Realisasi Konpers APBN KiTa per Agustus. (IDN Times/Triyan).
Yusuf menjelaskan, kondisi ini membuat peran fiskal sebagai motor pertumbuhan belum berjalan optimal. Padahal, defisit APBN per Agustus sudah menembus Rp321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Laju defisit ini baru 48,6 persen dari outlook defisit 2025 sebesar Rp662 triliun atau 2,78 persen terhadap PDB.
“Transmisi fiskal ke konsumsi dan investasi domestik masih lemah, sehingga ekonomi belum menunjukkan akselerasi yang diharapkan,” ujarnya
Secara rinci, belanja negara hingga Agustus terdiri dari belanja pemerintah pusat (BPP) Rp1.388,8 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp571,5 triliun. Di BPP, realisasi belanja Kementerian/Lembaga tercatat Rp686,0 triliun atau 59,1 persen dari pagu APBN, yang digunakan untuk penyaluran bantuan sosial berupa PBI JKN untuk 96,7 juta peserta, PKH untuk 10 juta KPM, kartu sembako untuk 18,3 juta KPM, PIP untuk 11,3 juta siswa, dan KIP Kuliah untuk 895,9 ribu mahasiswa melalui validasi Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional serta pelaksanaan program prioritas pemerintah.
Selain itu, realisasi belanja non-K/L sebesar Rp702,8 triliun atau 45,6 persen dari pagu APBN, antara lain untuk pembayaran manfaat pensiun dan subsidi tepat waktu agar masyarakat menikmati barang dengan harga bersubsidi. Ada peningkatan realisasi subsidi untuk BBM, LPG, listrik, dan pupuk dibandingkan 2024. BBM 3,5 persen lebih tinggi realisasinya, LPG 3 kg 3,6 persen lebih tinggi, listrik bersubsidi sekitar 3,8 persen lebih tinggi, dan pupuk 12,1 persen juta tonnya lebih tinggi.
Sedangkan realisasi TKD Rp571,5 triliun atau 62,1 persen dari pagu APBN. Realisasi ini lebih tinggi dari periode yang sama 2024 karena adanya perbaikan penyampaian dan pemenuhan syarat salur oleh pemerintah daerah. Belanja daerah terkontraksi 14,1 persen seiring pergantian kepemimpinan dan kebijakan efisiensi.
Sementara meski nilai serapan belanja negara per Agustus besar, namun belum cukup cepat untuk mendorong pertumbuhan. Di sisi lain, penerimaan negara hanya mencapai Rp1.638,7 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Kendati keseimbangan primer masih surplus Rp22 triliun, ruang pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal tetap terbatas.