Impor Pakaian Bekas Dilarang, Kenapa BPS Masih Catat Transaksinya?
HS 63090000 dapat berupa barang individu atau personal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah tengah menindak tegas maraknya peredaran pakaian bekas impor ilegal. Hal ini menyusul dampak dari aktivitas thifting yang menganggu industri teksil Tanah Air bahkan pelaku usaha UMKM yang memproduksi pakaian.
Bahkan pelarangan ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Lantas mengapa data aktivitas impor pakaian bekas ini justru tercatat di Badan Pusat Statistik?
Kepala BPS, Margo Yuwono menjelaskan bahwa data yang tercatat di BPS telah berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Terlebih Bea dan Cukai memiliki tugas untuk melakukan pengawasan, dan mengecek barang yang masuk di wilayah Pabean.
"Data yang kita rilis itu sudah mengacu pada data Bea dan Cukai," tegasnya kepada IDN Times belum lama ini.
Baca Juga: Perbedaan Thrift, Thrifting, dan Thrift Shop, Wajib Tahu Bro!
Baca Juga: Kemenkop UKM: Impor Ilegal Pakaian Bekas Bisa Bunuh Bisnis UMKM
1. Impor pakaian bekas berkode HS 63090000
Adapun dalam proses pendataan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor pakaian bekas dengan kode HS 63090000 dengan tren dari sisi volume maupun nilai terus mengalami kenaikan.
"BPS mencatatkan ada impor pakaian bekas dan barang bekas lainnya yang tercatat sebagai HS 63090000," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa HS 63090000 dapat berupa barang individu atau personal yang dikirim melalui jasa pengiriman, seperti barang pindahan milik pribadi seperti baju, buku, sepatu, milik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang akan tinggal ke atau di Indonesia.
Baca Juga: Cegah Impor Thrifting, Bea Cukai Soetta Batasi Barang dari Luar Negeri