Banjir Rokok Ilegal, Negara Boncos Rp5,76 Triliun

- Kenaikan tarif cukai menyebabkan peredaran rokok ilegal meningkat, berdampak pada kehilangan penerimaan negara hingga Rp5,76 triliun.
- Rokok ilegal tidak dikenai cukai, merugikan industri legal dan mengakibatkan selisih harga yang tinggi dengan rokok legal.
- Sinergi antara bea cukai dan aparat penegak hukum perlu ditingkatkan untuk memberantas peredaran rokok ilegal, serta rencana kenaikan HJE tembakau juga menjadi perhatian.
Jakarta, IDN Times - Negara berpotensi kehilangan penerimaan hingga Rp5,76 triliun imbas meningkatnya peredaran rokok ilegal. Hal itu merupakan salah satu hasil dari kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE-FEB UB).
Dalam kajian tersebut, dijelaskan pula lonjakan peredaran rokok ilegal merupakan dampak dari kenaikan tarif cukai. Meskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, mayoritas konsumen lebih memilih alternatif lebih murah atau ilegal daripada berhenti.
“Kenaikan tarif cukai yang tidak diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat justru mendorong peningkatan peredaran rokok ilegal,” kata Direktur PPKE-FEB UB, Candra Fajri Ananda dalam paparan hasil kajian bertajuk ‘Membangun Sinergi Kebijakan Cukai dan Pemberantasan Rokok Ilegal sebagai Pondasi Penguatan Ekonomi Nasional’, dikutip Jumat (8/11/2024).
1. Kehadiran rokok ilegal diakui berdampak pada minimnya penerimaan negara

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, peredaran rokok ilegal adalah salah satu tantangan utama dalam penerimaan cukai yang optimal.
Rokok ilegal yang tidak dikenai cukai berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dan merugikan industri legal. Dia mengakui bahwa tingginya selisih harga antara rokok legal dan ilegal menjadi salah satu pendorong peralihan konsumen ke rokok ilegal.
Menurutnya, sinergi antara bea cukai dan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kementerian terkait, dalam memberantas rokok ilegal perlu ditingkatkan. Pihaknya telah bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Bareskrim Polri untuk memantau dan menindak peredaran rokok ilegal di pasar online.
"Bahwa upaya ini perlu dilengkapi dengan kesadaran kolektif semua pihak agar pemberantasan rokok ilegal dapat dilakukan secara tuntas dan berkelanjutan," kata Nirwala.
2. Penindakan rokok ilegal terus dilakukan

Menyikapi hal tersebut, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian, Eko Harjanto mengatakan, penindakan rokok ilegal perlu ditindaklanjuti sampai ujungnya. Jika ujungnya tidak dilakukan penindakan, maka rokok ilegal akan meningkat terus.
“Bea Cukai tidak bisa sendirian, penegak hukum juga perlu berkontribusi,” kata Eko.
Sementara itu, Koordinator Bidang Pembinaan Jabatan Fungsional Mediator HI Kementerian Ketenagakerjaan, Feryando Agung Santoso menyoroti dampak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 tentang Peraturan Pelaksana UU No 17/2023 tentang Kesehatan.
Menurut dia, pemberlakuan PP 28/2024 berdampak pada peredaran rokok ilegal yang semakin masif.
“Industri hasil tembakau ini harus terus dipertahankan karena banyaknya tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini, termasuk keluarga yang juga terdampak,” ujar Feryando.
3. Revisi Peraturan Menteri Perindustrian

Perwakilan Kementerian Perindustrian, Nugraha Prasetya Yogi mengatakan, tarif rokok yang tinggi membuat konsumen beralih ke jenis rokok lain.
Adapun untuk meminimalisir rokok ilegal, Kemenperin sedang merevisi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 72. Regulasi itu untuk memantau keberadaan mesin linting dengan titik koordinat yang lebih akurat.
“Regulasi ini diharapkan mampu membatasi produksi rokok ilegal yang sulit diawasi karena melibatkan banyak pihak,” kata Nugraha.
Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengapresiasi hasil kajian PPKE-FEB UB. Selain itu, Andreas juga menyatakan, fenomena down trading seiring dengan kenaikan tarif tembakau menjadi perhatian di Komisi XI DPR.
Bukan hanya itu, rencana pemerintah akan menaikkan harga jual eceran (HJE) perlu menjadi perhatian bersama.
"Kami berharap hasil kajian ini bisa memberikan masukan tentang rencana kenaikan HJE tembakau karena akan memengaruhi fenomena downtrading. Tidak hanya pengaruh ke sektor ekonomi, tapi juga dari pajak pertambahan nilai," ujar Andreas.