AS Masuk Resesi? Ini Penjelasan Ekonom Senior DBS Bank

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu mengumumkan sejumlah data yang memengaruhi perekonomiannya seperti tenaga kerja dan purchasing manager's index (PMI) manufaktur. Data yang disampaikan menunjukkan bahwa perekonomian AS tidak dalam kondisi baik-baik saja.
Data tenaga kerja AS melebihi ekspektasi pasar dan kemudian PMI manufaktur masuk ke dalam fase kontraksi. Hal itu kemudian beberapa pihak menyebut AS akan masuk dalam jurang resesi.
Namun, Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao membantah bahwa AS sedang dalam masa resesi. Menurutnya, nagara itu hanya mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Saya rasa kita tentu harus mempertimbangkan risikonya, tetapi saya juga ingin menegaskan kembali bahwa kami tidak berpikir AS akan mengalami resesi tahun ini. Perkiraan kami tentang ekonomi AS masih yakin AS akan mengalami soft landing tahun ini, bahwa pertumbuhannya akan melambat sekitar 1-1,5 persen," kata Radhika kepada awak media, di Jakarta, Selasa (6/8/2024).
1. Data tenaga kerja AS Juni 2024

Banyak pihak merujuk data tenaga kerja AS Juli 2024 sebagai acuan bahwa AS akan memasuki resesi. Jumlah lapangan kerja di AS tumbuh lebih lambat dari yang diproyeksikan pada Juli 2024, sedangkan tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam meningkat menjadi 4,3 persen.
Menurut Biro Statistik Departemen Tenaga Kerja AS, non farm payroll (NFP) meningkat 114.000 pekerjaan pada Juli, setelah naik 179.000 pada Juni. Realisasi tersebut lebih rendah dari proyeksi ekonom yang memperkirakan NFP naik 175.000 pekerjaan.
Biro Statistik menyebut, perlambatan juga didorong rendahnya perekrutan. Data pemerintah menunjukkan perekrutan turun ke level terendah dalam empat tahun pada bulan Juni. Penghasilan per jam rata-rata juga hanya naik 0,2 persen di Juli lalu, setelah naik 0,3 persen pada bulan Juni.
2. Data tenaga kerja AS masih wajar

Menurut Radhika, angka yang tercantum dalam data tenaga kerja AS Juli 2024 tidaklah terlalu buruk. Tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di AS.
"Sebenarnya (angkanya) tidak terlalu buruk. Mungkin di atas ekspekstasi, tapi gak terlalu buruk karena Amerika masih menambah jumlah pekerjanya walaupun tidak sebanyak yang diharapkan. Selama mereka masih menambah pekerja, ya itu bukan resesi," kata Radhika.
3. Tanda resesi di pasar modal

Sementara itu, Equities Specialist DBS Group Research, Maynard Arif mengungkapkan sejumlah tanda resesi yang muncul dari sisi pasar modal.
"Biasanya di awal resesi itu, investor itu paling dulu dan mereka biasanya berhati-hati, terutama investor asing. Jadi mungkin mereka menjaga aset-aset yang lebih aman sehingga kepemilikan saham akan berkurang, terjadi penjualan saham juga di kala Amerika memasuki resesi," tutur Maynard.
Namun, sambung Maynard, setelah itu para investor tersebut akan menilai lagi setelah beberapa waktu apakah resesi ini berdampak ke ekonomi Indonesia atau tidak.
"Selama mereka melihat prospek ekonomi di negara-negara lain dibandingkan di Amerika lebih bagus biasanya investor akan tertarik lagi," kata dia.