AS dan China Capai Terobosan Baru dalam Perundingan Dagang

- Pertemuan dagang AS-China di Jenewa membuahkan kesepakatan penting untuk meredakan konflik dagang global.
- Kesepakatan mencakup pembentukan mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan serta komunikasi rutin antara kedua negara.
Jakarta, IDN Times – Pertemuan dagang tatap muka pertama sejak perang tarif meledak awal tahun ini membuahkan hasil mengejutkan. Amerika Serikat (AS) dan China sama-sama menyatakan tercapainya kesepakatan penting yang bisa meredakan konflik dagang yang telah mengguncang pasar global. Diskusi berlangsung akhir pekan lalu di Jenewa, Swiss.
Delegasi AS dipimpin Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Mereka menyebut diskusi berlangsung produktif dan konstruktif, namun belum merinci isi kesepakatan. Greer menyoroti hasil pembicaraan ini akan membantu menangani defisit dagang AS senilai 1,2 triliun dolar AS (sekitar Rp19.905 triliun), yang disebutnya sebagai darurat nasional.
Dikutip dari CNN Internasional, Senin (12/5/2025), China diwakili Wakil Perdana Menteri He Lifeng. Ia menggambarkan perundingan sebagai terbuka, mendalam, dan konstruktif, serta menilai konsensus yang dicapai punya dampak luas bagi stabilitas ekonomi global.
1. Mekanisme konsultasi bilateral disepakati dua negara

Lifeng mengungkap, kedua negara sepakat membentuk mekanisme konsultasi ekonomi dan perdagangan. Ia akan memimpin langsung jalur komunikasi ini dari pihak China dan akan bekerja bersama mitra AS secara sejajar. Menurutnya, inisiatif ini punya arti strategis besar dan akan jadi fondasi pembicaraan lanjutan.
Li Chenggang dari delegasi China menambahkan, tim kerja dari kedua pihak akan menjalin komunikasi rutin, baik formal maupun informal. Jadwal dan lokasi putaran pembicaraan selanjutnya akan diumumkan kemudian. Ia menggambarkan pendekatan ini sebagai respons terhadap ekspektasi global, kepentingan nasional China, serta desakan dari pelaku bisnis AS.
Meski Gedung Putih menyebut hasil pembicaraan ini sebagai kesepakatan dagang, belum ada detail yang dirilis. Pernyataan bersama dijadwalkan rilis pada Senin pagi. Li membandingkan proses penyusunannya dengan menyiapkan hidangan lezat, yang menurutnya akan terasa penting kapan pun disajikan.
2. Dampak ekonomi langsung terlihat di dua negara

Kabar perundingan ini langsung menggairahkan pasar. Saham di China daratan dan Hong Kong menguat pada Senin. Nilai tukar yuan juga naik terhadap dolar AS. Di AS, indeks Dow, S&P 500, dan Nasdaq menunjukkan lonjakan signifikan dalam perdagangan berjangka pada Minggu malam.
Namun ketegangan sebelumnya telah melumpuhkan banyak sektor. Ekonomi AS sempat menyusut 0,3 persen pada kuartal pertama akibat lonjakan impor sebelum tarif berlaku. Di China, produsen seperti Sorbo Technology melaporkan gangguan besar, dengan separuh produk tujuan AS kini terjebak di gudang.
Pelabuhan di AS juga terdampak. Otoritas pelabuhan mencatat tak ada kapal kargo dari China yang tiba di pantai barat selama 12 jam terakhir. Situasi ini disebut belum pernah terjadi sejak pandemik COVID-19 melanda.
3. Trump klaim reset total, pakar minta tetap waspada

Presiden AS Donald Trump menulis di Truth Social, pembicaraan di Jenewa menghasilkan “reset total” dalam hubungan dagang AS-China. Ia menyebut diskusi berjalan sangat baik dan dilakukan secara ramah, namun konstruktif. Menurutnya, tujuan utamanya adalah membuka pasar China bagi bisnis Amerika.
Namun, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt sebelumnya mengatakan bahwa AS tidak akan menurunkan tarif secara sepihak. China harus melakukan konsesi agar ada pelonggaran dari pihak AS.
Sejumlah pakar menyambut hasil perundingan ini dengan optimisme hati-hati. Ngozi Okonjo-Iweala dari WTO menyebutnya “langkah maju yang signifikan”, dikutip dari BBC, Senin (12/5/2025).
Frank Lavin, eks pejabat perdagangan AS, menilai tarif kemungkinan akan dipangkas tapi tetap jauh di atas rata-rata sejarah. Sementara Andrew Wilson dari Kamar Dagang Internasional menyarankan agar tarif ditekan hingga 30 persen, idealnya menuju 20 persen. Ia menilai tarif di atas 20 persen masih bisa memukul perdagangan global.
Deborah Elms dari Hinrich Foundation memperkirakan belum ada solusi konkret soal tarif timbal balik, hanya kesepakatan untuk terus berdialog.