Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Impor Energi dari AS Masih Dibahas Usai Trump Turunkan Tarif RI

Kapal tanker PT Pertamina International shipping (PIS) (dok. PIS)
Kapal tanker PT Pertamina International shipping (PIS) (dok. PIS)
Intinya sih...
  • Investasi Pertamina di AS belum ada rencana baru, tapi investasi lapangan migas sudah berjalan.
  • Pemerintah perlu waspada terhadap defisit migas dan subsidi energi yang bisa membengkak karena impor produk AS.
  • Pertamina telah MoU dengan beberapa perusahaan energi AS untuk impor energi sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS.

Jakarta, IDN Times - Wakil Komisaris Utama (Wakomut) PT Pertamina (Persero) Todotua Pasaribu menyampaikan rencana impor energi dari Amerika Serikat (AS), seperti minyak mentah dan LPG, masih dalam tahap pembicaraan.

Pernyataan tersebut merespons pengumuman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif impor untuk produk asal Indonesia turun menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen.

"Masih pembicaraan mengenai itu (impor minyak dan LPG) iya masih, masih pembicaraan," kata dia kepada jurnalis di The St. Regis Jakarta, Rabu (16/7/2025).

1. Singgung investasi yang sudah dilakukan Pertamina di AS

Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)
Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)

Todotua menjelaskan belum ada rencana investasi baru dari Indonesia ke AS. Meski demikian, beberapa investasi sudah berjalan, seperti Pertamina atas lapangan migas di AS.

"Kan kalau beberapa yang sudah berjalan seperti Pertamina, sudah ada dulu investasi lapangan sumur di sana kan," tambah pria yang juga menjabat Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu.

2. Defisit migas dan subsidi energi perlu diwaspadai

Ilustrasi neraca perdagangan. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi neraca perdagangan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara mengingatkan pemerintah terkait risiko membengkaknya impor produk asal AS, termasuk minyak dan gas (migas).

"Yang harus dimonitor adalah pelebaran defisit migas, menekan kurs rupiah dan menyebabkan postur subsidi RAPBN 2026 untuk energi meningkat tajam," kata dia pada Rabu (16/7/2025).

Pemerintah telah mengajukan alokasi subsidi energi sebesar Rp203,4 triliun, namun jumlah tersebut diperkirakan tidak akan mencukupi. Kebutuhan subsidi disebut bisa mencapai Rp300 triliun hingga Rp320 triliun karena tingginya ketergantungan terhadap impor BBM dan LPG.

"Kalau Indonesia disuruh beli produk minyak dan LPG tapi harganya diatas harga yang biasa di beli Pertamina, repot juga. Ini momentum semua program transisi energi harus jalan agar defisit migas bisa ditekan," ujarnya.

3. Pertamina sudah MoU dengan perusahaan AS

Kantor Pertamina (dok. Pertamina)
Kantor Pertamina (dok. Pertamina)

Sementara ini, PT Pertamina (Persero) telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah perusahaan energi AS untuk mengimpor energi. Langkah itu merupakan bagian dari upaya pemerintah menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS di tengah pengenaan tarif tinggi terhadap produk RI.

Berikut rincian MoU:

  • MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan ExxonMobil

  • MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan KDT Global Resource

  • MoU antara PT Kilang Pertamina Internasional dan Chevron.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us