Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19

Apa yang mereka lakukan saat pandemik ini dan ke depannya

Jakarta, IDN Times – Indonesia memasuki masa new normal atau kenormalan baru pandemik COVID-19. Virus corona membuat Indonesia disadarkan akan kekurangan dan juga potensi yang dimilikinya. Seperti diungkapkan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut Indonesia memiliki potensi besar karena memiliki sumber daya dan pasar yang besar.

Sayangnya, menurut Erick, modal ini masih belum cukup bagi Indonesia menghadapi pandemik ini. Erick mengakui kenyataan bahwa Indonesia masih impor berbagai alat kesehatan dan obat-obatan.

“Kenapa biaya sehat mahal? Karena semua impor. Alat kesehatan dan obat, impor. Padahal kita punya kekuatan herbal, kayak di China,” kata Erick dalam Ngobrol Seru ‘New Normal or The Great Reset: Life After Pandemic COVID-19’ di IDN Times, Sabtu 13 Juni 2020.

Dia menyebut Indonesia sukses mengembangkan ketahanan pangan, kesehatan, energi maupun pariwisata tapi hal itu dinilainya belum cukup. Permasalahannya, menurut Erick, ada pada logistik dan teknologi yang perlu dikembangkan lebih baik lagi ke depannya.

“COVID-19 mendorong kita menjadi ini, yang tadinya lambat jadi cepat. Kalau gak disusul negara lain, gak ada travel global, kenapa kita worry? Karena market besar. Tinggal logistik dan teknologi,” katanya.

1. Memaksimalkan kinerja dan perombakan di BUMN

Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19Gedung BUMN. IDN Times/Indiana Malia

Salah satu strategi Erick adalah BUMN tidak akan menerima lagi pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia mengatakan, dana yang berasal dari keuntungan perusahaan atau dividen tidak semuanya akan dimanfaatkan.

"Tapi kita hidup dari satu persen dividen. Supaya dari kementerian sama visi dengan korporasi bahwa harus kerja sama dan menjaga supaya apa yang dibalikkan ke negara, makin hari makin besar, selain tugas dari layanan masyarakat yang harus dijaga," ujar Erick.

Erick ingin BUMN kembali pada inti bisnisnya (core business). Ia juga ingin perusahaan pelat merah bisa profesional dan transparan. "Tidak ada konsep project based tapi dari mana kita proses bisnis. Bukan bikin, tapi lihat secara menyeluruh 'perlu gak barang ini'," ujarnya lagi.

Kedua, untuk mengantisipasi pandemik yang sama atau lebih parah dari COVID-19, Erick melakukan sejumlah perbaikan. Pembenahan di BUMN ini sudah jauh dilakukan Erick sebelum COVID-19 melanda Indonesia. Sejak menjabat sebagai menteri, banyak gebrakan yang dibuatnya.

Yang terbaru, Kementerian BUMN telah merampingkan jumlah perusahaan BUMN, dari 142 menjadi 107 perusahaan. Erick menargetkan di akhir tahun ini, Kementerian BUMN bisa mengurangi lagi jumlah perusahaan BUMN menjadi 80 hingga 70 perusahaan saja. Selain itu, dia mengatakan pihaknya telah menyelesaikan penyusunan klasterisasi BUMN. Klasterisasi tersebut disusun berdasarkan value chain core business BUMN.

“Kenapa kita memberanikan diri dari 27 klaster tinggal 12? Tapi antara wamen (wakil menteri) 1 dan 2 dijaga supply chain-nya,” kata Erick.

Dalam hal mengelola tenaga kerja, Erick juga melakukan pengurangan sejumlah direksi di BUMN, salah satunya adalah PTPN. Ia tidak mau merombak pekerja menengah ke bawah dan akan tetap menjaganya. Alasan perombakan di jajaran direksi adalah untuk menyehatkan birokrasi.

“Dengan kita menyehatkan yang di atas, kalau perusahaan sehat, (pekerja) middle ke bawah sehat. Problem ini di bagian atas pemimpin membawa isu-isu yang populer tapi ujungnya perusahan bangkrut semua, utangnya gede. Makanya saya sikat dulu yang situ,” katanya.

Baca Juga: Strategi Erick Thohir Gembleng Millenial Jadi Direktur di BUMN 

2. Kolaborasi berbagai pihak untuk tingkatkan produk lokal

Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19Ilustrasi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Tidak hanya itu, akibat COVID-19 membuat BUMN terdampak hingga 90 persen. Hanya 10 persen yang tidak terkena dampaknya: sektor telekomunikasi, kesehatan, makanan. Untuk itu itu berharap ke depannya research and development (RnD) yang dilakukan BUMN tidak sendiri tapi juga melibatkan berbagai universitas dan pihak swasta.

Salah satu strategi yang dilakukan Erick adalah dengan memperkuat produk lokal. Ia menyebut di BUMN ada 3-4 program. Misalnya, ia meminta PT Sarinah menjadi showcase bagi UKM di mana di dalamnya ada coaching dan trading. Contoh lain adalah PT Angkasa Pura yang dimintanya untuk menyediakan 50 persen produk lokal. “Dan saya mau di beri kesempatan di Angkasa Pura ada UKM bisa berjualan di sana,” katanya.

Kedua adalah dengan memberikan pembiayaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) kepada UKM atau usaha lokal untuk melakukan ekspansi, tentu dengan syarat memilii track record dan bisnis yang jelas. Ia menyebut sejak awal Himbara sudah merestruktur Rp120 triliun untuk UKM agar tidak lay-off. “Karena itu Pak Presiden bantu swasta supaya jangan lay-off dengan resktutur dari perbankan apakah bunga atau apa,” ujarnya.

Ia pun terang-terangan mengajak PT Paragon Tech and Innovation (Wardah) untuk bekerja sama. “Indofarma akan lebih ke herbal. Siapa tahu kita (sama Wardah) bisa sinergi,” kata Erick.

Ketertarikan Erick ini karena Wardah memiliki research and development (RnD) yang disebut Nurhayati paling luas di Indonesia. Nurhayati menyebut Wardah memiliki 100 orang untuk RnD. “Kuncinya adalah kualitas dan inovasi. Untuk kategori quality kita masih kalah dengan sabun mandi dan shampoo secara internasional. Banyak yang nawar perusahaan kami. Tapi gak akan kami jual. Saya yakin jika semua kerja sama agar menggunakan produk lokal maka produk lokal akan raja di negara sendiri,” kata Nurhayati.

Erick berharap BUMN dapat berkolaborasi sektor kecantikan di mana bahan bakunya masih mayoritas impor. “Kita coba sinergi dengan keperluan market yang lebih besar di swasta. Karena tidak semua BUMN harus produksi APD tapi gak ada yang beli. Kita cari miss and match. Supaya jangan semua dimonopoli oleh BUMN,” katanya memaparkan.

Dengan begitu, ia berharap ada UKM yang naik kelas atau merajai pasar di dalam negeri.

3. Mewujudkan ketahanan pangan, kesehatan dan energi

Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19IDN Times/Arief Rahmat

COVID-19 ini juga membuat BUMN harus mempercepat ketahanan pangan, kesehatan dan energi demi menuju Indonesia emas 2045. Ketahanan pangan menurutnya harus diwujdukan dalam bentuk ketersediaan (availability), kualitas (quality), keterjangkauan (affordability), keberlanjutan (sustainability), dan inklusivitas (inclusivity).

Sementara untuk ketahanan energi harus diwujudkan dalam bentuk ketersediaan (availability), keterjangkauan (affordability), keberlanjutan (sustainability), aksesbilitas (accessbility), dan daya saing (competitiveness). “Energi terbarukan harus ada. Tapi metamorfosis ketergantungan terhadap impor minyak harus hilang karena mobil semua listrik nantinya,” kata Erick.

Sementara untuk kesehatan harus diwujudkan dalam bentuk ketersediaan (availability), kualitas (quality), keterjangkauan (affordability), dan kesadaran (awareness). “Yang penting masyarakat sadar. Jangan mikir ngobatin aja. Dengan dibuat sadar COVID-19 bahaya jadi pakai masker dan lain-lain. Selain kita lakukan pembanguanan kesehatan terintegrasi, pembangunan kapabiliats domestik tapi kesadaran yang utama,” katanya.

4. Pelibatan millennial dalam pengembangan usaha

Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19IDN Times/Rizka Yulita & Anjani Eka Lestari

Dalam mengelola pekerja millennial, Erick memiliki visi menyediakan ‘kursi’ bagi karyawan milenial dan karyawan perempuan di jajaran direksi atau komisaris. “Saya mau ada 15 persen (karyawan) perempuan, 5 persen dari millennial. Kemarin pertama kali PT Freeport direkturnya dari Papua,” katanya.

Untuk itu, ia akan melebarkan talent pool BUMN dari 10 menjadi 30 persen. Selain melebarkan talent pool, Erick memastikan millennial yang diangkat menjadi direktur di BUMN mendapatkan mentoring atau pelatihan dari direktur utamanya.

"Seperti di Telkom. Saya akan kasih kesempatan millennial untuk jadi direktur. Tapi Dirutnya mesti coaching," katanya.

Erick mengatakan juga selalu mengadakan rapat dengan pegawai muda di perusahaan pelat merah untuk memastikan mereka selalu mendapatkan mentoring dan dukungan untuk berkembang di BUMN.

"Saya punya rapat dengan millennial untuk pastikan mereka dapat dukungan untuk perubahan dan saya mentoring. Contoh di Angkasa Pura ada direksinya muda. Kita lakukan real, mereka tidak mau diberi wacana. Mesti ada konkrit dan deadline yang harus dilakukan," katanya memaparkan.

Baca Juga: Wardah Gelontorkan Rp40 Miliar ke RS Bantu Lawan Virus Corona

5. Bagaimana dengan swasta?

Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19New Normal or The Great Reset: Life After Pandemic COVID-19. 13 Juni 2020. IDN Times/ Fajar Laksmita

Swasta punya caranya sendiri. Salah satunya PT Paragon Tech and Innovation (Wardah). Founder sekaligus Komisaris Utama Wardah Nurhayati Subakat mengungkapkan bagaimana mereka bertahan di masa pandemik ini.

Dengan menerapkan protokol kesehatan, Wardah mengaku bisa memangkas sejumlah biaya sehingga lebih hemat. Dia pun menyebut bahwa karyawannya bisa tetap produktif meski ada yang bekerja dari rumah.

“Ternyata banyak sekali cost yang bisa kita cut. Karyawan perempuan juga happy mereka bisa kerja di rumah. Ke depannya kami lagi atur produktivitas seperti apa, yang kemungkinan besar karena masih suasana COVID-19 sebagian besar masih kerja di rumah, kecuali yang di lapangan, di lab,” kata Nurhayati.

Selain itu, Nurhayati mengatakan pihaknya mengadakan pertemuan untuk membahas kebijakan yang akan diambil pada 16 Maret lalu. Salah satu kebijakan ialah menahan capex tahun ini untuk tidak dibelanjakan akibat pandemik. Mereka memutuskan menahan biaya promosi iklan TV.

Kedua, Wardah juga tidak melakukan pengurangan karyawan seperti pekerja kontrak di lapangan karena Nurhayati berharap mereka nantinya dididik menjadi reseller. “Sampai saat ini kita belum ada pengurangan. Jadi kami swasta, kali ini kami gak memikirkan untung tahun ini,” katanya.

Ketiga, Wardah bahkan melakukan kegiatan corporate social responsibility (CSR) kepada karyawan mereka. Nurhayati tidak mengelak bahwa akibat COVID-19 ini penjualan mereka turun pada bulan April dan Mei. Namun, di satu sisi penjualan produk skincare mereka tetap terjaga.

“Karena orang masih butuh perawatan. Penjualan minimarket bisa naik. Nah alhamdulillah penjualan sampai 10 Juni sama seperti normalnya Januari lagi,” ucapnya.

Terlepas dari itu Nurhayati juga menyebut soal warna perusahaannya yang 80 persen karyawannya ialah millennial. Dia menilai kesuksesan Paragon terjadi karena bisa mengkombinasikan antara senior dan junior. Kuncinya, kata Nurhayati, adalah kolektif leadership bisa jalan.

“Millenial sangat inovatif, tapi tetap harus ada kombinasi antara pekerja millennial dengan seniornya. Millennial serba instan dan inginnya cepat tapi harus ada yang memantau hal itu,” kata Nurhayati.

Baca Juga: Memasuki New Normal, 9 BUMN Ini Bentuk Ekosistem Pasar Digital UMKM 

https://www.youtube.com/embed/Dn6ihHHvlOQ

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya