Bank Mandiri: Tantangan Ekonomi Global Sudah Ada Sebelum Isu Trump
- Rata-rata pertumbuhan ekonomi global merosot sejak pandemik covid-19
- Kebijakan Trump menambah kompleksitas yang terjadi di global
- Indonesia ikut terdampak dari gejolak global
Jakarta, IDN Times - Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, di luar kekhawatiran terhadap pengaruh kebijakan Donald Trump, tatanan global sebenarnya sudah lebih dulu menghadapi tantangan ekonomi yang tak kalah serius dan jauh lebih mendasar.
"Di luar dari permasalahan Trump ini, sebenarnya dunia itu sudah memiliki tantangan tersendiri,” kata Andry Asmoro dalam acara IDN Times Leadership Forum di Menara Global, dikutip Rabu (16/7/2025).
1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi global merosot sejak pandemik covid-19

Ia menjelaskan, sejak pandemik COVID-19, rata-rata proyeksi pertumbuhan ekonomi global menurun signifikan, jauh di bawah rata-rata yang dicapai selama dekade 1990-an hingga 2010-an.
“Kalau kita lihat forecast-nya, rata-rata pertumbuhan global lima hingga 10 tahun ke depan itu lebih rendah. Bahkan sebelum Trump kembali jadi isu, tantangan ini sudah ada,” tegasnya.
2. Kebijakan Trump menambah kompleksitas yang terjadi di global

Dalam konteks pertumbuhan global, data historis menunjukkan banyak negara pernah mencatatkan angka pertumbuhan tinggi. China misalnya, pada periode 1991–1995 tumbuh di atas 12 persen per tahun dan stabil di sekitar 8 persen selama dua dekade setelahnya.
Namun kini, berbagai lembaga internasional menunjukkan perekonomian dunia kemungkinan hanya akan tumbuh di kisaran moderat, bahkan cenderung melambat.
“Jadi sekali lagi, tanpa Trump pun tantangannya sudah luar biasa besar," ujarnya.
3. Indonesia ikut terdampak dari gejolak global
Indonesia pun tak luput dari imbas perlambatan ekonomi global. Ketergantungan terhadap sektor-sektor yang terhubung erat dengan pasar internasional seperti komoditas membuat ekonomi nasional sangat rentan.
Dia mengungkapkan, penyaluran kredit di Bank Mandiri sekitar 11–12 persen disalurkan ke sektor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Namun, performa sektor ini menunjukkan tren penurunan.
Penurunan juga terjadi pada batu bara. Dalam dua tahun terakhir, volume batu bara turun sebesar 28 persen, sementara harga sudah tidak lagi menunjukkan lonjakan seperti saat masa boom komoditas. Penurunan harga komoditas pun ikut berdampak pada penerimaan pajak.
"Jadi kalau kita bicara tax revenue harus dilihat dari bagaimana proyeksi dari CPO dan coal price kedepan. Masa-masa di saat (naiknya) harga komoditas seperti batu bara yang sempat melonjak hingga 400 dolar AS per ton dan meningkatkan penerimaan negara hingga 138 persen dan (tidak terjadi lagi)," tuturnya.