Dirut PGN Buka Opsi Impor Gas untuk Stabilkan Harga

Jakarta, IDN Times - Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Gigih Prakoso membuka opsi impor untuk menstabilkan harga gas seperti yang diminta Presiden Joko 'Jokowi' Widodo.
"Kami akan tetap buka peluang dan kesempatan apabila memungkinkan lakukan impor dalam rangka berikan harga khusus untuk sektor industri tertentu. Ini juga sebagai opsi, sebagai balancing apabila diperlukan harga yang jauh lebih kompetitif yang bisa diperoleh dari sources Liquefied natural gas, (LNG) ke depan," kata Gigih di Kantor Pusat PT PGN, Jakarta, Selasa (21/1).
1. Dukungan PGN untuk pengurangan PNBP

Selain opsi impor, PGN juga siap menggunakan opsi lain seperti yang diinstruksikan Jokowi, seperti pengurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam rangka menurunkan harga gas.
"Tentunya ini tergantung pada kebijakan pemerintah dan SKK Migas, nantinya seperti apa. Kami terus terang sedang diskusi juga dengan Kementerian ESDM untuk upaya agar bisa capai digariskan pemerintah yaitu berikan harga ke industri US$6 per MMBTU," ujarnya.
2. PGN sudah hitung harga gas murah

Gigih juga mengatakan PGN akan menggunakan skema Domestic Market Obligation (DMO). DMO merupakan kewajiban badan usaha untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana dalam rangka penyediaan minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, yang besarnya diatur dalam Kontrak Kerja Sama.
"Kami sangat membutuhkan alokasi khusus untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri khususnya di sektor di industri," katanya.
Berdasarkan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas, Gigih mengatakan pihaknya sudah menghitung DMO untuk industri yang membutuhkan gas harian sebesar 320 Million Standard Cubic Feet per Day (gas) atau Juta Standar Kaki Kubik per Hari .
"Harapannya bisa dipenuhi dari DMO gas dengan harga khusus. Dengan harapannya bisa diterima di industri dengan willingness to pay daripada kemampuan mereka untuk bayar supply gas yang dimaksud," ujarnya.
3. Berbeda dengan Menteri ESDM

Langkah PGN yang membuka opsi impor untuk menurunkan harga gas berbeda dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang menolak impor. Arifin beralasan impor hanya akan menimbulkan masalah baru yakni defisit neraca keuangan.
“Kalau impor kita akan menghadapi problem lain yaitu current account deficit, kalau current account deficit-nya meningkat terus maka akan sebabkan tekanan ke nilai tukar rupiah,” ujarnya.
4. Jokowi geram harga gas masih tinggi

Diberitakan sebelumnya, Jokowi geram lantaran harga gas yang terus meningkat. Ia meminta harga gas dihitung dengan benar agar lebih kompetitif.
"Saya tadi mau ngomong yang kasar, tapi gak jadi. Coba dilihat betul penyebab tingginya harga gas mulai dari harga di hulu, di tingkat lapangan gas, di tengah terkait dengan biaya penyaluran gas, biaya transmisi gas, di tengah infrastruktur yang belum terintegrasi dan sampai di hilir di tingkat distributor," ujar Jokowi saat rapat terbatas mengenai Ketersediaan Gas untuk Industri bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju.