Trump Sebut Hubungan Dagang AS-China Alami Reset Total

- Trump klaim pembicaraan dagang dengan China mencapai kemajuan besar di Jenewa.
- Pertemuan berlangsung tertutup di kediaman Duta Besar Swiss untuk PBB, dengan banyak kesepakatan dibuat.
- Ekonom global Citigroup Nathan Sheets menyatakan bahwa situasi tarif yang tinggi merugikan kedua negara.
Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut hubungan dagang dengan China mengalami “reset total” menjelang hari kedua pembicaraan resmi di Jenewa pada Minggu (11/5/2025). Pertemuan ini berlangsung tertutup di kediaman Duta Besar Swiss untuk PBB, di sebuah vila tersembunyi dekat Danau Jenewa. Trump mengatakan diskusi hari pertama berlangsung sangat baik dan membuahkan banyak kesepakatan.
“Pertemuan yang sangat baik hari ini dengan China, di Swiss. Banyak hal yang dibahas, banyak yang disetujui. Pengaturan ulang total dinegosiasikan dengan cara yang ramah, tetapi konstruktif. Kami ingin melihat, demi kebaikan China dan AS, pembukaan China untuk bisnis Amerika. KEMAJUAN BESAR DIBUAT” tulis Trump, dikutip dari Hindustan Times, Minggu (11/5/2025).
Ia mengunggah pernyataan itu lewat Truth Social. Trump mengaku banyak hal telah disepakati dalam pertemuan itu. Ia juga menilai pembicaraan berjalan efektif dan menjanjikan ke arah deeskalasi konflik tarif.
1. Tarif ekstrem memicu perundingan mendesak di Jenewa
Pertemuan di Jenewa merupakan kontak langsung pertama sejak Trump menggencarkan tarif baru terhadap China bulan lalu. Sanksi tersebut mencapai total 145 persen, dengan sebagian barang bahkan dikenakan bea masuk kumulatif hingga 245 persen. Sebagai balasan, China menetapkan tarif 125 persen terhadap produk Amerika.
Ekonom global Citigroup Nathan Sheets menilai kondisi ini merugikan kedua negara.
“Ini adalah situasi kalah-kalah jika tarif setinggi ini tetap dipertahankan,” kata Sheets kepada AFP, dikutip dari Economic Times, Minggu (11/5/2025).
Sheets, yang pernah menjabat pejabat tinggi di Departemen Keuangan AS, menyebut hubungan dagang saat ini tidak sehat secara ekonomi. Ia menyambut baik langkah perundingan sebagai upaya mengurangi ketegangan yang semakin dalam.
2. Trump ingin turunkan tarif, tapi AS tak mau sepihak

Menjelang pertemuan Jenewa, Trump sempat melontarkan wacana menurunkan tarif lewat media sosial. Ia menyebut angka 80 persen sebagai ambang batas yang “terasa tepat”. Namun, juru bicara Karoline Leavitt langsung meluruskan bahwa Amerika tidak akan menurunkan tarif tanpa konsesi dari China.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan Trump ingin meredakan ketegangan. Pernyataan ini disampaikan dalam wawancara dengan Fox News, sebagaimana dilaporkan Hindustan Times. Di sisi lain, China tetap menuntut agar AS mencabut tarif terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan lebih lanjut.
Pejabat dari kedua negara sebelumnya juga menurunkan ekspektasi publik terhadap hasil perundingan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent menyebut pembicaraan hanya fokus pada deeskalasi, bukan kesepakatan besar. Pandangan senada juga ditulis oleh kantor berita Xinhua, yang menyebutnya sebagai “langkah penting dalam penyelesaian isu”.
3. Ekspor China naik, tapi skeptisisme tetap tinggi

Wakil Perdana Menteri China He Lifeng datang ke pertemuan dengan posisi percaya diri. Hal ini didukung kabar bahwa ekspor China meningkat bulan lalu meski perang dagang sedang berlangsung. Para analis meyakini lonjakan itu terjadi berkat pengalihan arus dagang ke Asia Tenggara.
Namun, tak semua pihak optimistis terhadap hasil pembicaraan Jenewa. Gary Huffbauer dari Peterson Institute for International Economics menyebut pertemuan itu hanya sebatas sinyal positif untuk pasar.
“Saya sangat skeptis akan ada pemulihan menuju hubungan dagang normal AS-China,” kata Huffbauer.
Ia menambahkan bahwa tarif 70 hingga 80 persen pun bisa memangkas perdagangan bilateral secara drastis. Selain itu, Huffbauer menyebut beberapa pejabat AS menyadari bahwa China justru lebih siap menghadapi perang dagang jangka panjang.