Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Menara Mandiri . (Dok/Istimewa).

Intinya sih...

  • Menurut Menteri Airlangga, kondisi ekonomi global mengalami tekanan berat dengan ketidakpastian yang terus meningkat.
  • Indikator pasar keuangan global seperti IHSG dan nilai tukar rupiah melemah akibat gejolak di pasar keuangan dan perang dagang global.

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengakui kondisi ekonomi global saat ini sedang mengalami tekanan berat. Berbagai  indikator terkini menunjukkan ketidakpastian yang terus meningkat.

“Tentu dunia sedang tidak baik-baik saja,” kata Airlangga dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Menara Mandiri, Selasa (8/4/2025).

1. IHSG dan rupiah melemah

Pengunjung melintas didepan layar digital yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

Ia menyoroti gejolak di pasar keuangan global yang masih berlangsung. Hal itu tercermin dari data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga nilai tukar (kurs) rupiah yang melemah. 

"Indikator pasar keuangan masih berfluktuasi, IHSG masih negatif. Tadi pagi negatif, namun sudah berada pada tren positif sudah naik. Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga walaupun ada pelemahan. Tapi kalau kita bandingkan negara lain seperti Jepang, pelemahannya itu sampai 50 persen, demikian juga beberapa negara lain," kata Airlangga.

2. Tarif impor yang ditetapkan Trump picu ketidakpastian global

Infografis 15 Daftar Ekspor RI yang Paling Terdampak Tarif Trump (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurutnya, perang dagang global turut memperparah situasi. Terutama setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tarif impor baru berbagai negara yang dinilai memicu ketidakpastian. Hal ini juga mendorong sejumlah negara berpotensi masuk resesi. 

Meski demikian, ia menegaskan, kondisi ekonomi Indonesia tetap berdaya tahan saat Presiden Amerika Serikat menetapkan tarif impor Indonesia menjadi 32 persen. 

"Ini akibat kebijakan tersebut probability resesi juga meningkat namun Indonesia masih relatif rendah, di 5 persen. Kemudian, trade policy uncertainty juga tinggi sehingga kita masuk dalam kebijakan yang uncertain, terjadi gejolak pasar keuangan seluruh dunia," kata dia.

3. Aksi China tetapkan tarif balasan ganggu rantai pasok

Ilustrasi impor (Pixabay.com/Pexels)

Ia menambahkan, aksi balasan tarif dari China mengganggu kondisi rantai pasok global. Hal ini mendorong banyak korporasi menahan konsumsi atau terjadi penundaan investasi dan ekspansi.

"Terjadi pelemahan di emerging market. Kemudian retaliasi tarif oleh China, rantai pasok global terganggu dan tentunya ini banyak korporasi yang menahan atau terjadi penurunan konsumsi bahkan wait and see untuk melakukan investasi atau ekspansi," sambungnya.

Kendati demikian, Airlangga menyebut sejumlah indikator domestik masih relatif stabil, seperti yield surat utang negara (treasury) dan cadangan devisa.

“Yield treasury kita juga relatif bagus. Kemudian obligasi dan yang terkait cadangan relatif tetap sama,” kata dia.

Editorial Team