Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi keuangan (freepik.com/freepik)
Ilustrasi keuangan (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Gita Gopinath IMF meminta AS mengendalikan defisit fiskal yang terus melebar, karena berdampak besar terhadap perekonomian global.
  • Defisit fiskal AS diperkirakan mencapai 6,5 persen dari PDB pada 2025, tetapi belum menunjukkan perbaikan struktural yang signifikan.

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah Amerika Serikat (AS) segera mengendalikan defisit fiskalnya yang terus melebar. Wakil Direktur Pelaksana Pertama IMF, Gita Gopinath memperingatkan lonjakan utang AS tidak hanya berisiko bagi stabilitas domestik, tetapi juga berdampak besar terhadap perekonomian global.

“Defisit fiskal AS bukan sekadar isu dalam negeri. Ketika negara sebesar AS membiarkan defisit dan utangnya membengkak, konsekuensinya dirasakan dunia,” kata Gopinath dalam wawancara yang diterbitkan pada Rabu (21/5/2025), dikutip dari Financial Times.

1. Tekanan utang dan defisit fiskal yang meningkat

Ilustrasi utang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Melansir CNBC, defisit fiskal AS diperkirakan mencapai 6,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025, sedikit menurun dari 7,3 persen pada 2024. Namun, tren ini belum menunjukkan perbaikan struktural yang signifikan.

Laporan IMF menggarisbawahi kebijakan fiskal saat ini belum cukup untuk menurunkan rasio utang terhadap PDB yang terus meningkat. Gopinath menyebutkan, kekuatan ekonomi AS seharusnya memberi ruang untuk memperbaiki neraca fiskal melalui efisiensi pengeluaran dan reformasi pajak.

“AS memiliki kapasitas untuk bertindak, dan justru itu membuat tanggung jawabnya terhadap stabilitas fiskal global semakin besar,” ujarnya.

IMF mencatat bahwa tanpa perubahan kebijakan, rasio utang AS terhadap PDB bisa naik dari 122 persen pada 2024 menjadi 134 persen pada 2029. Dikutip The Irish Times, proyeksi ini memperkuat urgensi reformasi fiskal yang berkelanjutan.

2. Dampak internasional dari kebijakan fiskal AS

Presiden Donald Trump menandatangani Perintah Eksekutif mengenai rencana tarif Pemerintah pada acara “Make America Wealthy Again”, Rabu, 2 April 2025 (flickr.com/The White House)

Defisit besar AS berisiko memicu efek crowding out, yang meningkatkan biaya pinjaman global karena besarnya permintaan obligasi pemerintah AS. Negara-negara berkembang menjadi pihak paling rentan terhadap tekanan ini.

“Jika beban utang AS terus meningkat, negara lain ikut menanggung dampaknya lewat kenaikan suku bunga,” ujar Gopinath, dikutip dari Benzinga.

Ia menambahkan, penguatan dolar akibat defisit tinggi memperberat beban negara-negara dengan utang dalam mata uang asing.

IMF juga menyoroti ketidakpastian dari kebijakan perdagangan AS, termasuk wacana kenaikan tarif oleh pemerintahan Donald Trump. Ketidakpastian ini dinilai dapat menekan sektor ekspor dan mengganggu arus investasi internasional.

“Tarif tinggi bisa jadi kontraproduktif, apalagi jika berdampak pada pendapatan negara di sektor lain,” ucap Gopinath.

3. Langkah korektif yang disarankan IMF

Ilustrasi pajak. (IDN Times/Aditya Pratama)

Untuk menstabilkan fiskal, IMF mendorong AS melakukan reformasi sistem perpajakan serta mengendalikan belanja, khususnya pada program jangka panjang seperti Social Security dan Medicare.

“Kebijakan fiskal yang kredibel harus dimulai dari sektor belanja terbesar,” ujar Gopinath.

IMF juga mengingatkan agar AS menghindari kebuntuan politik terkait plafon utang. Ketegangan politik internal dinilai dapat menciptakan ketidakpastian pasar yang tidak perlu.

Tanpa langkah korektif, IMF memperkirakan utang publik global bisa mendekati 100 persen dari PDB pada akhir dekade ini, dengan AS sebagai kontributor utama.

“Sudah waktunya negara-negara, termasuk AS, menata ulang prioritas fiskalnya untuk menjaga stabilitas jangka panjang,” pungkas Gopinath, dikutip dari IMF.org.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team