Sederet Alasan Perusahaan Boleh PHK  Karyawan dalam UU Cipta Kerja

Ada 14 aturan tentang PHK dalam beleid RUU Cipta Kerja

Jakarta, IDN Times - DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam rapat paripurna, pada Senin, 5 Oktober 2020 sore.

Undang-undang ini banyak sekali menuai penolakan dari serikat buruh. Salah satu yang menjadi penolakan berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK.

Lantas apa sebenarnya aturan PHK dalam Omnibus Law Cipta Kerja tersebut?

Baca Juga: RUU Cipta Kerja Sah, 2 Juta Buruh Rancang Mogok Massal Nasional

1. Alasan perusahaan boleh melakukan PHK dalam Omnibus Law Ciptaker

Sederet Alasan Perusahaan Boleh PHK  Karyawan dalam UU Cipta KerjaIlustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan beleid RUU Cipta Kerja Pasal 154A, pemerintah memperbolehkan perusahaan melakukan PHK kepada karyawan dengan alasan sebagi berikut:

1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan perusahaan
2. Perusahaan melakukan efisiensi
3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian.
4. Perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur)
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
6. Perusahaan pailit
7. Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh
8. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
9. Pekerja atau buruh mangkir
10. Pekerja atau buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
11. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib
12. Pekerja atau buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas selama 12 bulan
13. Pekerja atau buruh memasuki usia pensiun
14. Pekerja atau buruh meninggal dunia.

2. Berikut isu yang diusung buruh dalam menolak Omnibus Law Ciptaker

Sederet Alasan Perusahaan Boleh PHK  Karyawan dalam UU Cipta KerjaBuruh Tangerang menolak omnibus law (ANTARA FOTO/Fauzan)

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan, ada 10 isu yang diusung buruh dalam menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

Kesepuluh isu tersebut berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), sanksi pidana bagi pengusaha, tenaga kerja asing (TKA), upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.

“Dari 10 isu yang disepakati oleh pemerintah dan DPR, KSPI mencermati, katanya tiga isu, yaitu PHK, sanksi pidana bagi pengusaha dan TKA, dikembalikan sesuai dengan isi UU 13/2003,” kata Iqbal lewat keterangan tertulisnya, Senin.

3. RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang

Sederet Alasan Perusahaan Boleh PHK  Karyawan dalam UU Cipta KerjaTujuh tahap pembahasan UU Cipta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam pengambilan keputusan tingkat II rapat paripurna, DPR bersama pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) menjadi UU pada Senin, 5 Oktober 2002 sore.

Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan pandangan akhirnya terhadap RUU Ciptaker. Dia mengatakan RUU Ciptaker disepakati tujuh fraksi, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN.

Sedangkan dua fraksi uang menolak, yaitu Demokrat dan PKS. Bahkan anggota DPR dari Fraksi Demokrat walk out dari rapat paripurna.

“Namun demikian kami menyerahkan kepada mekanisme di Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai undang-undang,” kata Supratman.

“Apakah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dapat disetujui menjadi Undang-Undang,” tanya Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang memimpin rapat paripurna.

“Setuju,” jawab anggota dewan.

Baca Juga: Misteri Angka 7 di Balik Lika-Liku Perjalanan RUU Cipta Kerja

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya