Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera India (pexels.com/Studio Art Smile)
Bendera India (pexels.com/Studio Art Smile)

Intinya sih...

  • India diprediksi pertumbuhan ekonominya turun menjadi 6,3 persen pada 2025
  • Pertumbuhan India didorong oleh konsumsi rumah tangga, ekspor jasa, dan investasi publik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pertumbuhan ekonomi India pada 2025 diperkirakan turun menjadi 6,3 persen dari sebelumnya 6,6 persen. Meski begitu, India masih disebut sebagai salah satu negara besar dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia.

Laporan ini dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam World Economic Situation and Prospects edisi pertengahan 2025.

Penurunan tersebut terjadi setelah India mencatat pertumbuhan sebesar 7,1 persen pada 2024. Kendati melambat, ekonomi India tetap ditopang oleh konsumsi domestik yang kuat dan belanja pemerintah yang stabil. Proyeksi untuk 2026 bahkan sedikit meningkat menjadi 6,4 persen.

“India tetap menjadi salah satu ekonomi besar dengan pertumbuhan tercepat, didorong oleh konsumsi swasta yang kuat dan investasi publik, bahkan ketika proyeksi pertumbuhan diturunkan menjadi 6,3 persen pada 2025,” kata Ingo Pitterle dari UN DESA, dikutip dari Economic Times, Sabtu (17/5/2025).

1. Ekspor jasa dan investasi publik jadi penopang utama

Ilustrasi Ekspor (IDN Times/Aditya Pratama)

Pertumbuhan India didorong oleh konsumsi rumah tangga yang kuat, ekspor jasa yang tangguh, dan investasi publik yang terus mengalir, yang menjaga laju ekonomi di tengah tekanan global. Namun, sektor ekspor barang India menghadapi tekanan akibat tarif baru dari Amerika Serikat (AS). Meski beberapa sektor seperti farmasi, elektronik, semikonduktor, energi, dan tembaga masih dikecualikan, status pengecualian ini bersifat sementara.

Di sisi lain, tingkat pengangguran di India tetap stabil selama kondisi ekonomi cukup terjaga. Namun, ketimpangan gender dalam dunia kerja masih menjadi perhatian utama, dengan laporan PBB mencatat perlunya inklusivitas lebih besar dalam partisipasi tenaga kerja perempuan.

2. Inflasi dan suku bunga mulai melandai

Ilustrasi Inflasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tingkat inflasi India diperkirakan melambat dari 4,9 persen pada 2024 menjadi 4,3 persen pada 2025, masih berada dalam rentang target bank sentral India. Kondisi ini memberi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter setelah periode pengetatan yang panjang. Bank sentral India telah mempertahankan suku bunga kebijakan di level 6,5 persen sejak Februari 2023, tetapi mulai menurunkannya pada Februari 2025 sebagai respons terhadap inflasi yang terkendali.

Kondisi inflasi yang stabil dan kebijakan moneter yang akomodatif menciptakan iklim yang kondusif bagi pemulihan ekonomi, memberi India keunggulan dibandingkan banyak negara berkembang lain yang masih menghadapi tekanan inflasi tinggi.

3. Perekonomian global tertekan, risiko menyebar

Ilustrasi ekonomi negara dunia (Pixabay.com)

Di tingkat global, PBB memperingatkan ekonomi dunia tengah berada di titik rawan. Proyeksi pertumbuhan global 2025 diturunkan menjadi 2,4 persen dari 2,9 persen tahun sebelumnya. Ketegangan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan menjadi pemicu utama perlambatan ini, dikutip dari The Times of India, Minggu (17/5).

“Ini adalah masa yang penuh kecemasan bagi ekonomi global. Pada Januari tahun ini, kami memperkirakan dua tahun pertumbuhan yang stabil, meskipun di bawah standar, dan sejak saat itu, prospek telah menurun, disertai dengan volatilitas yang signifikan di berbagai dimensi,” kata Shantanu Mukherjee dari UN DESA.

PBB menyebut bahwa lonjakan tarif dari AS bisa menaikkan biaya produksi dan mengganggu rantai pasok global. Ketidakpastian ini juga mendorong perusahaan menunda atau mengurangi investasi penting. Kondisi ini diperburuk oleh utang tinggi dan produktivitas yang stagnan di banyak negara.

Negara-negara seperti AS, China, Brasil, dan Meksiko semuanya diproyeksikan mengalami perlambatan tajam. Sementara itu, negara-negara berkembang yang paling rentan menghadapi risiko tekanan utang yang makin parah dan penurunan pendapatan ekspor.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team