OJK: Kerugian akibat Perubahan Iklim Rp115 Triliun di 2024

Terus apa langkah pemerintah tekan kerugian tersebut?

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut kerugian akibat perubahan iklim mencapai Rp115 triliun pada 2024. Angka tersebut berasal dari data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Dengan demikian, sangat penting bagi Indonesia untuk mengimplementasikan langkah-langkah nyata yang dapat mendukung pengurangan emisi karbon sekaligus tetap mendukung pemulihan ekonomi nasional," kata Wimboh dalam acara Green Economy Outlook 2022, Bisnis Indonesia, Selasa (22/12/2022).

Baca Juga: Butuh Ribuan Triliun, Begini Cara Sri Mulyani Atasi Perubahan Iklim

1. Perlu pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru ramah lingkungan

OJK: Kerugian akibat Perubahan Iklim Rp115 Triliun di 2024Wimboh Santoso ketua OJK menyampaikan paparan (IDN Times/Auriga Agustina)

Wimboh mengatakan untuk menekan kerugian itu, diperlukan pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi hijau.

Menurutnya, berbagai negara telah mendorong agenda penanganan dampak perubahan iklim dari efek emisi gas rumah kaca. Sebagai anggota forum G20 sendiri, Indonesia telah mengadopsi beberapa komitmen global untuk mendukung penanganan perubahan iklim dan penerapan prinsip ESG, yaitu Paris Agreement on Climate Change 2015-2030 dan UN Sustainable Development Goals 2015-2030.

"Dan Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 41 persen dengan dukungan internasional dan 29 persen atas upaya sendiri dalam skema Nationally Determined Contribution pada 2030," katanya menjelaskan.

Baca Juga: 6 Fakta dan Kronologi OJK Larang Bank Jual Unit Link

2. Peran OJK dalam keuangan berkelanjutan untuk dukung ekonomi hijau

OJK: Kerugian akibat Perubahan Iklim Rp115 Triliun di 2024Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (IDN Times/Helmi Shemi)

Dalam rangka mendukung komitmen Pemerintah tersebut, Wimboh mengatakan OJK telah menyusun Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I pada 2015-2019, yang bertujuan untuk membangun awareness tentang keuangan berkelanjutan.

Namun menurutnya, dalam mengakselerasi implementasi keuangan berkelanjutan untuk mendukung ekonomi hijau, terdapat beberapa hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya:

  • Perubahan paradigma (shifting paradigm) pada sektor riil dan sektor jasa keuangan dari kegiatan usaha business as usual menjadi green economic model.
  • Sustainable Finance is the new normal, dimana Sustainable Finance akan menjadi roda pendorong proses transisi dari high carbon-based economy ke low carbon based-economy yang lebih ramah lingkungan.
  • Penekanan terkait Financial sector’s support for SDGs, dimana SJK perlu mengadopsi paradigma bahwa ke depannya perlu dicapai pertumbuhan yang lebih berkesinambungan selaras dengan prinsip ESG.

Baca Juga: Bisnis Berbasis ESG Justru Untungkan Pelaku Usaha, Kenapa?

3. Indonesia sudah punya standar nasional sektor ekonomi

OJK: Kerugian akibat Perubahan Iklim Rp115 Triliun di 2024Ilustrasi lingkungan (IDN Times/Mardya Shakti)

Selanjutnya, untuk menyempurnakan implementasi Roadmap Tahap I tersebut, OJK telah menyusun dan mengimplementasikan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II 2021-2025. Ini bertujuan untuk membentuk ekosistem keuangan berkelanjutan, di antaranya melalui peluncuran Taksonomi Hijau Indonesia.

Taksonomi Hijau Indonesia merupakan pedoman untuk mengklasifikasikan aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim. Dengan diluncurkannya Taksonomi Hijau Indonesia ini, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau seperti China, Uni Eropa dan ASEAN.

"Sehingga secara tidak langsung meningkatkan daya saing Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi hijau secara global. Dalam tahap ini, OJK juga telah mengeluarkan pedoman dan kebijakan teknis terkait insentif prudensial untuk mendukung pengembangan industri Kendaraan Listrik Berbasis Baterai," kata Wimboh memaparkan.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya