TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Duh, Sepertiga Penduduk Indonesia Rentan Jatuh Miskin saat Guncangan  

2019 sebanyak 40 persen penduduk tidak aman secara ekonomi

Satu Kahkonen World Bank/ Triyan Pangastuti

Jakarta, IDN Times - Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, mengatakan sepertiga penduduk Indonesia rentan jatuh miskin apabila terkena guncangan ekonomi global maupun perubahan iklim. Kondisi ini disebabkan tingkat produktivitas masyarakat Indonesia masih relatif rendah.

Berdasarkan data pada 2019, sebanyak 40 persen penduduk Indonesia tidak aman secara ekonomi. Sementara itu tingkat pengangguran tercatat sebesar 5,9 persen pada 2022. 

"Sebagian besar rumah tangga ini tidak miskin tetapi dapat jatuh miskin jika terkena guncangan," ungkapnya dalam acara World Bank di SCBD Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Kahkonen menjelaskan kelompok rumah tangga yang tidak aman secara ekonomi itu bisa terpaksa mengadopsi strategi yang merugikan saat menghadapi guncangan. Alhasil, mereka menempuh langkah untuk meminimalisasi guncangan dengan mengurangi aset fisik dan sumber daya manusia yang dimilikinya.

"Ini kemudian berujung dengan berkurangnya produktivitas jangka pendek dan jangka panjang."

Baca Juga: Bank Dunia: Bansos dan Jaminan Sosial Lebih Efektif Kurangi Kemiskinan

Baca Juga: Bank Dunia Usul Semua Barang Kena PPN di RI, Apa Bisa Diterapkan?

1. Masyarakat butuh kesempatan kerja di sektor yang prdouktivitasnya tinggi

Ilustrasi buruh/pekerja. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Kahkonen menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan kesempatan kerja yang lebih baik dan menawarkan penghasilan yang lebih besar, khususnya di sektor-sektor dengan produktivitas tinggi. 

Meski sektor digital di Tanah Air telah berkembang pesat, namun pekerja yang memiliki keahlian di bidang tersebut masih terlalu kecil.

"Hanya satu dari sepuluh pekerja Indonesia yang memiliki pekerjaan dengan keterampilan tinggi, dan tidak cukup banyak pekerja yang memiliki keterampilan yang tepat untuk memanfaatkan peluang ini," ungkapnya. 

Kemudian, sektor pertanian dan jasa memiliki nilai tambah yang rendah. Namun kedua pekerjaan tersebut, diyakininya, bisa menjadi pendorong utama pengentasan kemiskinan meski tidak terlalu produktif.

"Pendapatan pertanian mendorong pengentasan kemiskiann di pedesaan. Namun demikian, banyak petani tetap miskin karena mereka terkendala pada produktivitas rendah dalam staretgi pemenuhan kebutuhan hidup dan produksi beras," bebernya. 

Sektor jasa, disebut memiliki nilai tambah yang rendah, tapi memainkan peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Ini khususnya di daerah perkotaan, dengan jumlah pekerja yang meningkat di sektor ini.

"Tetapi pekerja di sektor ini mayoritas bersifat informal dan produktivitasnya rendah dengan banyak pekerja yang tetap miskin," ujar dia. 

Baca Juga: Menko PMK: Target Jokowi Kemiskinan Ekstrem Nol Persen pada 2024

2. Bekerja tak jamin orang keluar dari kemiskinan

Ilustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Bank Dunia juga mengatakan bahwa bekerja belum cukup untuk mengatasi kerentanan terhadap kemiskinan. Hal ini disebabkan penghasilan yang diterima belum cukup untuk memenuhi kebutuhan atau belum mencapai keamanan ekonomi. 

"Sebagian besar penduduk Indonesia memiliki beberapa jenis pekerjaan, bahkan di antara rumah tangga miskin dan tidak aman secara ekonomi, lebih dari 8 dari 10 memiliki pekerjaan," ujarnya. 

Sementara itu, satu dari dua rumah tangga miskin di pedesaan menggantungkan penghasilannya dari pertanian. Namun, pendapatan dari pertanian juga dinilai tidak cukup untuk keluar dari kemiskinan.

Tak hanya itu, di daerah perkotaan maupun pedesaan juga banyak rumah tangga yang memiliki pekerjaan di bidang jasa. Sektor jasa yang dapat memberikan pekerjaan produktif, namun justru banyak pekerjanya terjebak dalam nilai tambah rendah dengan pendapatan yang tidak mencukupi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya