TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ada Persoalan Semrawut, RI Terancam Masuk Middle Income Trap

RI turun kelas jadi negara pendapatan menengah ke bawah

Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4/2021). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Status Indonesia yang kini menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah atau lower middle income country  membuka peluang besar RI terjebak dalam negara pendapatan menengah (middle income trap).

Menurut Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didin S Damanhuri, ada persoalan semrawut yang juga membuat ancaman middle income trap lebih besar lagi. Sebab, persoalannya tak mudah diselesaikan karena bersifat struktural.

"Jadi ada problem struktural. Itu mengapa Indonesia tidak hanya ketinggalan dari Korsel dan Malaysia, tetapi bisa terancam middle income trap," kata Didin dalam webinar INDEF, Selasa (13/7/2021).

Baca Juga: Indonesia Turun Kelas Jadi Negara Pendapatan Menengah Bawah

1. Industrialisasi tak berjalan

Ilustrasi industri/pabrik. IDN Times/Arief Rahmat

Menurut Didin, persoalan pertama adalah deindustrialisasi, atau tidak berjalannya industrialisasi di Tanah Air. Menurutnya, di era reformasi (1998-sekarang), Indonesia justru mengalami deindustrialisasi.

"Deindustrialisasi ini karena isi pelaku ekonomi diisi oleh pemburu rente. Mereka lebih melihat akumulasi kapital tanpa menjadi paku yang semakin mendalam. Sebagai pelaku industri (seharusnya) merebut teknologi, inovasi, dan entrepreneurship, (tapi) itu tidak dilakukan," tutur Didin.

Baca Juga: Ini Penyebab Indonesia Masuk Kategori Negara Pendapatan Menengah Bawah

2. Pelaku bisnis di Indonesia tidak fokus melakukan inovasi

Ilustrasi uang (IDN Times/Mardya Shakti)

Didin mengatakan, para pelaku bisnis tidak bisa fokus melakukan inovasi untuk menciptakan industrialisasi karena mereka harus ikut turun tangan dalam persoalan politik.

"Struktur politik kita, setiap event politik dibiayai mereka (pebisnis). Sehingga jadilah mereka oligarki bisnis, ekonomi, bahkan oligarki politik bagi yang join dengan politik. Ini yang menghalangi Indonesia akan sulit merebut teknologi dengan kapasitas inovasi dan entrepreneurship," ucap Didin.

Didin mengatakan, persoalan itu sudah terjadi sejak lama dan tak kunjung usai.

"Selalu event politik ini mengganggu neraca mereka, mengganggu keseriusan mereka untuk fokus industrialisasi, sehingga ya jalan di tempat. History of no change," tutur dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya