Indonesia Jadi Negara Pertama yang Terapkan Pajak Karbon 

Bagiamana langkah penerapan kedepannya?

Jakarta, IDN Times - Indonesia menjadi penggerak pertama pajak karbon di dunia terutama dari negara kekuatan ekonomi baru (emerging). Hal ini diwujudkan melalui pajak karbon yang lahir dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan tambahan sederetan kebijakan fiskal yang digunakan sebagai instrumen pengendali perubahan iklim.

"Ini bukti konsistensi komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan ekonomi yang kuat, berkeadilan, dan berkelanjutan”, kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, Rabu (13/10/2021).

Baca Juga: Ada Pajak Karbon, Pemukim Dekat Pabrik Dapat Kompensasi yang Adil

1. Langkah awal penerapan pajak karbon

Indonesia Jadi Negara Pertama yang Terapkan Pajak Karbon Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu (Tangkap Layar Kementerian Keuangan)

Untuk tahap awal, pada 1 April 2022 nanti, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).

Tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan, sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara.

"Pemerintah sangat memahami pentingnya transisi hijau tersebut, sehingga dalam mekanisme pengenaannya, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang telah dibelinya di pasar karbon sebagai pengurang kewajiban pajak karbonnya," kata Febrio.

Baca Juga: Jurus Pemerintah Kendalikan Perubahan Iklim: Wacanakan Pajak Karbon

2. Indonesia target penurunan emisi gas 41 persen sampai 2030

Indonesia Jadi Negara Pertama yang Terapkan Pajak Karbon Ilustrasi Pemanasan Global. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebagai negara yang tergolong rawan terhadap ancaman perubahan iklim, Indonesia meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2016 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan 2020-2024.

Di dalam dokumen NDC tersebut, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berbahaya bagi lingkungan, dengan penurunan sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Prioritas utama penurunan emisi gas rumah kaca tersebut berada pada sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

"Lebih jauh lagi, dengan semakin kuatnya tren global terhadap isu perubahan iklim, Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Emisi Nol Bersih di tahun 2060 atau lebih awal," ujar Febrio.

Baca Juga: Indonesia Butuh Rp10 Ribu Triliun agar Bebas Emisi Karbon di 2060

3. Langkah Indonesia kejar target emisi nol bersih

Indonesia Jadi Negara Pertama yang Terapkan Pajak Karbon (Ilustrasi polusi udara, emisi karbon) pexels.com/photo/Pixabay

Dalam rangka mencapai target tersebut, agenda reformasi dalam kebijakan fiskal untuk mempercepat investasi hijau tersebut, pemerintah telah memberikan insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, dan fasilitas PPN untuk meningkatkan pengembangan energi terbarukan. Febrio mengatakan, salam 5 tahun terakhir, belanja negara untuk penanganan perubahan iklim rata-rata mencapai 4,1 persen dari APBN.

Dari sisi pembiayaan APBN, pemerintah juga telah menerbitkan green sukuk sejak 2018 yang di antaranya digunakan membiayai transportasi berkelanjutan, mitigasi bencana, pengelolaan limbah, akses energi sumber terbarukan, dan efisiensi energi.

"Pada tahun 2021 ini, Pemerintah baru saja menerbitkan Global Green Sukuk pertama dengan tenor 30 tahun senilai 750 juta dolar AS dan SDGs Global Bond senilai 500 juta Euro," kata Febrio.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya