang terkait ekspor-impor.
Intinya, kebijakan dagang global itu bukan cuma urusan politik tingkat tinggi. Dampaknya bisa sampai ke pabrik, UMKM, bahkan kantong kamu sendiri. Jadi, tetap update dan kritis, ya!